Mohon tunggu...
Mochamad Rizky Pangestu
Mochamad Rizky Pangestu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Muda

Saya suka menulis, dan ingin berbagi cerita melalui tulisan-tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sederas Hujan Air Mataku

22 Maret 2021   17:59 Diperbarui: 22 Maret 2021   18:08 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di sisi lain, aku menyadari bahwa tak selamanya kuasa Illahi berbuah manis, adakalanya takdir berkata lain, tak jarang membuat kita menangis. Tapi ego lebih kuat menguasai diri, naluri tetap menolak kesadaran itu, dan aku tetap keras dalam keyakinan pasti lolos! 

Banyak orang mendukungku. Memuji semangatku dan keyakinanku. Tapi, lagi, manusia tak pernah terlepas dari dua sisi. Gagal dan berhasil. Dan harusnya aku juga menyadari akan kegagalan yang bisa dan pasti saja hadir. Tapi, aku tidak.

Hingga harinyalah tiba, sudah sejak kemarin aku tak tenang. Tak sabar menanti keputusannya. Apakah aku lolos atau tidak. Meski dalam hati aku tetap bersikeras. Lolos!

Pukul 15.00 sesuai jadwal, siapa saja yang lolos SNMPTN itu diumumkan di akun resmi LTMPT juga di webiste mirror lain untuk menjaga adanya gangguan di portal resmi LTMPT.

Detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam, aku nanti. Makin dekat makin tak karuan rasa di hati. Gemetar. Aku terus berdoa, semoga takdir  baik berpihak padaku.

Suasana di luar mulai redup. Sendu sekali. Padahal biasanya pukul segini masih ada sinar mentari yang masuk ke jendela kamar. Tapi, ini tidak.

Aku buka handphone, membuka website yang sudah ditentukan dan sudah aku hafal betul. Aku masukkan nomor pendaftaran, dengan bibir yang tak henti berdoa, begitu juga hati berdoa dan makin tak tentu rasa. Jantung kian berdegup kencang. Dan......... Hatiku layu seketika. Ketika warna latar merah bertuliskan TIDAK LOLOS itu benar-benar ada di depan mataku.

Aku bagaikan awan yang sejak dulu menimbun air hujan. Dan kini, turunlah air itu, deras sekali. Aku harap tangis bahagia, namun nyatanya, aku tangis luka dan kecewa.

Seiring derainya air mataku, rintik hujan mulai berjatuhan, kian lama kian deras, sederas hujannya air mataku.

Mengapa takdir berat nian? Aku mengutuk nasib. Bukankah aku yang terlalu berharap? Aku balik bertanya. Ya, aku sadari aku terlalu tinggi harapan  padahal di awal, aku tidak berharap sama sekali. Dan jika sudah begini, ya, aku rapuh, luluh dan hancur.

Menangis lagi, hujani wajahku, derasnya hujan senja ini, seolah menemani tangis haruku, kian deras basahi bumi, sederas hujan air mataku, membasahi pipi, jatuh ke jari-jariku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun