Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami

Kliwon, Edisi Menagisi Ikan Cupang

10 Juni 2018   14:23 Diperbarui: 10 Juni 2018   14:33 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: bahasikan.com)

Lebaran sebentar lagi. Para tetangga Kliwon sudah tampak hilir mudik belanja kebutuhan lebaran, dari kue-kue isi toplea sampai baju dan sarung baru. Wage sudah beberapa kali bercerita teman-teman  sebayanya sudah memberli baju, sarugn dan sepatu baru. Kliwon hanya bisa mengatakan, Insyaalloh kalau ada rezeki nanti pasti akan membeli baju baru. Legi tidak setuju memberikan janji yang tak jelas kepada anak-anak, "harus jujur saja, mereka akan bisa menerimanya."

"Mereka akan sedih," kata Kliwon.

"Tapi akan lebih sedih kalau mereka dijanjiin dan nanti kita tak bisa membelikan baju baru."

"Hari-hari terakhir puasa memang sudah sedikit yang meminta diambilkan kelapa."

"Saya tahu, Kang."

Obrolan suami istri terhenti. Pintu rumah diketuk orang, Kliwon khawatir itu Wage yang pulang dari bermain. Mereka tak mau anaknya akan mendengar susahnya situasi keuangan rumah tangga mereka, sebab bisa jadi berdampak negatif. Anak sekecil Wage, belum saatnya ikut menanggung beban keuslitan ekonomi orangtuanya.

Rupanya panitia zakat Masjid kampung yang mengantarkan pembagian zakat. Lima kilogram beras. "Alhamdulillah," kata Kliwon dalam hati.

Ia menyerahkan beras dalam tas plastik itu kepada Legi dengan suka cita. Lalu Kliwon keluar rumah, duduk di bangku di bawah pohon nangka di sudut halaman sebelah barat-utara. Ia menerawang jauh ke masa lalu. Saat ia masih seusia Wage, dan tinggal dalam peluk dan kasih sayang orangtuanya yang situasi ekonominya lebih baik ketimbang keluarganya saat ini.

Ketika masa-masa menjelang lebaran, ia selalu diajak ibunya pergi ke toko baju, memilih sendiri baju yang diingininya, berkali-kali keluar masuk kamar pas untuk mencoba baju dan celana yang akan dibelinya untuk lebaran. Ia juga ingat bagaimana susahnya memilih sepatu karena nomor yang cocok untuk ukuran kakinya tak segera didapatkan. Selain dibelikan ayah dan ibunya, Kliwon juga bisanya mendapatkan hadiah lebaran dari om dan tantenya, karena ayah Kliwon anak tertua, mbarep.

Kliwon mengusap air matanya yang keluar begitun saja tanpa bisa ditahannya. Air mata itu semakin deras saja tampaknya. Kesedihan sedang mengisi penuh ruang hatinya. Kenangan indah di masa kanak-kanaknya tak sebanding lurus dengan masa bahagia dengan si Pon dan Wage dua anak lanang kesayangannya.

Kliwon juga teringat, di masa kecilnya dulu paling suka saat mendapatkan hadiah ikan cupang berwarna ungu bercampur orange dengan ekor-ekornya yang mengembang dari omnya. Ikan itu begitu megah dan gagah sekaligus. Ikan itu dimasukkan ke dalam toples bundar, dan bagian bawahnya diberi batu-batu kerikil berbentuk lonjong dan berwarna putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun