Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hukum Besi Oligarki

18 Februari 2019   12:02 Diperbarui: 19 Februari 2019   22:58 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: bluestatedaily.com

 

Bila kita tidak dijajah Belanda, mungkin kita dijajah imperium monarki mana saja yang bisa menyintas dari tembakan senjata api. Selama di sana ada hukum besi oligarki, maka tidak ada yang berbeda.

Kita boleh mengutuk kolonialisasi Eropa, tapi sebelum itu kita berada di bawah rezim hegemoni kolosal yang membungkam. Ketika mengumpat soal kejinya imperium Britania Raya, orang-orang India memuja-muji warisan keagungan Mughal dan Delhi yang juga merupakan penakluk asing.

Tapi begitu mereka tersadar, bahwa budaya otentik mereka bukan dari sana, mereka justru terjebak kepada romantisme silam dari Kerajaan Gupta, Kushan, dan Maurya yang menindas. Seperti bila kita yang syahdu dalam pelukan sejarah Melaka dari dinasti Sang Sapurba yang juga orang asing, dan sebelum itu meringkuk dalam jajahan Sriwijaya dan Majapahit.

Dalam menjalankan sembari melama-lamakan kekuasaannya hingga ke garis keturunan tak hingga, seorang penguasa dan barisannya akan melakukan apa saja. Mulai dari tangan besi oligarki, praktik ekonomi yang ekstraktif, upeti tinggi dan kerja paksa. Bahkan dengan cara memelihara kebodohan.

Cara terakhir ini pernah dilakukan banyak tiran, dengan melumpuhkan sejumlah proposal teknologi tinggi agar kekuasaannya tetap sejati. Di antara tahun 69 sampai 79 Masehi, Kaisar Vespasianus pernah didatangi seseorang yang menemukan alat pengungkit untuk mengangkut pilar-pilar raksasa ke lokasi pembangunan Capitol, sebuah kastil megah di kota Roma.

Proposal itu ditolak, karena sang kaisar tak ingin terjadi pemecatan besar-besaran terhadap tenaga pengangkut yang dapat berujung kepada ketidakstabilan politik. Sementara Kaisar Tiberius menghabisi seorang penemu kaca anti pecah, karena kuatir harga emas akan terpuruk, setelah memastikan tidak ada orang lain yang sudah mengetahui formula tersebut.

Inovasi telah memunculkan penghancuran kreatif yang ditakuti akan merusak stabilitas politik yang mengancam kekuasaan. Sikap seperti ini yang kemudian menjadi cacat sejarah, sehingga perkembangan teknologi dunia mengalami stagnasi dalam ribuan tahun.

Ketika Romawi masih berbentuk republik (510 SM - 49 SM), negara ini memiliki catatan laju inovasi yang mencengangkan seperti teknik konstruksi, semen, pompa dan kincir air, persenjataan logam, tradisi baca tulis hingga alat pembajak tanah. Namun begitu munculnya era kekaisaran Romawi (49 SM - 476 M), semua inovasi seolah dibungkam karena diyakini akan meruntuhkan tahta raja.

Embrio industrialisasi tekstil dunia setidaknya dimulai dari seorang William Lee yang ingin membebaskan bangsanya dari rutinitas merajut topi secara manual dan membosankan. Sayangnya alat bernama stocking frame itu ditolak mentah-mentah oleh Ratu Elizabeth I (1558 -- 1603).

"Kau terlalu ambisius, Master Lee. Coba bayangkan dampak yang ditimbulkan mesin buatanmu itu terhadap rakyatku yang hidup melarat. Mereka pasti makin sengsara sebab mesinmu itu jelas-jelas membuat mereka menganggur dan akhirnya menjadi peminta-minta".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun