Mohon tunggu...
M Iqbal M
M Iqbal M Mohon Tunggu... Seniman - Art Consciousness, Writter, and Design Illustrator.

Aktif sekaligus pasif bermanifesto, bermalas-malasan, dan memecahkan misteri. Selebihnya, pembebas dari sebuah ketiadaan, tanpa awalan dan akhiran. Kontak saya di @mochamad.iqbal.m

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menghidupi Hidup Sepenuhnya

22 Januari 2021   18:56 Diperbarui: 22 Januari 2021   21:04 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustration by M.Iqbal.M


Oleh: M.Iqbal.M

Mereka hidup, tapi tidak merasa memiliki hidup. Mereka hidup hanya sekedar menghanyut pada kubangan arus tradisi, demi mendapat nikmat, sembari menjadi budak pelayan misteri dan mitologi dari tuan megah yang sebegitu kerdil. Setelah itu, mereka mati dengan meninggalkan seorang anak yang akan mengulangi tradisi yang sudah selesai mereka jalani. Terus-menerus berputar seperti itu.

Apabila direnungi kembali, bukankah itu merupakan aktivitas hidup yang teramat naif sekaligus membosankan?. Jika kau sudah merenungi dan menemui titik kebosananmu, maka cobalah keluar dari kubangan itu, dan mencari makna baru dari ketidak bermaknaan itu---bukan sebagai manusia berlagak dewa atau monster berwujud manusia---melainkan sebagai manusia meniada yang berpikir serta bernurani, yang dapat menakhlukan air liurnya sendiri dan menyadari ke-diri-annya sebagai manusia yang utuh, sembari menggunakan sampan kebajikan tanpa dikte maupun keharusan, untuk melaju mengarungi bentang samudra yang ada pada relung diri dan horizon atmosfer jagad raya.

Tidak perlu cemas. Sampanmu akan menjadi kekal, jika selalu kau rajut kembali dari anyaman spiritual personalmu. Abaikan spiritual lain yang tidak selaras dengan vitalitasmu. Lantaran orang lain pun sudah pasti mengabaikan spiritual yang tak selaras dengan vitalitasnya. Hanya orang yang tidak berpikir dan bernurani'lah yang senantiasa mengangguk ketika disodori spiritualitas yang menggerogoti vitalitasnya, bagai seekor ikan penghuni kolam dangkal, yang terperangkap oleh pesakitan diatas kegembiraan jala mengayun menutup indra perasa.

Kayuh sampanmu menuju derau ombak yang tidak pernah letih itu. Teruslah menyusuri banyaknya tempat yang mengada dihadapan bola matamu. Rasakan angin yang menghembus menerjang tubuhmu. Sadarilah, bahwa kau hanya sebagai sepotong daging yang mungkin akan menjadi santapan ganasnya berbagai makhluk laut yang menghabisimu dalam sekali lahap, atau mungkin akan menjadi bangkai selepas badai yang telah mengoyak dan merobek organ dan pembuluh darahmu. Akan tetapi, amati kembali tenaga yang kau miliki, cerahnya hari dibalik petaka ini, dan heningnya lanskap dibawah gemuruh perairan ini, sehingga kau cepat menyadari bahwa kau berada pada kearifan waktu yang masih berpihak pada genggaman dayungmu.

Apakah kini kau sudah menepi dan mendarat di sebongkah batu karang yang menancap kokoh di tengah hamparan air yang tidak berujung itu?. Jika sudah, coba cermati kedua dinding terumbu yang menjulang tinggi sembari memantulkan panasnya matahari yang menerjang raut wajah dan kepalamu, yang menandakan sudah sepantasnya kau segera bergegas memasuki lorong gelap hitam pekat diantara kedua dinding tersebut. Inilah saatnya kau melebur, bersatu dengan bayang-bayang hidup yang menghantuimu. Hantu yang telah menjadi kawan lama'mu, tanpa ada sedikitpun musuh dibenakmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun