Mohon tunggu...
M. Nur Faiq Zainul Muttaqin
M. Nur Faiq Zainul Muttaqin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peneliti Muda Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN)

Saya yang beridentitas sebagai berikut: Nama : Muhammad Nur Faiq Zainul Muttaqin E-mail :muhammadfaiq737@gmail.com Status : Sarjana S1 Jurusan Muqorona al-Madhahib (MM), Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Walisongo dan Mahasiswa Magister Hukum UNPAM. Pendidikan Non Formal: PonPes Mansajul Ulum Cebolek, Margoyoso, Pati dan Monash Institute Semarang. Jabatan organisasi: Kader/Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang 1. Sekertaris Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Kepemudaan (PTKP) HMI Cab. Semarang (2018-2019) 2. Sekum Badan Pengelola Latihan (BPL) HMI Cabang Semarang (2017-2018) 3. Kabid Komunikasi dan Advokasi Masyarakat HMI Komisariat Syariah (2016-2018) Kegiatan di Masyarakat 1. Direktur Eksekutif rumah perkaderan Darul Ma’mur (DM) Center 2. Peneliti Senior di LembagaStudi Agama danNasionalisme (LeSAN) 3. Mentor program Sahabat MudaNurul Hayat (NH) 4. Guru TPQ al-Syuhada Bukit Silayur Permai (BSP)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penyebab Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

1 Agustus 2021   13:31 Diperbarui: 1 Agustus 2021   13:43 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembuat hukum

Yang pertama mempengaruhi kebijakan hukum suatu negara adalah pembuat hukum. Lembaga yang berwenang membuat perundang undangan adalah lembaga legislatif (MPR, DPR, DPRD). Di Negara Indonesia lembaga legislatif lebih dikenal dengan nama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota. Selain itu lembaga eksekutif juga dapat membuat hukum khusus seperti perpres,perpu dan perda.

Perlu dikritisi, bahwa produk hukum yang dibuat oleh lembaga yang berwenang belum tentu itu untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan. Karena bisa jadi, produk hukum yang dibuat adalah hasil kesepakatan untuk kepentingan orang-orang tertentu. Bisa kepentingan politik atau kepentingan bisnis. Bisa kepetingan penguasa, partai, korporasi, atau bahkan kolaborasi kepentingan ketiganya. Produk hukum itu, bisa jadi alat untuk melanggengkan kekuasaan dan penguasaan ekonomi. Produk hukum yang seperti hanya menguntungkan para elite dan membuntungfkan para kaum rakyat jelata.

Menkopolhukam Mahfud MD, mengatakan terdapat sejumlah permasalahan yang dihadapi Indonesia sebagai negara hukum. Ia menyebut aturan hukum di Indonesia bermasalah karena adanya dasar hukum yang dibeli.

"Problem kita itu sekarang dalam membuat aturan hukum itu sering kacau balau, ada hukum yang dibeli, pasal-pasalnya dibuat karena pesanan itu ada. UU yang dibuat karena pesanan, perda juga ada, disponsori oleh orang-orang tertentu agar ada aturan tertentu," kata Mahfud. Namun Mahfud tak merinci UU/pasal/Perda pesanan itu.

Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan memang terdapat sejumlah indikasi adanya RUU yang sengaja dibuat sesuai keinginan pihak tertentu. Dia menyebut Revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 yang disahkan DPR dan pemerintah merupakan salah satu UU yang dibuat karena pesanan.

"Banyak sinyalemen, banyak RUU lain juga mengalami proses yang sama. RUU KPK saya kira juga masuk dalam kategori siluman itu," kata Lucius di Kantor Formappi, Jakarta Timur, Kamis (19/12).

Produk Hukum

Yang kedua yaitu produk hukum. Salah satu ciri dari negara hukum salah satunyta adalah positivisme hukum. Positivisme hukum dapat mempengaruhi penegakan hukum. Hal ini, karena aliran ini berpendapat bahwa hukum harus tertulis, sehingga tidak ada norma hukum di luar hukum positif.

Pola positivisme hukum berakibat pada penegakan hukum hanya terbatas pada ketentuan undang-undang saja dan tidak berkehendak menegakan keadilan dengan substansi hukum. Jika hal ini dilakukan dan dijalankan sebagai dasar, penegakan hukum bagaikan menggunakan kaca mata kuda dalam penegakan hukumnya. Ini sangat berbahaya berbahaya, karena para penegak hukum tidak dapat membedakan kesalahan antara yang prosedural dan substansial  dalam penyelesaian kasus yang dihadapi. Ini dikarenakan, penegakan hukum hanya berpegang teguh pada "rule and procedure"-nya saja. Tetapi, tidak mendalami hukum dibalik kenyataan yang sesungguhnya.

Aliran positivesme ini seperti mesin mekanis dan otomatis. Bekerja dalam penegakan hukum dengan rasa keadilan dan kebenaran yang seharusnya ada. Penegakan hukum yang bersifat matematis ini berbahaya jika dihadsapka pada relitas masyarakat sekarang yang budayanya matrealis. Sangat berbahaya bagi pencari keadilan dengan ekonomi terbatas, karena tidak ada kesempatan untuk menjelaskan permasalahan hukum karena minimnya biaya. Berbeda bagi kelompok ekonomi yang mapan dan kuat. Mereka bisa berkongkalingkong ke sana ke mari. Mempengaruhi kemanapun seenaknya sesuai keinginannya sepanjang penegak hukum mau bekerja sama. Positivisme hukum hanya memberikan kelebihan-lebihan terhadap kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun