Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Simfoni dari Negeri Berantakan

28 Juli 2019   09:03 Diperbarui: 7 Agustus 2019   09:14 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Unsplash/Karim MANJRA @karim_manjra

Sistem itu -seperti ditulis Eko Laksono seorang pemerhati kota -bernama Total Quality Management yang berasal dari ahli statistik bernama Edward Deming. Jepang juga bahkan mengembangkan teknologi transistor dan robotik lebih cepat dari Amerika sendiri. Pada tahun 1980, Sony telah menguasai Amerika, dan perusahaan-perusahan otomotif-nya, Toyota dan Honda nyaris menghancurkan Detroit.

Kunci akselerasi peradaban bukan hanya dari sistem pendidikan, pembangunan sekolah dan perpustakaan, tapi juga oleh pengaruh pemimpinnya yang menginspirasi anak bangsanya untuk menjadi pembelajar dengan impian yang besar untuk kembali bangkit.

Singapura yang sempat berkembang di bawah pendudukan Inggris, di awal kemerdekaannya pada tahun 1965, justru terancam kolaps dan tanpa sumber air. Tak seorang pun yakin bahwa Singapura yang sangat kecil dan nyaris tak punya kekayaan alam itu akan bisa survive sebagai sebuah negara.

Tidak hanya bertahan, tapi negeri kecil ini membuat lompatan perkasa. Ia seketika menjadi negara termaju, tersukses dan paling makmur di dunia. Negeri ini isi perut buminya kosong, tapi mampu mengekspor keunggulan strategi manajemen pengelolaan kotanya ke sejumlah negara maju.

Lee Kuan Yew-lepas dari stigma sebagai penyingkir pribumi-adalah ibarat mesin penyintas, di bawah komandonya, Singapura yang layu kemudian memiliki kekuatan ekonomi pasar yang sangat maju, yang secara historis berputar di sekitar perdagangan entrepot. Bersama Hongkong, Korea Selatan dan Taiwan, Singapura adalah satu dari Empat Macan Asia.

Pemimpin bangsa lainnya seperti Park Chung-hee (Korea Selatan) dan Lula da Silva (Brazil) adalah contoh negarawan yang bisa membingkaskan bangsanya dari titik terpuruk menjadi salah satu bangsa yang ekonominya kuat di dunia.

Lepas dari kolonialisasi Inggris pada 1966, Bostwana hanya punya jalan sepanjang 1,5 kilometer, namun ketika negeri Afrika yang terkurung oleh daratan ini dikendalikan oleh Bamangwato dan Quett Masire sebagai presiden keduanya, Botswana telah memiliki perkembangan tercepat di dunia dalam standar hidup dan saat ini tercatat sebagai tempat safari paling dahsyat dari benua hitam.

Mereka berasal dari luluh lantak dan sumber daya alam yang tak dapat dibanggakan (kecuali Bostwana yang kaya intan, namun sangat terpencil dan primitif), berbeda jauh dengan kita bangsa Indonesia. Nestapa dari titik paling nadir itu tidak membuat mereka berhenti tapi tumbuh penuh pesona. Darinya tercipta simfoni hebat seperti Fur Elise.

Ruangan sepi perabotan dan berantakan dan sebuah piano kecil seukuran anak-anak telah dijadikan oleh Ludwig van Beethoven untuk menulis opera pertama dan satu-satunya, Fidelio, serta komposisi pendek yang manis berjudul Fur Elise.

Dia tahu dia akan tuli dan menderita karena kehilangan satu indera terpenting dalam dunianya. Namun ketulian itu tak menganggu produktifitas kreatif Sang Maestro. Was ist mit dir Indonesien? ~MNT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun