Mohon tunggu...
Mochamad Rois
Mochamad Rois Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kerajaan Mughal

15 November 2017   08:44 Diperbarui: 15 November 2017   08:59 5365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: thinglink.com

PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM

PADA MASA KERAJAAN MUGHAL DI INDIA

 

Muhammad Musyafaul Karim Al-Ala, Syaafii Hidayat Ahadu Romadlon, Mochamad Rois, Moh. Ubaidillah

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya.

Jalan Ahmad Yani 117. Surabaya East Java 60237. Telp. +62318410298.

syaphak@gmail.com, safihidayat3@gmail.com, mochamadrois13@gmail.com, ubaidilizzah@gmail.com

2017

Abstract

There are three objectives to writing this article as follow, First is to know the background of the rise of Mughal Empire, Second to know growth and fall of the Mughal Empire, and the last several Mughal legacies such as in the aspect of politic, social, art, etc. The founding father of Mughal Empire is Kutbuddin Aibak (1206-1211), who was able to establish Independence Islamic Kingdom of India. There are several ruler: Sultan Akbar, Syah Jahan, dan Aurangzeb. Sultan Akbar has reputation as the ruler who was able to maintain stability of the empire as well as to combine the Islamic and Hindus civilization. Meanwhile Syah Jahan inherit some relics, such as the famous Taj Mahal. Other ruler Aurangzeb was to expand his empire. But the generation after Aurangzeb fail to maintain unity of his empire and Mughal breakdown to several independence kingdom. The Sepoy Mutiny in 1857 is the end of Mughal Empire. British replace Mughal Empire and occupied whole India until 1947.

Keywords: Mughal Empire, Mughal Inheritance, India.

 

  • Pendahuluan

India yang pada masa lalu meliputi negara India, Pakistan, dan Bangladesh pada masa sekarang selalu menarik dikaji. Ketiga negara ini memiliki kesinambungan sejarah yang satu hingga masa kolonialisme Barat. Secara geografis India terpisah oleh benteng alam pegunungan Himalaya di sebelah utara dan Hindu Kusy di sebelah Barat Laut. Pegunungan Himalaya merupakan benteng terpanjang yang membujur dari Afghanistan hingga Assam sejauh 2.500 km. Kondisi geografis inilah sebagai salah satu penyebab sulitnya pengaruh luar masuk ke India. Walaupun begitu, berbagai bangsa silih berganti masuk ke daerah India dan memberikan warna perkembangan kebudayaan India terutama melalui celah Khyber yang menghubungkan dengan Afghanistan dan lintas Bolan yang di Pakistan. Setidaknya di India telah lahir 4 agama dunia, yakni Hindu, Buddha, Jain, dan Sikh. Selain keempat tersebut, warna sejarah India juga dipengaruhi oleh pengaruh Islam yang berkembang pesat sejak pertengahan abad VII M dari jazirah Asia Barat.

Sejak awal abad XIII sampai dengan pertengahan XIX, dinasti Islam berkembang di India. Masa pengaruh politik Islam telah dimulai sejak awal abad VIII ketika Muhammad bin al-Qasim diutus Khalifah al-Walid I menyerbu daerah Sind mulai tahun 708 M. Walaupun belum menguasai seluruh India, Qasim telah berhasil menancapkan pengaruh politik Islam di daerah Punjab. Sejak masa itu politik Islam terus merangsek di India. Dinasti Ghazni yang berkembang sejak tahun 961 M berpusat di Afghanistan menjadi kekuatan politik kedua yang berpengaruh di India, dan dinasti Ghuri adalah pengaruh politik ketiga dalam sejarah kerajaan Islam di India. Akhir Dinasti Ghuri menandai mulainya kekaisaran Islam di India ditandai dengan berdirinya Kesultanan Delhi oleh Kutbuddin Aibak (1206-1211). Sejak saat itulah dinasti Islam berkembang di India sampai dengan tahun 1857.

Mengkaji kekuasaan para dinasti Islam di India sangat menarik, selain kekhasan sifat politik para dinasti Islam di India, juga akan ditemukan berbagai peninggalan kebudayaan yang luar biasa tinggi. Ada lima dinasti Islam yang berkuasa di India mulai tahun 1206-1857 M. Kelima Dinasti yang memerintah tersebut adalah: dinasti Budak (1206-1290), dinasti Khilji (1290-1321), dinasti Taghluk (1321-1388), dinasti Lodhi (1450-1526), dan dinasti Mughal (1526-1857). Berbagai peninggalan baik kebudayaan, sistem sosial, ekonomi, politik, hukum, dan pemerintahan masih dapat ditelusuri pada masa sekarang. Dinasti Mughal adalah dinasti terakhir yang memerintah di India. Bagaimana perkembangan dinasti Mughal dan pengaruhnya bagi sejarah peradaban bangsa India?

  • Asal Usul Kerajaan Mughal

Sebagai salah satu pusat peradaban dunia, India memilik sejarah panjang. Diperkirakan the Indian subcontinent ini telah dihuni oleh manusia semenjak 7000 tahun SM. Namun baru 3200 tahun SM ditemukan perkampungan penduduk di lembah Indus dan Sarasvati dimana keduanya merupakan sungai terbesar di India yang mengalir dari Himalaya ke Asia selatan dan bermuara di Laut Arab.

Secara ringkas, sejarah India dapat dibagi kepada beberapa etape, yaitu: Pertama, peradaban di Lembah Indus (Indus Valley Civilization) yang dipelopori oleh agama Hindu. Kedua, zaman kegemilangan Ashoka yang dipelopori oleh agama Budha. Ketiga, di bawah kerajaan Islam, dimulai dari dinasti Lodhi sehingga dinasti Mughal.

Peletak dasar dinasti Islam di India adalah Kutbuddin Aibak (1206-1211) yang berhasil mendirikan kerajaan Islam di India yang merdeka. Setelah merasa cukup kuat untuk mendirikan kekuasaan di India, pada tahun 1206 ia mendirikan Kesultanan Delhi di India yang berhasil dipertahankan hingga 1290. Dinasti keturunan Aibak sering disebut dinasti keturunan hamba-hamba raja, karena Aibak sendiri bukanlah keturunan raja. Sultan Balban adalah raja terakhir dinasti keturunan hamba-hamba raja. Dia tidak meninggalkan keturunan dan pemerintahan Kesultanan Delhi selanjutnya diambil alih oleh dinasti raja-raja keturunan Khilji (1290-1321), kemudian dilanjutkan raja-raja keturunan Taghluk (1321-1399), dinasti para Sayyid (1414-1451), dan dinasti raja-raja keturunan Lodhi (1451-1526), kemudian yang terakhir adalah dinasti Mughal.

Mughal merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai ibu kotanya, berdiri antara tahun 1526-1858 M. Dinasti Mughal di India didirikan oleh seorang penziarah dari Asia Tengah, bernama Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M), salah satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan yang telah masuk Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah pada abad ke 15. Kerajaan ini berdiri pada saat di Asia Kecil berdiri tegak sebuah kerajaan Turki Usmani dan di Persia kerajaan Safawi. Ketiganya pada saat yang sama menjadi sebuah negara-negara adikuasa di dunia. Mereka juga menguasai perekonomian, politik serta militer dan mengembangkan kebudayaan.

Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Ia berambisi dan bertekad akan menaklukkan Samarkand yang menjadi kota penting di Asia Tengah pada masa itu. Pada mulanya, ia mengalami kekalahan, tetapi karena mendapat bantuan dari raja Safawi, Ismail I akhirnya berhasil menaklukkan Samarkand pada tahun 1494 M.

Pada 1504 M, ia menduduki Kabul, ibu kota Afghanistan. Dari sini, ia memperluas kekuasaannya ke sebelah Timur (India). Saat itu, Ibrahim Lodhi, penguasa India, dilanda krisis sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Daulah Khan, gubernur Lahore dan Alam Khan, paman Ibrahim sendiri melakukan pembangkangan pada tahun 1524 terhadap pemerintahan Ibrahim Lodhi, dan meminta bantuan Babur untuk merebut Delhi. Tiga kekuatan itu bersatu untuk menyerang kekuatan Ibrahim, tetapi gagal memperoleh kemenangan. Mereka melihat bahwa Babur tidak sungguh-sungguh membantu mereka. Ketidakseriusan Babur menimbulkan kecurigaan di mata daulah Khan dan Alam Khan, sehingga keduanya berbalik menyerang Babur. 

Kesempatan itu tidak disia-siakan Babur, ia berusaha keras untuk mengalahkan gabungan dua kekuatan tersebut. Daulah Khan dan Alam Khan dapat dikalahkan, Lahore dikuasainya pada tahun 1525 M. Dari Lahore ia terus bergerak ke Selatan hingga mencapai Panipat. Di sinilah ia berjumpa dengan pasukan Ibrahim maka terjadilah pertempuran yang dahsyat. Ibrahim beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu. Babur memperoleh kemenangan yang amat dramastis dalam pertempuran Panipat I (1526 M) itu, karena hanya dengan didukung 26.000 personel angkatan perang, ia dapat melumpuhkan kekuatan Ibrahim yang didukung oleh 100.000 personel dan 1.000 pasukan gajah. Babur memasuki kota Delhi sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahannya di sana. Dengan demikian, berdirilah kerajaan Mughal di India.

Kemenangannya yang begitu cepat mengundang reaksi dari para penguasa Hindu setempat. Proklamasi 1526 M yang dikumandangkan Babur mendapat tantangan dari Rajput dan Rana Sanga yang didukung oleh para kepala suku India Tengah dan umat Islam setempat yang belum tunduk pada penguasa yang baru tiba itu, sehingga ia harus berhadapan langsung dengan dua kekuatan sekaligus. Tantangan tersebut dihadapi Babur pada tanggal 16 Maret 1527 M di Khanus dekat Agra. Babur memperoleh kemenangan dan Rajput jatuh ke dalam kekuasaannya. Setelah Rajput dapat ditundukkan, konsentrasi Babur diarahkan ke Afghanistan, yang saat itu dipimpin oleh Mahmud Lodhi, saudara Ibrahim Lodhi. Kekuatan Mahmud dapat dipatahkan oleh Babur tahun 1529 M, sehingga Gogra dan Bihar jatuh ke bawah kekuasaannya. Pada tahun 1530 M, Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun setelah memerintah selama 30 tahun, dengan meninggalkan kejayaan-kejayaan yang cemerlang.

Babur bukanlah orang India. Syed Mahmudunnasir menulis, "Dia bukan orang Mughal. Di dalam memoarnya dia menyebut dirinya orang Turki, akan tetapi cukup aneh, dinasti yang didirikannya dikenal sebagai dinasti Mughal. Sebenarnya Mughal menjadi sebutan umum bagi para petualang yang suka perang dari Persia di Asia Tengah, dan meskipun Timur (Timur Lenk) dan semua pengikutnya menyumpahi nama itu sebagai nama musuhnya yang paling sengit, nasib merekalah untuk dicap dengan nama itu, dan sekarang tampaknya terlambat untuk memperbaiki kesalahan itu." 

Berdasarkan pendapat tersebut, sesuatu yang dapat disepakati bahwa kerajaan Mughal merupakan warisan kebesaran Timur Lenk dan bukan warisan keturunan India yang asli. Meskipun demikian, dinasti Mughal telah memberikan warna tersendiri bagi peradaban India yang sebelumnya sangat identik dengan peradaban dan memeluk agama Hindu.

Sepeninggal Babur, tahta kerajaan Mughal diteruskan oleh anaknya yang bernama Humayun. Sekalipun Babur berhasil menegakkan Mughal dari serangan musuh, namun Humayun tetap saja menghadapi banyak tantangan. Ia berhasil mengalahkan pemberontakan Bahadur Shah, penguasa Gujarat yang bermaksud melepaskan diri dari Delhi. Pada tahun 1540 M, Humayun mengalami kekalahan dalam peperangan yang dilancarkan oleh Sher Khan dari Afghanistan. ia melarikan diri ke Persia. Di pengasingan ini, ia menyusun kekuatannya. 

Pada saat itu, Persia dipimpin oleh penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas tahun menyusun kekuatannya dalam pengasingan di Persia, Humayun berhasil menegakkan kembali kekuasaan Mughal di Delhi pada tahun 1555 M. Ia mengalahkan kekuatan Khan Shah. Setahun setelah itu (1556 M), ia meninggal dunia karena terjatuh dari tangga perpustakaannya, Din Panah. Sepeninggalnya, kerajaan Mughal diperintah oleh anaknya yang bernama Akbar.

  • Kemajuan dan Kejayaan Kerajaan Mughal
  • Sultan Akbar-The Great (1556-1605)

Masa kejayaan Mughal dimulai pada masa pemerintahan Akbar (1556-1605 M), dan tiga raja penggantinya, yaitu Jahangir (1605-1628 M), Shah Jahan (1628-1658 M), Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu, kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh raja-raja berikutnya.

Nama sebenar Akbar ialah Muhammad, dan mempunyai beberapa gelaran seperti Abu al-Fath, Jalal al-Din, dan Akbar. Namun begitu, Akbar merupakan gelaran yang sinonim dan lebih dikenali apabila merujuk kepada diri beliau. Malah, Akbar itu sendiri bermaksud seseorang yang agung. Beliau dilahirkan pada 15 Oktober 1542 M di Umarkot, hasil perkawinan antara pemerintah Mughal kedua, Nasir al-Din Humayun dan Hamidah Banu Begum. Kelahiran Akbar telah menggembirakan hati Humayun karena beliau dikaruniakan seorang anak lelaki yang akan mewarisi kekuasaannya. Hal tersebut turut mengobati sedikit kekecewaan dan memberikan harapan kepada Humayun untuk menguasai semula Delhi setelah ditewaskan oleh Sher Khan Shah pada tahun 1540 M.

Akbar menggantikan ayahnya pada saat ia berusia 14 tahun, sehingga seluruh urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan, seorang Syi'i. Pada masa pemerintahannya, Akbar melancarkan serangan untuk memerangi pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang berkuasa di Punjab. Pemberontakan lain dilakukan oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pemberontakan tersebut disambut oleh Bairam Khan, sehingga terjadilah peperangan dahsyat yang disebut Panipat I pada tahun 1556 M. Himu dapat dikalahkan dan ditangkap kemudian dieksekusi. Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat dikuasai penuh.

Setelah Akbar dewasa, ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syiah. Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M. Setelah persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun program ekspansi. Ia dapat menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.

Keberhasilan ekspansi militer Akbar menandai berdirinya Mughal sebagai sebuah kerajaan besar. Dua gerbang India, yakni kota Kabul sebagai gerbang ke arah Turkistan dan kota Kandahar sebagai gerbang ke arah Persia, dikuasai oleh pemerintahan Mughal. Menurut Abu Suud, dengan keberhasilan ini, Akbar bermaksud ingin mendirikan Negara Bangsa (Nasional). Maka kebijakan yang dijalankan tidak begitu menonjolkan spirit Islam, akan tetapi bagaimana mempersatukan berbagai etnis yang membangun dinastinya. Keberhasilan Akbar mengawali masa kemajuan kerajaan Mughal.

Prestasinya yang luar biasa di dalam menyatukan India dalam lingkup satu kesatuan sosial politik adalah suatu inovasi yang tiada tanding dan belum pernah dicapai oleh para elit penguasa Islam India pada masa kekuasaan Islam di India. Ia juga telah menunjukkan kecakapannya tidak hanya dalam bidang kemiliteran, melainkan juga dalam berbagai bidang, antara lain bidang administratif atau pemerintahan, ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan arsitektur bangunan, dan sebagainya. Atas prestasi-prestasinya itu maka wajar jika para sejarahwan menempatkan Akbar pada posisi tertinggi di antara sederetan pemimpin Islam India.

Tidak lama setelah Akbar melakukan ekspansi yang sangat luas sebagai yang tersebut di atas, ia pun meninggal dunia pada tahun 1605 M. Keberhasilan yang dicapai Akbar dapat dipertahankan oleh penerusnya yang bernama Jahangir, Syah Jahan, dan Aurangzeb yang mana mereka memang terhitung raja-raja yang besar dan kuat.

  • Sultan Jahangir (1605-1628)

Salim, putra Akbar dinobatkan sebagai raja Mughal dengan gelar Sultan Nuruddin Muhammad Jahangir Pasha Ghazi.

  • Kepemimpinan Akbar dilanjutkan oleh Jahangir pada tahun (1605-1628 M) yang didukung oleh kekuatan militer yang besar. Semua kekuatan musuh dan gerakan pemberontakan berhasil dipadamkan, sehingga seluruh rakyat hidup dengan aman dan damai. Pada masa kepemimpinannya, Jahangir berhasil menundukkan Bengala (1612 M), Mewar (1614 M), dan Kangra. Usaha-usaha pengamanan wilayah serta penaklukan yang ia lakukan mempertegas kenegarawanan yang diwarisi dari ayahnya yaitu Akbar.

  • Jahangir kontras dengan bapaknya dalam menegakkan pemerintahan Mughal, terutama dalam menghadapi kelompok Hindu. Dia menghadapi konflik luar biasa dengan anaknya sendiri, sampai kemudian meninggal tahun 1627, menyisakan konflik kerajaan. Kedua putranya bernama Shah Jahan dan Azaf Khan sama-sama berhasrat menggantikan ayahnya.

  • Sultan Shah Jahan (1628-1658)
  • Setelah Jahangir wafat, kerajaan diperebutkan putranya, Shah Jahan dan Azaf Khan. Perselisihan tersebut akhirnya dapat dimenangi oleh Shah Jahan, yang kemudian digelari, Abul Muzaffar Shahabuddin Muhammad Sahib Qiran-e SaniShah Jahan Padsah Ghazi. Pemerintahan masa Shah Jahan masih menghadapi berbagai gejolak dalam negeri dan ancaman perebutan kekuasaan dari negara-negara lain. Pada periode ini dikembangkan kembali penaklukan wilayah sampai melampaui batas-batas India, seperti Kandahar, Balkh, Badakhsan, dan Samarkand.

    Pada saat perluasan kekuasaan permaisurinya yang bernama Mumtaz-Mahal, istri yang amat dicintainya meninggal pada saat perang. Shah Jahan begitu kehilangan istri yang amat cantik dan dicintainya. Peninggalan makam dan masjid Taj Mahal yang saat ini merupakan salah satu 7 keajaiban dunia merupakan tanda kasih Shah Jahan kepada istrinya.

  • Shah Jahan memiliki putra bernama Aurangzeb yang diberi kekuasaan di Decaan. Aurangzeb berhasil membuat stabilitas di Decaan terutama dalam menghadapi kekuatan kerajaan Hindu yang masih berusaha menolak kekuasaan Islam. Persaingan paling kuat adalah antara Aurangzeb dengan Dara Sikhoh. Dalam persaingan tersebut, Aurangzeb berhasil mengalahkan Dara Sikhoh dan mengambil alih kekuasaan sultan Mughal tahun 1658. Sementara selama 7 tahun Shah Jahan menghabiskan waktunya di dalam benteng Agra hingga wafat menjemputnya. Shah Jahan, raja yang berambisius telah meninggalkan berbagai bangunan penting pada masa kesultanan Mughal yang menandai kebesaran kebudayaan kerajaan Mughal.

  • Sultan Aurangzeb (1658-1707)
  • Sultan Aurangzeb Alamgir (penakluk dunia) dinobatkan di Delhi tahun 1659 segera melakukan kontrol keamanan dalam negeri dengan memantapkan kembali kekuasaan di Decaan. Usahanya tidak sia-sia dengan semakin banyaknya wilayah yang dikuasai. Tahun 1685 kerajaan Bijabur tunduk, disusul Golkonda tahun 1687, Tanjore dan Trichinopoly tahun 1689. Aurangzeb berhasil memperluas kekuasaan di India secara utuh melebihi daerah yang berhasil ditaklukkan sultan Akbar. Tinggal bangsa Maratha yang belum benar-benar bisa ditaklukkan Aurangzeb.

  • Perlawanan bangsa Maratha merupakan ancaman paling berat pada masa-masa selanjutnya. Sampai Aurangzeb wafat tahun 1707 bangsa Maratha masih memberikan perlawanan sengit terhadap kesultanan Mughal. Tahun 1707 merupakan akhir pemerintahan Aurangzeb yang tutup mata pada usia 90 tahun. Kekuasaan Aurangzeb merupakan anti klimaks pemerintahan Mughal di India. 

  • Masa sesudahnya, kekuasaan Mughal terus mengalami kemunduran. Konflik saudara dari anak-anak Aurangzeb menyebabkan kekuatan negara kian keropos. Apalagi pada masa pemerintahan Aurangzeb, bangsa-bangsa Barat sudah giat melakukan perjalanan ke timur. Inggris adalah salah satu bangsa barat yang berhasil menduduki Surat, pelabuhan di Gujarat pada masa pemerintahan Aurangzeb. Inilah cikal bakal kolonialisme dan imperialisme Barat di India yang akan mempengaruhi babak baru perjalanan sejarah bangsa India. Aurangzeb menghidupkan kembali jizya yang pernah dicabut oleh Sultan Akbar, dan melakukan sikap keras terhadap orang-orang Hindu.

  • Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal
  • Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemundurannya. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara, dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu para pedagang Inggris dengan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
  • Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya.

    Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya. Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul. Putra Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Shah (1707-1712 M). Ia menganut aliran Syiah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan selama lima tahun, ia dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore, karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syiah kepada mereka.

  • Setelah Bahadur Shah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, Bahadur Shah diganti oleh anaknya, Azimus Shah. Akan tetapi, pemerintahannya ditantang oleh Zulfiqar Khan, putra Azad Khan, Wazir Aurangzeb. Azimus Shah meninggal tahun 1712 M, dan diganti oleh putranya, Jahandar Shah, yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri. Jahandar Shah dapat disingkirkan oleh Farukh Siyar tahun 1713 M.

  • Dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1713, Farukh Siyar keluar sebagai pemenang. Ia menduduki tahta kerajaan sampai pada tahun 1719 M. Sang raja meninggal terbunuh oleh komplotan Sayyid Husein Ali dan Sayyid Hasan Ali. Keduanya kemudian mengangkat Muhammad Shah (1719-1748). Ia kemudian dipecat dan diusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadzir Shah. Tampilnya sejumlah penguasa lemah bersamaan dengan terjadinya perebutan kekuasaan ini selain memperlemah kerajaan juga membuat pemerintahan pusat tidak terurus secara baik. Akibatnya pemerintahan daerah berupaya untuk melepaskan loyalitas dan integritasnya terhadap pemerintahan pusat.

  • Setelah Muhammad Shah meninggal, tahta kerajaan dipegang oleh Ahmad Shah (1748-1754 M), kemudian diteruskan oleh Alamgir II (1754-1759 M), dan kemudian diteruskan oleh Shah Alam (1761-1806 M). Pada tahun 1761 M, kerajaan Mughal diserang oleh Ahmad Khan Durrani dari Afghan. Kerajaan Mughal tidak dapat bertahan dan sejak itu Mughal berada di bawah kekuasaan Afghan, meskipun Shah Alam tetap diizinkan memakai gelar Sultan.

  • Shah Alam meninggal tahun 1806 M, tahta kerajaan selanjutnya dipegang oleh Akbar II (1806-1837 M). Pada masa pemerintahannya, Akbar memberi konsesi kepada EIC untuk mengembangkan usahanya di anak benua India sebagaimana yang diinginkan Inggris, tapi pihak perusahaan harus menjamin kehidupan raja dan keluarga istana. Dengan demikian, kekuasaan sudah berada di tangan Inggris, meskipun kedudukan dan gelar Sultan dipertahankan. Bahadur Shah II (1837-1858 M), penerus Akbar II, tidak menerima isi perjanjian antara EIC dengan ayahnya itu, sehingga terjadi konflik antara kedua kekuatan tersebut.

  • Pada tahun 1858 M, Inggris menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur II, Sultan terakhir daulah Mughal diusir Inggris dari istananya. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan daulah Mughal di daratan India dan yang tinggal di sana adalah umat Islam yang mesti mempertahankan eksistensi mereka.

  • Sejalan dengan perkembangan politik Inggris yang sudah menguasai bangsa India pada saat itu, mereka ternyata dapat merespon berbagai tuntutan di masyarakat India, terutama setelah berdirinya sebuah organisasi Kongres Nasional India pada tahun 1885 M. Akhirnya lambat laun, berbagai kebaikan Inggris terutama persoalan politik dan falsafahnya merupakan sebuah penghargaan yang sangat berharga terhadap bangsa India, sehingga dapat mengantarkan pula kemerdekaannya 15 Agustus 1947 M. Itulah barangkali fakta sejarah bahwa berbagai kebaikan bangsa Inggris yang dapat dipersembahkan terhadap bangsa India.
  • Jatuhnya kerajaan Mughal secara mendasar disebabkan oleh dua faktor, internal dan eksternal.

    Faktor internal tersebut adalah kurang terencananya proses suksesi yang menyebabkan perebutan kekuasaan dan perang saudara. Begitu juga faktor lemahnya pengawasan di pemerintahan tingkat daerah yang berkibat terjadinya disintegrasi. Sedangkan dari faktor eksternal adalah munculnya pemberontakan-pemberontakan oleh orang-orang Hindu dan Sikh, dan serangan Raja Ahmad Khan dari Afghanistan. Begitu pula kebijakan menaikkan pajak yang sangat tinggi serta terjangkitnya kehidupan biros dan bermewah-mewahan di kalangan kerajaan. Puncaknya saat masuknya kerajaan Britania pada tahun 1600 M dan menaklukkan kerajaan Mughal pada tahun 1757 M.

  • Tentu saat ini, gaung kebesaran Islam warisan dinasti Mughal sudah tidak terdengar lagi. Namun perlu diketahui bahwa lahirnya negara Islam Pakistan tidak terlepas dari perkembangan Islam pada masa dinasti tersebut. Bahkan sisa-sisa kemegahan dinasti Mughal masih bisa terlihat dari bangunan-bangunan bersejarah yang masih bertahan hingga sekarang, seperti Taj Mahal dan Red Fort (Benteng Merah) yang merupakan artefak peninggalan Shah Jahan.

  • Berbagai Peninggalan Kerajaan Mughal
  • Sistem Politik dan Ekonomi
  • India sebagai negara merdeka

  • Kebesaran dinasti Mughal tidak hanya ditunjukkan luasnya daerah yang disatukan dalam satu imperium, tetapi juga berbagai pembaruan sistem politik. Apabila dicermati, penetrasi politik Islam pada masa sebelum dinasti Mughal masih memiliki ikatan kuat dengan dinasti Islam di Asia Barat. Dinasti Mughal dengan raja pertamanya Kutbuddin Aibak telah mendirikan dasar pemerintahan Islam secara merdeka di India, lepas dari kesultanan di Asia Barat. Hal ini sebagai hal yang unik mengingat wilayah Asia Selatan (India) bergandengan langsung dengan wilayah Asia Barat, walaupun secara geografis dipisahkan oleh pegunungan yang sulit dilalui. Sebagai sebuah negara, wilayah kesultanan Mughal mencapai wilayah terluas di India sepanjang sejarah sejajar dengan masa pemerintahan Ashoka.

  • Pembagian wilayah kerajaan

  • Kerajaan Mughal memiliki pemerintah pusat yang beribukota di Delhi, sedangkan wilayah-wilayah di bawahnya identik dengan sistem provinsi dengan raja muda yang mengepalainya. Hal ini sebagai bentuk langsung pengaruh sistem pemerintahan Islam di Asia Barat. Gelar Sultan juga sebagai bentuk nyata pengaruh sistem politik Islam di Asia Barat. Walaupun secara politik kerajaan Mughal tidak memiliki ikatan secara langsung, tetapi hukum Islam yang diterapkan di berbagai kerajaan Islam memiliki peran kuat dalam sistem pemerintahan Mughal. Sebagai bentuk dinasti, kerajaan Mughal memiliki kelemahan seperti halnya sistem kedinastian lain. Dalam kerajaan berbentuk dinasti, penguasa tertinggi dilakukan turun-temurun. Akibatnya keadaan kerajaan sangat tergantung pada kecakapan seorang raja dalam memerintah. Hal ini dapat dilihat dalam perjalanan sejarah kerajaan Mughal. Sultan Akbar dapat dinilai sebagai raja yang cakap dalam memantapkan stabilitas pemerintahan dan melakukan akomodasi berbagai kekuatan politik yang menyebabkan perpecahan.

  • Sumber pendapatan negara
  • Pajak merupakan salah satu sumber utama keuangan kerajaan. Pada masa pemerintahan Islam di India, jizya diterapkan sejak pemerintahan dinasti Taghluk (1321--1388). Jizya adalah pajak kepala untuk orang-orang non muslim. Sementara untuk orang Islam, zakat merupakan bentuk pajak menurut syariat Islam. Dengan demikian pada dasarnya baik muslim maupun non muslim memiliki tanggung jawab sama dalam masalah pajak. Kaum non muslim tetap mendapat perlindungan dari kerajaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari maupun dalam menjalankan ibadahnya. Pada masa sultan Akbar, jizya ini dihapuskan dan digantikan dengan pajak tanah. Dengan dibantu seorang Hindu bernama raja Todar Mall, sultan Akbar menerapkan pajak tanah yang nilainya disesuaikan dengan tingkat
    kesuburan dan luas tanah. Pada masa Aurangzeb, jizya kembali diberlakukan.

  • Perubahan Sosial
  • Semenjak Islam masuk ke India, pengaruh mendasar yang utama adalah masalah penghapusan kasta yang telah mendarah daging ratusan tahun lamanya. Islam tidak mengenal kasta, sehingga oleh sebagian masyarakat Islam di India terutama pada kasta rendah, kedatangan Islam disambut dengan senang hati. Dampaknya adalah terjadinya transformasi sosial karena kesetaraan penduduk dalam memperoleh akses ekonomi dan untuk bagian tertentu adalah menjadi pegawai pemerintah dan tentara.
  • Perubahan menonjol lainnya adalah masalah kesetaraan gender. Keberadaan kaum wanita yang selama ratusan tahun menjadi kelompok kelas dua terangkat oleh masuknya Islam di India. Upacara Sati (menceburkan diri ke api seorang perempuan dalam pembakaran mayat suaminya) terus terkikis oleh pengaruh Islam di India. Namun demikian bukan berarti upacara Sati ini terhapus begitu saja di India. Sampai dengan abad XX upacara Sati masih dilakukan oleh sebagian masyarakat India.

  • Seni dan Bangunan
  • Karya sastra
  • Berbagai karya sastra banyak muncul di India pada masa dinasti Mughal. Dalam syariat Islam tidak ada pemisahan antara politik dan ibadah, antara imam dan pemimpin pemerintahan. Tiap sendi kehidupan manusia terintegrasi dalam nilai-nilai agama. Pemimpin kerajaan bukan sekadar melaksanakan roda pemerintahan, tetapi sekaligus sebagai imam yang berpengetahuan keagamaan tinggi dan pantas diteladani. Tidak heran bila karya seni dan sastra yang muncul tidak sebatas

    ditulis para ulama, tetapi juga para raja.

  • Bangunan
  • Pada tahun 1636, sultan Shah Jahan berhasil menguasai dua kerajaan penting, yakni Ahmadnagar dan Bijabur. Pada saat perluasan kekuasaan tersebut permaisurinya Mumtaz Mahal meninggal tahun 1631. Begitu cintanya pada istrinya, Shah Jahan mengenangnya dengan membuat mega proyek makam Mumtaz Mahal yang artinya mutiara istana yang dibangun tahun 1631-1648 dengan melibatkan 20.000 pekerja. Bangunan makam tersebut dilengkapi dengan masjid dan taman dengan arsitek tinggi. Kemasyhurannya sampai di penjuru benua, dan saat ini merupakan salah satu keajaiban dunia. Shah Jahan juga telah membuat rencana bangunan makam untuk dirinya yang rencananya tidak kalah indahnya dengan Mumtaz Mahal. Tetapi wasiat itu tidak dilaksanakan penggantinya
    Aurangzeb yang tidak menyukai kemegahan bangunan. Jenazah Shah Jahan dimakamkan berdampingan dengan istri tercintanya, Mumtaz Mahal.

  • Perkembangan Kepercayaan dan Aliran Keagamaan
  • Masuknya Islam di India bukan tidak menimbulkan masalah konflik kepercayaan. Hal ini sangat wajar mengingat di wilayah tersebut berkembang dua agama besar, terutama Hindu dan Islam. Sikap para penguasa Islam yang berusaha membuat keadilan dalam menjalankan ibadah kadang sulit dilakukan oleh munculnya berbagai kecurigaan dan kesalahpahaman politik. Upaya melakukan akomodasi kedua agama ini pernah dilakukan oleh sultan Akbar dengan melahirkan ajaran baru Din-I-Ilahi tahun 1582, namun tidak mendapat respon positif dari para ulama Islam.

  • Akbar juga memperistri seorang Hindu dengan maksud menghilangkan pertentangan dua pemeluk agama terbesar di India tersebut. Islam dan Hindu yang kadang memunculkan pertentangan tersebut kemudian mendorong munculnya aliran kepercayaan baru yang kemudian berkembang menjadi salah satu agama besar di India. Pada abad XV muncul agama Sikh yang merupakan sinkritisme Islam dan Hindu dengan pemimpinnya yang terkenal dengan sebutan Guru Nanak (1469-1539). Sikh (murid) terus berkembang, dan Guru Nanak laksana sebagai Rasul yang kemudian dilanjutkan oleh guru-guru selanjutnya sampai guru ke sepuluh yakni Guru Govind Singh (1675-1708). Agama Sikh terus berkembang dan mendapat tentangan, baik umat Islam maupun Hindu. Lambat laun penganut Sikh membuat kelompok tersendiri dan berhasil membangun kekuatan baru di Asia Selatan.
  • Kesimpulan

Secara ringkas, sejarah India dapat dibagi kepada beberapa etape, yaitu: Pertama, peradaban di Lembah Indus (Indus Valley Civilization) yang dipelopori oleh agama Hindu. Kedua, zaman kegemilangan Ashoka yang dipelopori oleh agama Budha. Ketiga, di bawah kerajaan Islam, dimulai dari dinasti Lodhi sehingga dinasti Mughal.

Adapun urutan-urutan penguasa kerajaan Mughal, sebagai berikut: (1) Zahiruddin Babur (1482-1530 M), (2) Humayun (1530-1539 M), (3) Akbar Shah I (1556-1605 M), (4) Jahangir (1605-1628 M), (5) Shah Jahan (1628-1658 M), (6) Aurangzeb (Alamghir I) (1658-1707 M, (7) Muazzam (Bahadur Shah I) (1707-1712 M), (8) Azimus Shah (1712 M), (9) Jahandar Shah (1712 M), (10) Farukh Siyar (1713-1719 M), (11) Muhammad Shah (1719-1748 M), (12) Ahmad Shah (1748-1754 M), (13) Alamghir II (1754-1759 M), (14) Shah Alam II (1759-1806 M), (15) Akbar II (1806-1837 M), (16) Bahadur Shah II (1837-1858 M).

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kehancuran daulah Mughal, di antaranya sultan-sultan yang diangkat setelah sultan Aurangzeb adalah orang-orang lemah yang tidak mampu membenahi pemerintahan, ditambah lagi kemerosotan moral, hidup bermewah-mewahan di kalangan elit politik yang mengakibatkan pemborosan dalam pengeluaran uang negara.

DAFTAR PUSTAKA

 

Alauddin. Pendidikan Islam Masa Tiga Kerajaan Islam (Syafawi, Turki Usmani, dan Mughal). Jurnal Ulul Albab. Vol. 14. No. 1. Januari 2012.

Amin, Saidul. Pembaharuan Pemikiran Islam di India. Jurnal Ushuluddin. Vol. 18. No. 1. Januari 2012.

Ashari, Mohamad Zulfazdlee Abul Hassan., dkk. Akbar (1556-1605M) dan Usaha Penyatuan India di Bawah Kerajaan Mughal. Jurnal Al-Muqaddimah Bil. Vol. 1. No. 2. 2013.

Asrori, Mohammad. Menyingkap Peradaban Islam Kontemporer di Anak Benua India. Jurnal el-Harakah. Vol. 11. No. 3. 2009.

Junaidi. Islam di Bawah Kendali Mughal di India. Jurnal Tajdid. Vol. 11. No. 1. 2012.

Miri, M. Djamaluddin. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal. Jurnal el-Harakah. Vol. 11. No. 3. 2009.

Nasution, Syamruddin. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Cet. III. Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau.

Nur, Anwarsyah. 2014. (Seri: Sejarah Peradaban Islam: Imperium Mughal India 1526-1858), DIN-I-ILAHI: Pemikiran Sinkretis Keagamaan Sultan Akbar The Great (1556-1605). Cet. I. Bandung: Citapustaka Media.

Sugiyono., dkk. 2015. Sejarah Kebudayaan Islam. Cet. I. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Supardi. Perkembangan dan Peninggalan Dinasti Mughal di India 1525-1857. Jurnal Istoria. Vol. 5. No. 2. April 2008.

Syauqi, Abrari., dkk. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Cet. I. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Zubaidah, Siti. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Cet. I. Medan: Perdana Publishing (Kelompok Penerbit Perdana Mulya Sarana).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun