Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia dan Gelas Kemungkinan

11 April 2020   11:02 Diperbarui: 21 April 2020   21:54 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: whicdn.com

Dahulu sosialisme ingin mengambil alih dunia melalui mesin uap dan listrik untuk mengoreksi sisi hitam kapitalisme klasik. Nanti-nanti sekte pemuja tekno akan menaklukkan dunia melalui algoritma dan gen-gen. Mereka akan menabur hadiah yang sudah lama tertunda: kemakmuran, kebahagiaan, perdamaian, bahkan hidup abadi.

Humanisme sebagai aliran pemujaan terhadap martabat manusia tumbuh pada abad 19 dan 20, ketika revolusi industri berjalan seperti kura-kura. Tapi tidak di era ini, alasan-alasan yang dibuat sudah tidak cukup kuat, manusia yang diagungkan di atas bumi adalah tempatnya silap, sedangkan teknologi berlari di belakang cahaya.

Pula, akibat dosa turunan berabad-abad ketika filsafat sekonyong-konyong diambil alih oleh politik. Lalu demokrasi sebagai puncak karya humanisme - dan pada saat bersamaan kapitalisme mengangkat demokrasi sebagai teman dalam selimut - akan punah karena terbukti tidak cakap memilih apapun sebaik mesin pengerkah data. Tentu saja di samping sebagai akar perpecahan berbiaya fantastis. Dan ketika nilai suara seorang profesor sama dengan manusia setengah gila.

Yang paling radikal dari aliran tekno adalah agama Data. Dalam satu ayatnya, agama ini mendalilkan bahwa manusia telah menamatkan tugas kosmis mereka dan segera memindahkan tongkat estafetnya kepada entitas robotik yang akan setingkat dewa.

Aliran tekno memberi jalan kepada mesin kecerdasan buatan (super atrificial intelligence) untuk memiliki kesadaran sendiri, dan yang paling tidak sabar dari mereka, akan melakukan genosida terhadap ras manusia seperti yang dilakukan Skynet dalam Terminator.

Tentunya kita akan memihak kepada kredo lebih konservatif yang dipanggil sebagai tekno-humanisme. Aliran ini akan memenangkan sisi humanisme dan menetapkan dengan paksa agar teknologi selalu berada di bawah kendali manusia. Artinya memaafkan ras manusia dan memicingkan mata atas semua kedaifannya sebagai makhluk fana yang kikuk dan tertatih sekaligus perusak tatanan bumi.

Meski aliran ini membenarkan bahwa manusia telah menghabiskan lintasan sejarahnya dan tidak lagi releven di masa depan, tapi menyimpulkan bahwa teknologi itu dapat diperalat untuk menciptakan manusia unggul yang tetap mempertahankan fitur-fitur klasik kemanusiaanya.

Guru-guru hi-tech di Lembah Silikon sedang menyeduhkan untuk kita semua dan menuangkannya ke dalam gelas kemungkinan yang dapat dilakukan oleh teknologi untuk memuaskan angan-angan manusia. Teknologi sedang diberi waktu untuk memanjakan manusia sepanjang sisi humanisme ini tetap bekerja.

Kegelisahan klise akan lagi muncul, tidak mungkin teknologi mampu melayani miliaran manusia sekaligus. Tekno-humanisme akan tetap diterjemahkan sebagai dongeng pengantar lelap bagi mereka yang tidak untuknya. Ketika manusia-manusia beruntung usai mentransformasi dirinya menjadi manusia super, dunia ini tetap seperti sebongkah kapal Titanic.

Di atas kapal di ruang pesta mereka berdansa dengan sihir melodius musik klasik humanism. Di bawahnya, di ruang pembakaran mesin uap, manusia-manusia berdebu penuh keringat bekerja keras untuk memastikan kapal mewah itu dapat melintasi Atlantik. Atau mereka yang memakai baju sederhana di kabin kelas 3 dengan pesta murah dan sesekali mendongak ke atas penuh selidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun