Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Benang Merah antara Jack Ma dan Sumur Zamzam

4 Maret 2019   16:31 Diperbarui: 4 Maret 2019   19:51 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jack Ma (images.livemint.com)

Dan tidak ada bangsa di dunia yang melewati masa-masa emas - golden age-berketerusan. Bangkit, terpuruk, tidur panjang, zaman kegelapan, aufklarung, stagnasi, bahkan kuldesak atawa jalan buntu akan menghampiri setiap tamadun baik secara zigzag atau linier. Mereka hadir dalam bentuk romansa, kekinian dan ekspektasi.

Genius - genius peminum teh di Hangzhou nyaris seluruhnya tertambat di masa lalu, dalam bentangan panjang yang pelan, dimulai dari filsuf Konfusius, seratus tahun sebelum Socrates hingga kejayaan Dinasti Song yang melahirkan banyak genius. Rezim otoriter kemudian mengekang kreatifitas sehingga tidak tersisa orang Hangzhou yang secerdas moyangnya. Kecuali satu: Jack Ma.

Hal lain yang didakwa sebagai penyebab tertambatnya tunas-tunas Hangzhou dalam arus global adalah bahasa. Tulisan Mandarin atau sejenisnya terdiri dari ribuan karakter  atau ideogram.

Hal demikian menurut Eric Weiner menyebabkan banyaknya ruang serebrum yang dibutuhkan untuk mengingat semua karakter itu, hanya sedikit tersisa neuron bebas untuk berpikir kreatif. Tidak seperti bahasa Inggris atau Prancis, misalnya, bahasa Cina tidak membuka diri terhadap improvisasi atau kata. Karakter itu, berarti karakter itu.

Jack Ma mungkin tidak segenius buyutnya Su Tungpo atau Shen Kuo, tapi dia mengeram telur kreatifitas masa lalu dan menetaskannya bersamaan dengan kreatifitas kekinian. Ma adalah salah satu taipan terjaya di China dari kedai digital Ali Baba yang tak terkalahkan.

Ia adalah Steve Jobs berkulit kuning yang tidak terlalu taklid pada romantisme teh, sesekali atau banyak kali, ia menyesap kopi Amerika. Dengan nilai kekayaan ratusan miliar dolar, Ma menjadi berani untuk blak-blakan bagaimana kreatifitas Hangzhou terhambat oleh pengekangan rezim.

Dengan berat hati harus dikatakan, bahwa kopi adalah pemenangnya. Eropa tidak akan cukup dibangkitkan dengan teh yang reaksi kafeinnya beringsut, karena Eropa yang kolot-seperti menuding semua ilmuan sebagai tukang sihir dan mengejar-ngejar Galileo karena mangatakan bumi bundar sekaligus mengelilingi matahari-butuh bergegas sebelum langit runtuh.

Lalu siapa pahlawannya? Mereka adalah genius-genius bersurban, penunggang unta, dan di bawah buminya yang tandus mengalir mata air ajaib: Zamzam.

Kopi itu tidak serta merta turun dari ketinggian untuk membangunkan Eropa. Pada 1000 SM, saudagar Sahara membawa masuk biji kopi dari Ethiopia ke Timur Tengah dan membudidayakannya pertama kali dalam sejarah. Kopi awalnya dibuat di Yaman sekitar abad ke-9 untuk membantu kaum Sufi tetap terjaga hingga larut malam.

Pada 1453, Ottoman Turki memperkenal minuman kopi di Konstantinopel. Di sana dibuka kedai kopi pertama di dunia bernama Kiva Han pada tahun 1475. Pada 1511, kopi dianggap minuman yang suci oleh Sultan Mekah sebagai tindak lanjut dari aksi Khait Beg yang ingin melarang peredaran kopi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun