Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Pilihan

Kliwon, Episode Legi Tak Bisa Hutang Lagi

28 Mei 2018   13:56 Diperbarui: 28 Mei 2018   14:08 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: www.hipwee.com)

Persis usai salat Asar di Musala Kampung Bluwangan. Legi duduk menyendiri di diklik depan tungku. Ia sedang menanak nasi, tapi tak tahu lagi akan membuat lauk apa untuk berbuka dan sahur dini hari nanti. Pasalnya, hutang terus meningkat di hampir seluruh warung tak lagi bersedia memberikan hutang.

"Tak apa, memasak yang kita miliki," kata Kliwon.

"Ya, Kang."

"Alhamdulillah, dapat rezeki yang baik, ini hasil pancingan di sungai," lanjut Kliwon.

Wajah Legi tampak berbinar-binar, tangannya bergetar menerima rentengan 3 ekor ikan gabus dari tangan suaminya. Matanya menatap suaminya dengan penuh rasa cinta. Tak ada penyesalan menjalani hidup dengan Kliwon yang tampaknya memang memiliki gurat kemiskinan dalam tubuhnya. Bagi Legi, cinta sudah cukup baginya sebagai kekuatan menjalani kehidupan bersama Kliwon, suaminya terkasih. Tak ganteng juga sebetulnya laki-laki itu, tapi kebaikan hati dan kelembutan tutur kata dan perilakunya yang membuat Legi kemathil-manthil.

"Apa karena puasa menjadi boros, ya?" Tanyanya kepada Kliwon sambil mencuci ikan gabus itu, setelah dipotong menjadi delapan bagian, empat bagian untuk berbuka dan empat bagian sisanya untuk makan sahur.

"Nggak benar itu, Mbok," jawab Kliwon.

Menurut Kliwon, puasa sama sekali tidak menyebabkan pengeluaran menjadi berlebihan. Hutang di warung bukan karena belanja selama bulan puasa, tetapi hutang sebelum masuk puasa karena di musim penghujan, permintaan memanjat kelapa banyak yang akhirnya dibatalkan. Pohon-pohon licin, dan tentu akan sangat membahayakan bagi para pemanjat kelapa, tak ada bedanya memanjat pohon untuk memetik buah kelapa dan untuk mengambil nira.

"Hanya orang yang demen berfoya-foya yang menjadikan orang menjadi boros selama bulan puasa," kata Kliwon.

Legi manggut-manggut menyetujui perkataan suaminya. Ia selalu mengagumi pikiran-pikiran yang disampaikan suaminya. Ia sering membayangkan kalau saja Kliwon bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, tak hanya SMU mungkin nasib jalan Kliwon akan berbeda. Tetapi ia buru-buru menghapus pikirannya, khawatir menurunkan rasa syukur yang selama ini sudah dijalaninya.

"Jadi bukan karena bulan puasa, ya, Kang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun