Mohon tunggu...
Muhammad Naufal
Muhammad Naufal Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Islam, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Instabilitas Nilai Emas dalam Perekonomian Modern

19 Januari 2020   22:05 Diperbarui: 19 Januari 2020   22:04 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Emas, merupakan komoditas populer yang sering kali digunakan sebagai pelindung nilai dalam perekonomian masa kini. (Bredin D., et al., 2015) Masyarakat, memiliki asumsi bahwa emas merupakan alat terbaik untuk menjaga stabilitas nilai tukar, dan menjadi pelindung terhadap inflasi. (Iqbal, 2017)

Penggunaan emas dalam perekonomian dapat ditelusuri dari tahun 570 sampai 546 sebelum Masehi, dimana pengguna pertamanya merupakan bangsa Lydia. (Santoso, et al., 2017) Awal inilah yang membuat muncul keberadaan dinar, akibat dari berkelanjutannya emas hingga masa Romania. Pada masa ini, emas tersebut digunakan sebagai alat tukar dan diberikan nama Denarius yang kemudian di adaptasi oleh Nabi Muhammad menjadi mata uang bernama Dinar. (Markowitz & SAY, 2018) Setelah zaman Islam, adaptasi penggunaan emas mulai berkurang sebagai mata uang utama, namun terus berlanjut dengan cara yang berbeda. Lama-kelamaan, penggunaan emas mulai berkurang dengan munculnya penggunaan uang kertas. (Santoso, et al., 2017)

Penggunaan uang kertas muncul dengan awalan berupa nota penyimpanan yang digunakan akibat adanya keperluan bukti penyimpanan kepemilikan emas pada suatu pihak bernama goldsmith. (Turner, 2018) Dari sinilah awal mula kemunculan uang kertas, yang kemudian berkembang hingga akhir perang dunia kedua dimana Amerika memunculkan sistem yang bernama Gold Standard. Peraturan ini mewajibkan kepemilikan emas sebagai cadangan yang mendasari pencetakan uang kertasnya. Sehingga sebagai contoh, jika suatu negara ingin memiliki 500 Dolar dan peraturannya untuk memiliki 100 Dolar adalah 1 Kilogram emas akibat harga emas situ sendiri yang ditetapkan oleh Amerika, maka negara tersebut diwajibkan untuk memiliki 5 Kilogram emas. Peraturan ini bernama Bretton Woods System. (Black, 2019)

Namun, peraturan ini tidak bertahan lama, akibat pada tahun 1971, yang berawal dengan pemerintahan Amerika yang tidak lagi menerima pencairan emas untuk mata uangnya, baik untuk bank sentralnya maupun negara lain yang memiliki cadangan dengan mata uang Amerika. Tujuannya adalah untuk memiliki kemudahan dalam pencetakan uang tanpa harus memiliki emas. Tujuan ini muncul akibat dari dua masalah yaitu permasalahan kepercayaan terhadap amerika oleh negara dan pihak lain dalam cadangan emas yang menipis di Amerika, dan juga permasalahan pengaturan akibat permintaan dan penggunaannya yang cepat yang dikhawatirkan tidak dapat diakomodasi. (Kugler & Strautmann, 2018) Setelah ini, penggunaan emas dalam perekonomian resmi hilang sebagai alat tukar utama, dan digantikan dengan uang kertas.

Akibat sejarah, emas dianggap akan membawa stabilitas bagi perekonomian suatu negara. Stigma stabilitas inilah yang menggiring masyarakat untuk berinvestasi sebagai perlindungan, dengan menggunakan emas. Walau sebenarnya, stabilitas tersebut belum terbukti secara absolut. Sehingga, stabilitas ini perlu dilihat lebih dalam untuk dianalisis.

Peningkatan Perlindungan dalam Emas

Sejarah, telah memberikan dampak besar bagi persepsi masyarakat terhadap emas. Dengan adanya masa Gold Standard, masyarakat memiliki asumsi bahwa emas merupakan alat pelindung yang baik terhadap kondisi perekonomian dan juga nilai tukar uang. Asumsi ini, muncul akibat dari adanya stigma stabilitas sebagai pencetus adanya peraturan Gold Standard itu sendiri, sehingga membentuk persepsi bahwa emas memberikan kestabilan. (Black, 2019, Lietaer, 2017).

Pergerakan asumsi keamanan dan stabilitas dari emas membekaskan jejak yang membentuk pola turun-temurun pada manusia. Hal ini dapat terlihat dari tren investasi dan pembelian emas, yang tercermin dari pergerakan harga emas.

                                                                                                                                                     Grafik 1

                                                                                                           Sumber : Macrotrends.net 

Selama lebih dari 45 tahun, harga emas telah bergerak naik sebesar 1.588%, hal ini disebabkan oleh sifat likuiditas yang diberikan oleh emas, sehingga dapat dijadikan pengaman disaat terjadinya kondisi tidak pasti, seperti krisis. (Singh & Joshi, 2019) Pernyataan ini didukung oleh Grafik 1 yang memperlihatkan adanya tren yang naik dalam harga emas dari tahun 1915 hingga 2018. Selain itu, dapat dilihat bahwa emas mempunyai keterikatan dengan adanya krisis, dimana saat terjadi krisis, harga emas akan turun dan setelah terjadi krisis harga emas akan naik, akibat banyak yang membeli sebagai pelindung untuk persiapan krisis berikutnya. Pernyataan ini dapat dilihat dari tahun 1930, 1970, 2000, dan 2008 yang di dalamnya terdapat kejadian krisis. pada tahun 1929, terjadi krisis The Great Depression yaitu terjadinya resesi di Amerika. (Oliveira & Wolf, 2017) Pada tahun 1970, seluruh dunia, mengalami krisis yang diawali oleh Energy Crisis yang berdampak besar terutama pada Eropa dan Amerika diakibatkan kekurangan minyak bumi. (Wei, et al., 2019) Pada Tahun 2000 Amerika dan Eropa mengalami masa resesi yang membuat harga emas turun drastis. (Cette, et al., 2016) Terakhir pada tahun 2008, yaitu pada saat Amerika mengalami krisis Subprime Mortgage. (Vatti, 2019)

Jika dianalisis lebih dalam, setelah adanya penurunan dalam harga emas akibat krisis, di fase berikutnya, pasti akan terjadi kenaikan. Hal ini disebabkan oleh stigma keamanan dari emas, yang menyebabkan adanya pembelian harga emas. (Zuijderduijn, 2018) Pembelian emas ini menyebabkan adanya peningkatan harga, hal ini didasarkan oleh teori yang permintaan dan penawaran yang menyatakan bahwa harga akan naik jika permintaan naik, (Sinha, 2018)  sehingga tercerminlah teori penawaran dan permintaan, dengan stigma keterkaitan antara keamanan dari emas dan juga krisis yang muncul akibat sifat stabilitas dari emas, dalam pergerakan grafik tersebut.

Ketidakpastian dari Stigma Stabilitas Emas 

Fenomena pembelian emas akibat sifatnya yang dianggap sebagai nilai lindung aman terhadap krisis, membuat stabilitasnya justru terganggu. Hal ini disebabkan oleh frekuensi pembeliannya yang terpengaruh terhadap sesuatu, yaitu krisis, dan juga uang. Dengan adanya keterkaitan tersebut, harga emas justru akan berfluktuasi tergantung dari hal yang terikat tersebut. Sedangkan, untuk memiliki stigma stabil, suatu hal harus berdiri sendiri dan tidak terikat dengan apa pun. (Lietaer, 2017) dengan keterikatannya dengan uang, yang memiliki sifat terpengaruh oleh inflasi yang menjadi indikator krisis, emas menjadi memiliki keterkaitan dengan inflasi yang menyebabkan fluktuasinya.

Selain itu, dengan adanya pasar modal dan pasar komoditas yang berbasis elektronik, dengan kelebihannya yaitu dapat memperjualbelikan emas tanpa harus memiliki emas tersebut, dapat menghilangkan stabilitasnya yang berawal dari sifat fisik yang dimiliki emas, yaitu tidak dapat dilipatgandakan. (Santoso, et al., 2017) Dengan adanya pasar komoditas elektronik, jual beli emas tanpa fisik ini menjadi lebih mudah, bahkan tanpa harus memilikinya secara fisik. Pelipatgandaan emas tanpa fisik ini, dapat membuat mudahnya perlindungan emas dalam krisis dan juga inflasi sehingga dengan pernyataan ini, emas justru akan tidak stabil dan akan tercermin melalui inflasi yang menjadi salah satu indikator krisis.


Instabilitas Inflasi akibat Emas

Untuk membuktikan pernyataan bahwa emas akan terikat dengan inflasi akibat stigma perlindungannya terhadap krisis, komparasi akan dilakukan untuk melihat stabilitas emas yang dilihat dengan mengkomparasi nilai yang dilindunginya yaitu uang berupa mata uang Dolar Amerika. Untuk melakukan komparasi ini, data inflasi dengan denominasi Dolar Amerika, akan dibandingkan antara tahun 1640 hingga 1971 yaitu pada masa penggunaan emas sebagai alat tukar, yang termasuk di dalamnya adalah masa Goldsmith dan masa kebijakan Gold Standard, dan juga pada masa saat emas sudah tidak menstandarkan mata uang, yaitu dari 1972 hingga 2018. Komparasi inflasi tersebut akan disajikan dalam Grafik 2.

                                                                                                                                                    Grafik 2

capture-jpg-5e2470b4097f365d4a16a852.jpg
capture-jpg-5e2470b4097f365d4a16a852.jpg
                                                                                                 Sumber : Officialdata.org

Dengan melihat Grafik 2, dapat ditemukan bahwa fluktuasi lebih volatil saat adanya penerapan standarisasi mata uang Dolar Amerika dengan emas, yaitu pada saat kebijakan Gold Standard, dibandingkan dengan saat tidak adanya standarisasi dengan emas. Penemuan ini, memperkuat stigma bahwa emas memiliki keterkaitan dengan inflasi yang menjadi salah satu indikator krisis, sehingga sifatnya menjadi tidak stabil.

Namun, jika diteliti lebih dalam, angka inflasi yang berfluktuasi saat masa Gold Standard, mayoritas bergerak di angka yang lebih rendah dari saat tidak berlakunya Gold Standard. Hal ini menunjukkan indikasi kemungkinan bahwa dengan adanya standarisasi mata uang dengan emas, angka inflasi lebih rendah walau tidak jauh berbeda dalam stabilitasnya. Pernyataan ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa emas yang menstandarkan uang kertas sebagai alat tukar membuat inflasi lebih rendah. (White, 2015)

Tetapi rendahnya inflasi tidak menutupi fakta bahwa dengan adanya emas, stabilitas inflasi Dolar Amerika menjadi terganggu, yang dapat mengindikasikan bahwa emas memiliki sifat yang tidak stabil saat terikat dengan mata uang, yang terikat dengan inflasi. Namun, instabilitas ini belum terbukti pada nilai emas secara murni dengan kedudukannya yang mandiri. Hal ini disebabkan oleh keberadaan emas dalam perekonomian modern yang selalu terikat dengan uang sebagai nilainya, sehingga stigma stabilitas dalam emas belum dapat terlihat dalam perekonomian modern. (Zarlenga & Poteat, 2016)

 

Kesimpulan 

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan sifat instabilitas emas dalam perekonomian modern. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pemaparan data berupa tren yang memberikan pendukung terhadap penemuan, yang disimpulkan secara kualitatif deduktif. Penelitian ini menemukan bahwa stigma stabilitas yang dimiliki oleh emas tidak terbukti benar secara murni. Hal ini disebabkan oleh sifat emas dalam perekonomian modern, yang selalu terikat dengan uang sebagai penyebut nilainya yang berupa harga, serta inflasi, dan krisis. Pemaparan data perbandingan inflasi pada saat diterapkan kebijakan Gold Standard dan tidak, dengan denominasi uang berupa Dolar Amerika, menemukan hal yang sama yaitu dengan adanya emas, pergerakan inflasi dan nilai mata uang Dolar Amerika menjadi tidak stabil. Jadi kesimpulan akhir dari penelitian ini adalah, dalam perekonomian modern, emas tidak bersifat stabil akibat keterikatannya dengan inflasi dan krisis.

Referensi :

  • Black, S. W. (2019). A Levite among the priests: Edward M. Bernstein and the origins of the Bretton Woods system. Routledge.
  • Bredin, D., Conlon, T., & Pot, V. (2015). Does gold glitter in the long-run? Gold as a hedge and safe haven across time and investment horizon. International Review of Financial Analysis, 41, 320-328.
  • Cette, G., Fernald, J., & Mojon, B. (2016). The pre-Great Recession slowdown in productivity. European Economic Review, 88, 3-20.
  • Iqbal, J. (2017). Does gold hedge stock market, inflation and exchange rate risks? An econometric investigation. International Review of Economics & Finance, 48, 1-17.
  • Kugler, P., & Straumann, T. (2018). International Monetary Regimes: The Bretton Woods System. Handbook of the History of Money and Currency, 1-21.
  • Lietaer, B. (2017). A Possibly Shariah-Compatible Global Currency to Stabilize the Monetary System. Journal of King Abdulaziz University: Islamic Economics, 30(2).
  • Markowitz, M., & SAY, I. W. B. F. T. (2018). CoinWeek Ancient Coin Series--Mark Antony's Legionary Denarius.
  • OLIVEIRA, G. C. D., & Wolf, P. J. W. (2017). The euro and the recent European crisis vis--vis the gold standard and the great depression: institutionalities, specificities and interfaces. Brazilian Journal of Political Economy, 37(1), 147-166.
  • Santoso, B., Mydin, A. K. M., & Ahmad, K. (2017). Is Gold Dinar the Appropriate Money in Islam?. Journal of Islamic Finance, 6, 073-090.
  • Singh, N. P., & Joshi, N. (2019). Investigating Gold Investment as an Inflationary Hedge. Business Perspectives and Research, 7(1), 30-41.
  • Sinha, A. (2018). Theories of Value from Adam Smith to Piero Sraffa. Routledge India.
  • Turner, J. D. (2018). Money and Central Banking. In an Economist's Guide to Economic History (pp. 63-70). Palgrave Macmillan, Cham.
  • Vatti, R. R. (2019). Chow Test to Compare Impact of Dollar Value in Euros on Gold Price Prior to and During Subprime Crisis. Global Journal of Economics and Finance; Vol, 3(2).
  • Wei, Y. M., Liang, Q. M., Wu, G., & Liao, H. (2019). Energy Supply Crisis and Economic Security Research. Energy Economics, 299-337.
  • White, L. H. (2015). The merits and feasibility of returning to a commodity standard. Journal of Financial Stability, 17, 59-64.
  • Zarlenga, S., & Poteat, R. (2016). The Nature of Money in Modern Economy--Implications and Consequences. Journal of King Abdulaziz University: Islamic Economics, 29(2).
  • Zuijderduijn, J. (2018). Incentives and interests: Monetary policy, public debt, and default in Holland, c. 1466--1489. In Money, Currency and Crisis (pp. 226-243). Routledge.
  • Macrotrends, (2019). "Gold Prices-100 Years Historical Chart". Diambil dari : https://www.macrotrends.net/1333/historical-gold-prices-100-year-chart
  • Official Data, (n.d.). "Inflation Calculator". Diambil dari: https://www.officialdata.org

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun