Jikalau hal di atas tidak terjadi. Ketimpangan ekonomi yang parah tetap akan menciptakan jurang pemisah dan membuat kelas sosial yang mencolok dalam suatu negara. Jika hal ini tidak segara ditangani oleh pemerintah, justru akan menciptakan kecemburuan sosial dan terjadi hal-hal yang lebih buruk dan tidak diinginkan. Salah satunya, adalah pengambilalihan paksa aset oleh masyarakat yang menuntut keadilan.Â
Walaupun, di sisi lain. Kita juga jengkel dengan sebagian besar masyarakat kita yang cara berfikirnya konsumtif, kurang produktif, dan kurang kritis. Sehingga, akhirnya cara berfikir merekalah yang dimanfaatkan oleh kapitalis untuk dijerumuskan dalam sistem yang akan menguntungkan mereka.Â
Islam dan NKRI, dalam Mengatasi ketimpangan Ekonomi
Dalam sejarah Islam, telah jelas digambarkan bagaimana perjalanannnya. Islam adalah agama rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam(QS. 21: 107)), didasari oleh aqidah dan syari'ah. Islam sangat mengedepankan keadilan (QS.16:90) dan membenci ketidakadilan dalam hal apapun. Islam juga punya misi mengentaskan perbudakan/penjajahan dalam kemanusiaan (QS.90:11-13).
Sehingga, dalam hal ekonomi Islam menerapkan zakat (QS.2: 43). Â Islam telah menetapkan zakat sebagai kewajiban dan menjadikannya sebagai salah satu rukunnya yang ke-3 serta memposisikannya pada kedudukan tinggi lagi mulia (QS.9:18). Agar, orang kaya tidak semakin berkuasa dalam kekayaannya dan mau membantu sesama masyarakat. Adapun bagi rakyat miskin akan terbantu, dengan hasil zakat yang didapat dapat digunakan untuk meringankan hidup mereka.
Sedangkan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam hal ini pemerintah sebagai penanggung jawab pelaksananya mempunyai tugas untuk mengentaskan ketimpangan ekonomi yang terjadi. Â Contoh untuk mengatasi kegagalan pasar (market failure) seperti kekakuan harga, monopoli, dan eksternalitas yang merugikan, maka peran pemerintah sangat dapat melakukan bentuk intervensi secara laungsung maupun tidak langsung.
Yang terjadi sekarang ini adalah ketidak merataan ekonomi. Â seperti yang dinyatakan Ekonom dari Universitas Gajah Mada (UGM) Mudrajad Kuncoro yang mengatakan, bahwa sebanyak 40% kelompok penduduk berpendapatan terendah makin tersisih, karena hanya menikmati porsi pertumbuhan ekonomi 19,2% pada 2006, makin mengecil dari 20,92% pada 2000. Sebaliknya, 20% kelompok penduduk terkaya makin menikmati pertumbuhan ekonomi dari 42,19% menjadi 45,72%. Sedangkan ini terjadi karena adanya ketidak beresan dalam pengawasan dan pengaturan negara. Tingginya angka kemiskinan nasional antara lain akibat adanya monopoli kepemilikan aset ekonomi oleh segelintir orang.
Maka dari itu, pemerintah harus memberikan berbagai solusi. Yaitu, mulai membatasi kekuasaan segelintir elit itu, agar tidak hanya selalu semakin memperkaya mereka. Agar, tidak dianggap oleh masyarakat bahwa tanah negara ini hanya milik mereka. Tetapi juga mampu dibuat sistem agar ekonomi itu bisa dibagi untuk juga dikelola masyarakat. Kemudian, masyarakat juga harus dibuatkan regulasi yang mempermudah mereka agar mereka mampu menjadi pelaku usaha, bukan hanya dijadikan target sebagai konsumen oleh penguasa ekonomi yang jumlahnya sedikit itu. Diberikan akses seluas-luasnya agar mendapatkan edukasi yang membuat mereka menjadi masyarakat kritis, produktif, dan kreatif yang mampu membangun ekonomi negara. Karena, kemampuan membangun ekonomi itu adalah tentang mental. Dan mental itu bisa dibangun.
 Pemerintah harus dapat mengembalikan 'ekonomi kerakyatan' seperti yang telah digagas oleh Bung Hatta. Pemikiran mengenai pentingnya perekonomian yang berpihak kepada rakyat menjadi dasar bagi lahirnya Pasal 27 dan 33 Undang Undang Dasar 1945. Kedua pasal tersebut sekarang menjadi dasar pertimbangan dilahirkannya Undang Undang Perkoperasian (UU Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992) dan Undang Undang Usaha Kecil dan Menengah (UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008). Dengan demikian, sebenarnya konsep sudah ada. Maka dari konsep yang sudah ada ini, pihak yang berwenang atau bertanggung jawab untuk sesegera mungkin mempertegas dan mengawasi perjalanannya.