Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebahagiaan: dari Stoikisme dan Kahlil Gibran

23 Juli 2022   22:35 Diperbarui: 23 Juli 2022   22:38 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Foto:  serrano1004 dari Pixabay 

"Minumlah dari cangkir ini dan kau akan memahami arti kebahagiaan dalam kehidupan, karena penderitaan yang berlimpah." 

Begitulah Kahlil Gibran dalam karyanya 'Cinta, Tawa dan Air Mata' memberikan pratanda mengenai manusia yang akan bisa memahami kebahagiaan dalam kehidupan di dunia yang fana. 

Sebelum Adam dan Hawa diturunkan ke tanah merah yang sunyi, tanah merah yang hanya menawarkan kegelisahan karena dosa yang diperbuatnya, ia sudah dikenalkan dengan berbagai nama-nama, dan tentu juga rasa dalam hatinya.

Pemberian energi melalui cangkir dari Tuhan kepada ciptaan-Nya, menjadi mula seorang manusia akan bisa merasakan dua sisi yang berbeda dalam hampir seluruh aspeknya, sekaligus cita rasanya: kebahagian dan penderitaan. Sayangnya, bagi Kahlil Gibran, seseorang tidak akan bisa memahami arti kebahagiaan tanpa dirinya melalui penderitaan yang amat berlimpah. 

Penderitaan yang pada akhirnya memberikan pelajaran tentang situasi yang bergembira, sesuatu yang berbeda dari yang sebelumnya.

Mengecap kebahagiaan dengan begitu berarti juga mengecap penderitaan. Tanpa itu, seseorang tidak akan pernah tahu apa yang disebut dengan bahagia, bahkan pada apa yang sudah ada dalam genggamannya. 

Tanpa merasakan penderitaan, seseorang hanya akan merasa dalam genggamannya adalah sebuah rutinitas, sesuatu yang amat membosankan, sesuatu yang terasa sebagai kesia-siaan.

Tentang kebahagiaan ini, Donald Robertson, menuliskan dalam karyanya Stoicism and the Art of Happiness, pada ribuan tahun yang lalu, Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 SM mendirikan Stoikisme, sebuah aliran atau mazhab Filsafat Yunani Kuno yang didirikan di kota Athena, Yunani. Meski sebagaimana banyak aliran Filsfat Barat Kuno, merumuskan tujuan hidup manusia itu adalah kebahagiaan.

Tetapi, faktanya, menurut Donald Robertson, menunjukkan situasi yang berbeda. Stoikisme menunjukkan tujuan hidup manusia bukan kebahagaan, melainkan cinta dan pencapain kebijaksanaan hidup. 

Kebahagiaan hanyalah salah satu aspek dari hidup manusia, seumpama hasrat, perasaan, dan moral sebagai praktik dari kebijaksanaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun