Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Rezim Apollo, Analogi Demokrasi Kita

1 September 2021   20:20 Diperbarui: 14 September 2021   18:27 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apollon and the Nymphs (Franois Girardon - Marble)

Bila tidak ada demokrasi yang mengatur secara paksa, petahana akan berkuasa selama masih bernafas, tak ada segan menyegan atau basa basi dalam politik kekuasaan. Oligarki selalu mencari akal untuk memanjang-manjangkan umur rezim dengan narasi error mereka.

Demokrasi dijalankan dengan menabrak logika, etika, dan estetika secara sekaligus. Sebagai Zeus di bumi, mereka menyiapkan Apollo sang putera mahkota, kalau-kalau kekuasaannya dirusak oleh para politisi Spartan. Zeus boleh tumbang, tapi Apollo akan meneruskan dinasti atau paling tidak satu irisan dari kekuasaan.

Sebagai ayah para dewa, Zeus menginginkan yang terbaik untuk putera mahkotanya, tidak untuk menjerumuskannya. Kekuasaan itu sangat hedon, seorang ayah (bahkan oleh ibu untuk anak perempuannya) paham betul dengan ekstase kekuasaan yang pernah ia rasakan, sehingga harus juga dirasakan oleh anak biologisnya.

Maka demokrasi ala feodal dan politik dinasti melenggang kangkung di atas altar suci demokrasi tanpa ada rasa bersalah, bahkan malu.

Politik dinasti adalah cara klasik yang seringkali dimaafkan untuk merampok kesempatan orang lain dalam kontestasi demokrasi. Tidak ada dalil yang dapat membenarkan lelaku ini baik secara logika, etika, dan estetika dalam domain demokrasi.

Demokrasi diterjemahkan secara banal sebagai kontestasi dan orkestrasi belaka. Demokrasi lahir untuk membatalkan monarki, bukan menyamarkannya. Dan siapapun yang mengaku menjunjung demokrasi hari ini, mereka telah berdusta, atau bahkan tidak pernah tahu bahwa mereka berdusta.

Kondisi bernegara di manapun selalu serba tanggung. Tanpa diganggu oleh oligarki dan feodalisme, demokrasi sendiri punya titik lemah.

Demokrasi tampak moderat karena  mendahulukan keterwakilan (rakyat) tapi ia mengabaikan kepakaran. Selalu ada celah bagi masuknya kenaifan ke dalam sistem sebagai hasil menggelikan dari proses elektoral.

Sedangkan aristokrasi atau republikan, yang konservatif dan waskita, lebih mengutamakan kepakaran tapi mengabaikan keterwakilan. Mereka menutup celah bagi kelas inferior untuk memasuki wilayah kekuasaan.

Andai keduanya, demokrasi dan aristokrasi berada pada campuran yang tepat dengan membuang unsur minornya, kita sedang memasuki kondisi ideal sebenarnya. Tapi apa? Sedangkan Apollo akan kembali membangun rezim untuk Apollo berikutnya. ~MNT                                                                                   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun