Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hanya dengan Cara Ini Indonesia Dapat Mengejar Singapura

15 Januari 2021   19:21 Diperbarui: 17 Januari 2021   08:46 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: futurism.com

Saya selalu menyukai paradoks. Mungkin banyak yang bosan, saya terus mengulang-ulang kata ini. Saya berpikir kita harus terus merawat dialektika. Setiap pikiran dan cara tindakan tidak layak divonis mati. Kali ini kita bicara tentang sistem bernegara.

Bukan sistem bernegara yang telah baku dan ideologis, lebih tepatnya cara merawat dan memulihkan Negara. Kita sedang tahu, negeri ini tidak baik-baik saja. Dinamika politik selalu menyerupai air yang dijerang, mendekati titik didih. Yang perlu dilakukan Negara adalah lebih banyak mendengar suara-suara di luar istana, ketimbang memukul mundur atau melumpuhkan.

Rakyat sedang butuh pembuktian, bukan tangkisan. Oposisi punya tabiat menyerang, maka yang dibutuhkan adalah mereduksi setiap alasan penyerangan. Sampai mereka tidak lagi punya alasan yang logis. Jadilah terus baik dan adil. Melakukan hal yang benar, dan lakukan dengan benar. Do the right thing and do the thing right.

Saatnya pula, oposisi meninggalkan kultur parlemen jalanan, show of force dengan kerumunan, dan jumawa sebagai orang langit yang suci bersih tanpa noda. Saatnya gunakan jalan elegan. Masuklah ke dalam parlemen dengan tertib melalui jalan yang ada: demokrasi elektoral. Lakukan perubahan dari dalam. Siapkan bibit bobot generasi pilih tanding dan naiki gelanggang cara konstitusional. Sampai mereka tidak lagi punya alasan yang logis.

Sekeras apapun teriakan di luar pagar, tetaplah sebuah teriakan. Kafilah tetap berlalu. Lakukan cara senyap, hukum positif punya logikanya sendiri. Ikuti logika itu dan fokus kepada musuh bersama (public enemies). 

Siapa musuh bersama kita? Ialah kawanan oligarki yang membuat pengaturan bagi hanya kepentingan diri dan kelompoknya. Dengan taringnya mereka mengisap urat nadi Negara karena dua alasan: pertama haloba dan kedua, memenuhi pundi untuk belanja besar pada kenduri demokrasi periode berikutnya. Inilah lingkaran setan jahat para pekerja demokrasi. Cukup menjadi manusia untuk tidak berpihak kepada oligarki, atau Anda bagian dari mereka.

Secara teori, demokrasi adalah cara terbaik. Yakni memberikan kesempatan kepada setiap kepala untuk berpendapat dan memilih. Setiap individu punya nilai dan martabat sebagai manusia. Maka secara logika, demokrasi seperti abang kandung bagi kapitalisme, yakni suatu sistem yang memberikan hak penuh kepada setiap individu menjadi sangat kaya, dengan hak kepemilikan pribadi secara penuh pula. Sesuatu yang bertolak belakang dengan idelologi komunisme, di mana negara adalah otoriter sentralistik dan rakyat tidak memiliki kekayaan pribadi.

Ternyata demokrasi terlalu futuristik. Entah berapa ratus tahun lagi, rakyat bisa memakai kepalanya sendiri secara mandiri dan analitis, tanpa doktrin, hasutan, dan uang. Tanpa mengedepankan politik identitas dan feodalisme. Atau sistem dibuat sangat ketat, sehingga siapapun kandidat yang muncul, mereka adalah anak bangsa terbaik.

Jikapun kemudian rakyat salah tebak, siapapun yang kemudian terpilih pastilah figur terbaik. Jika Superman kalah, pasti pemenangnya Batman atau Thor, sama hebatnya. Mereka harus  teruji secara ilmiah, bukan cara dongeng, rekayasa sosial, hiperbola dan kultus individu. Jika ada parpol yang mengirim maling ke dalam Negara, ketua partai dan yang berkompeten lainnya harus disanksi pidana, agar tidak terulang terus dan terus. Sanksinya akan dilipatgandakan, bila mereka sekaligus otak pelaku.

Komunisme yang penuh terlihat angker dan menyedihkan, seperti Korea Utara dan lingkaran Soviet. Komunisme memiliki sejarah pembangkangan berdarah terhadap kapitalisme sekaligus kolonialisme. Pada masanya, mereka cukup berguna. Sampai akhirnya komunisme runtuh dan dikucilkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun