Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kisah Nenekku & Palu Arit

25 Januari 2017   15:09 Diperbarui: 25 Januari 2017   15:25 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Suatu petang. Tiga menit usai menonton tayangan program berita di sebuah televisi, tiba-tiba nenek marah-marah tak bisa dikontrol. Ia pun melempar remote tv ke arah tembok. Sudah sepuluh tahun ini saya tinggal bersamanya, setiap kali marah ia selalu melempar apa saja yang ada di tangannya. Dan kali remote tv itu. Saya sama sekali tak khawatir, remote itu akan pecah apalagi rusak. Sebab saya sudah waspada, dan remote tv itu sudah dibalut dengan cover karet, yang dibagian dalamnya menggembung dengan pegas yang lembut dan akan membal saat terbentur dengan benda-benda keras.

Yang membuar saya penasaran, apa yang membuat nenek kali ini marah-marah. Saya menduga, ia baru saja putus cinta dengan duda yang tinggal empat rumah dari tempat tinggalku dan nenek. Duda itu lebih muda dari nenek lima tahun, nenek usianya 94 tahun dan kekasihnya itu berusia 89 tahun. Masih ganteng dan klimis, tapi sudah buyutan, sehingga nenek sering emosi karena saat kekasihnya mengusap wajahnya, yang terasa katanya bukan disayang, melainkan seperti dikilikitik.

Dugaanku meleset. Ternyata ia marah-marah sebab berita di televisi hanya menceritakan mengenai orang-orang di Jakarta yang berantem terus. Saling salah menyalahkan, dan pada slaing menang sendiri. "Sudah panjang beritanya, membosankan, sudah begitu camera personnya nggak pernah ditampilkan," protesnya.

Saya langsung terbahak, dan celakanya gawai baruku berlayar 5,4 inchi yang memiliki fitur terbaru, termasuk finger print, terjatuh di lantai. Kali ini pecah pula LCD-nya. Untungnya, saya mengasuransikannya, sehingga saya tak perlu memarahi nenekku sebagai penyebab jatuhnya gawaiku karena terbahak-bahak.

Tertawaku terpaksa kuhentikan. Nenek duduk di sebelahku. Wajahnya masih cemberut, dan mengatakan dengan suara setengah berbisik, "Bagus, Indonesia jualan palu sama arit to?" Gusti-gusti, nenek ternyata tadi menonton televisi yang memberitakan konflik mengenai dugaan ada logo palu-arit di mata uang terbaru yang diterbitkan Bank Indonesia. Bagaimana caraku menjelaskan mengenai konflik ideologis yang akhir-akhir ini menguat, berbarengan dengan menguatnya gerakan intoleransi di negeri ini.

"Itu yang jual palu dan arit siapa?"

Nenek tak sabar, sebab saya tetap diam tak menjawabnya. Saya masih sulit menemukan kata yang tepat dalam menjelaskan perkara ideologis negeri ini yang dipahami nenek menjadi soal jual beli palu dan arit. Ia bangga tentang palu arit yang akan dijual belikan, bahkan diomongin di televisi. Tak lama ia kenangis tergugu-gugu. Air matanya mengalir tak henti-henti. Saya menyerahkan selembar tisu dan ia menolaknya.

"Kenapa, Nek?" Saya akgirnya bertanya dan sambil diam-diam bersyukur sebab saya melepas dari tanggung jawab menjelaskan soal palu-arit.

Nenek menatapku. Matanya tampak sayu. Ia membuka mulutnya dan berkata dengan suara yang begitu amat dalam, " Sayang, kakekmu sudah meninggal dunia. Kalau belum ia pasti bahagia sekali dan akan melanjutkan usahanya yang bangkrut 20 tahun lalu."

"Emam kakek punya usaha, apa?"

"Wow. kakekmu dulu punaya usaha pandai besi. Palu-arit yang diabutnya sangat baagus, bahkan buatan istimewanya ada yang digunakan di Istana Negara, ada yang digunakan di Masjid dan Gereja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun