Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Ramadan, Antara Humanisme Religi Vs Sekuler

9 Juni 2018   13:06 Diperbarui: 6 Juli 2018   16:22 2270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.pritikin.com

Bagi eksistensialis, kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, sehingga batasan dari kebebasan dari setiap individu hanyalah kebebasan individu lain.

Maka di dalam zona Ramadan, pikiran kita yang mungkin terhegemoni oleh eksistensi yang dibangun oleh filsafat barat dapat segera dinetralisasi, sebab Ramadan sepenuhnya otoritas Tuhan. Orang berpuasa tidak diberi sedikitpun kebebasan untuk menentukan anasir benar dan salah bagai eksistensialis, kecuali sudah digenggam penuh oleh Allah.

"Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untukKu dan Aku yang akan membalasnya," demikian firman Allah dan hadist Qudsi.

Sehingga dalam Ramadan, dalil filsuf Sartre bahwa eksistensi mendahului esensi dapat dipatahkan di sini. Karena dalam Ramadan - dan memang semestinya dalam iman - bahwa esensi manusialah yang mendahului eksistensinya.

Esensi sendiri adalah landasan dasar manusia yang tak bisa diubah-ubah yang terikat aturan Tuhan, sedang eksistensi adalah pilihan bebas. Bagi manusia bertuhan eksistensinya akan dipandu oleh esensinya sebagai penghamba Tuhan.

Para filsuf yang menganut mazhab eksistensialisme mungkin hanya meletakkan eksistensi pada prinsip fenomonologis yang berdasarkan hanya kepada fenomena yang tertangkap oleh kesadaran pengalaman indera manusia. "Cogito ergo sum:aku berpikir maka aku ada," kata Descartes.

Dengan kata lain, manusia tidak lagi ada ketika mereka berhenti menangkap fenomena untuk memandu eksistensi mereka.

Ramadan telah mengajak seorang Muslim pulang kepada pengembaraan spritualitas yang hakiki. Sadar atau tidak, kita yang saban waktu melakoni diri sebagai makhluk materialis bahkan begitu taklid kepada eksistensialis, Ramadan dapat dijadikan momentum untuk mengenal esensi.

Sebagai makhluk beragama yang melaksanakan ibadah sebatas ritual kosong bahkan narsistik, Ramadan dapat menjadi terminal kontemplatif untuk memperbaiki tujuan-tujuan ibadah.

Ramadan secara universal akan mendatangkan nilai tambah bagi hubungan theosentris kita sebagai hamba Allah dan hubungan antroposentris sesama Muslim dan sesama makhluk.  ***

Muhammad Natsir Tahar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun