Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bung Karno, Kennedy, dan Kita

17 November 2019   15:18 Diperbarui: 18 November 2019   11:04 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soekarno dan JF Kennedy (F: jfklibrary.org)

Indonesia adalah panggung pertarungan antara komunisme dan kapitalisme. Banyak spekulasi beredar tentang beralihnya kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto.

Setiap pemimpin ada zamannya. Soekarno adalah figur yang paling tepat dalam membangun tubuh nasionalisme dan ideologi Negara pasca kolonial. Dari ceking menjadi berotot. Seperti Napoleon Bonaparte dianggap tepat, ketika Prancis ingin lepas dari cengkaman rezim kuno feodalisme, atau George Washington yang melayani revolusi agung Amerika.

Tapi Indonesia butuh makan. Bagaimana bisa terus memanggul senjata dan berteriak anti imperialisme dengan perut kosong. Temui orang-orang tua dulu, mereka dengan fasih akan menceritakan pedihnya ekonomi zaman konfrontasi. Indonesia mengalami hiperinflasi dalam masa-masa genting Soekarno.

Di sini Soeharto adalah orang yang tepat berikutnya. Indonesia butuh darah segar, dan the smiling general ini membuka keran infus untuk mengalirkan darah kapitalisme global ke Indonesia. Indonesia lalu menjadi macan di Asia.

Adagium Lord Acton yang berbunyi "Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely" memerangkap Soeharto dan kroninya yang terlalu betah dalam tiga dekade.

Soeharto mundur oleh banyak skenario, dan tidak lepas dari kontradiksi opini internasional. Lalu siapa yang tepat di zaman reformasi ini? Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY atau Jokowi? Seluruhnya tepat, sebagian, hanya satu atau tidak sama sekali, silakan beropini cara internasional.

Tidak perlu memberi jawaban bila perlu, karena zaman sudah bergulir terlalu cepat. Tepat tidak tepat tidak ada bedanya. Yang akan selalu sama, seperti Soeharto, mereka dikitari oleh kroni-kroni korup yang lebih gila dan canggih agar bisa sejajar dengan zamannya.

Indonesia ini seperti bola kosmos yang sudah menggelinding tepat pada orbitnya. Reformasi bersamaan dengan lepasnya zaman kilang menuju tekno digital. Semua ceruk dibanjiri oleh infromasi. Informasi tanpa tapisan yang menumpuk dalam tong sampah peradaban.

Post truth atau politik pascafakta atau era dusta juga berkembang di masa ini. Dunia berjalan secara robotik, para pemimpin dunia sering mengutamakan emosi dan keluar dari inti kebijakan. Emosi telah mengaduk cara berpikir seperti Brexit atau perang dagang China - Amerika.

Dunia sedang menuju keseimbangan palsu. Indonesia pula sedang memajukan bidang debat yang dangkal dalam siklus diskusi terbatas dan kebisingan sosial media.

Bila 57 tahun lalu Kennedy sudah bisa mengajak Amerika pergi ke bulan, kita hari ini sibuk menaikkan pungutan dengan ancaman berdalih defisit anggaran. ~MNT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun