Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Pilihan

Kliwon, Episode Menghormati Orang Tidak Puasa

25 Mei 2018   16:05 Diperbarui: 25 Mei 2018   16:22 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: ronnyfauzi.files.wordpress.com)

Kampung Bluwangan, tempat tinggal Kliwon baru saja terjadi gegeran. Teriakan histeris memilikukan dari orang-orang yang kehilangan lahan mata pencahariannya. Dan masih tampak orang-orang dengan memegang parang, kayu, palu dan juga cangkul. Jalan macet total.

Suara sirine mobil polisi meraung-raung tak henti-henti. Mereka bertertiak Allohuakbar, dan perempuan-perempuan sambil memegang warung-warung yang roboh berteriak Astaghfirulloh.

Pasalnya, sebagian jamaah Musala melakukan pembubaran warung-warung yang tetap melayani pembeli selama bulan puasa. Warung-warung itu porak poranda, makanan, minuman dan kue-kue berceceran di tanah. Pecahan gelas dan piring tersebar ke mana-mana. Setidaknya ada 10 warung yang siang itu dihancurkan. Dengan begitu, ada sepuluh keluarga yang kehilangan penghasilan selama bulan puasa dan sampai hari raya nanti.

"Saya sama sekali tidak setuju tindakan itu," kata Kliwon.

"Mereka tidak menghormati bulan suci kaum muslimin," kata Rajab.

"Lho, mereka itu kaum muslimin juga. Wong saya kenal semua pemilik warung itu."

"Won, berarti lebih parah."

"Maksudmu?"

"Mereka orang Islam mestinya tidak membuka warungnya. Haram."

"Dari mana mereka akan makan kalau tak membuka warungnya?"

"Mereka seharusnya menabung, mempersiapkan dana untuk tidak bekerja selama bulan puasa."

"Rajab, Rajab. Kamu sudah ketularan orang-orang yang tidak pernah memikirkan nasib orang-orang miskin. Coba bayangkan, kalau kamu yang disuruh tidak bekerja selama sebulan penuh, seperti apa nasibmu?"

Rajab hanya diam. Kliwon tak hanya sekali melihat gaya orang-orang seperti Rajab, berani berbicara, mengkritik sesuka-suka, mencaci semaunya, tetapi setelah dikenakan pada diri sendiri langsung terdiam tak bisa berbicara apa-apa.

Orang-orang seperti Rajab sedang berada dalam situasi lupa diri. Sedang menjadi orang-orang yang mengharapkan penghormatan karena sedang menjalankan puasa. "Kesucian puasa itu tidak akan pernah ternodai oleh warung yang buka lebar-lebar, tak akan rusak berkahnya hanya karena orang makan di warung siang hari," kata Kliwon.

"Tapi saya yakin apa yang kita lakukan untuk menegakkan perintah Alloh," jawab Rajab.

"Perintah yang mana? Apa dalilnya?"

"Kata ustadz-ustadz, dan juga pesan-pesan yang tersebar melalui pesan instans dan media sosial," kata Rajab lagi.

Dua sahabat itu terdiam. Dzul datang tergopoh-gopoh mendekati joglon di depan rumah Kliwon. Ia duduk di samping Kliwon, "Rajab segera kamu sembunyi di rumah Kliwon," kata Dzul.

"Kenapa harus sembunyi, saya tak salah apa-apa, saya menjalankan kewajiban seorang muslim untuk membela agama Alloh.'

"Ya, boleh saja kamu  bilang begitu. Tapi polisi sedang mencari orang-orang yang melakukan perusakan warung. Sudah ada sepuluh warga yang di bawa ke Polsesk Kecamatan Kulonkali," kata Dzul.

"Bagaimana, mau ditangkap atau bersembunyi?" Tanya Kliwon.

"Saya akan bersembunyi tapi tidak di rumah Kliwon," kata Rajab.

"Ini rumah yang paling aman, karena Kapolsek kenal baik dengan Kliwon," kata Dzul.

Rajab berlari menuju arah Barat, tak lama kemudian datang tiga polisi ke rumah Kliwon. Setelah mengucapkan salam, salah satu polisi menanyakan Rajab yang turut serta dalam perusakan warung di pinggir jalan.

"Oh, ya. Rajab tadi di sini, tapi baru saja ia pergi ke arah Barat," sahut Kliwon.

"Kira-kira ke mana?" Tanya polisi yang lain.

"Entah pergi ke mana."

"Kalau Bapak tidak memberi informasi, Bapak bisa kita tuduh menyembunyikan tersangka tindakan pidana."

"Ya, kalau Bapak mau silakan, saja. Saya sudah jujur menjawab yang bisa saja jawab."

"Kita akan cari bukti tentang tindakan, Bapak," polisi yang ketiga sambil melangkah keluar dari halaman rumah Kliwon.

Suasana sepi sejenak. Kliwon dan Dzul sama sekali tak paham dengan cara berpikir tiga polisi itu. Bagaimana tiba-tiba akan membuat orang menjadi tersangka hanya kerana tidak tahu ke mana larinya pelaku tindak pidana.

"Sudahlah, nggak usah dipikirkan," kata Dzul.

"Sama sekali taki memikirkan soal polisi itu. Saya justru memikirkan kenapa masyarakat kita menjadi begitu mudah tersulut melakukan perusakan, hanya karena warung buka di bulan puasa."

"Betul, kita memang semakin parah situasi sosialnya."

"Mestinya, kita yang berpuasa menghormati orang-orang yang tidak berpuasa. Dan nggak perlu khawatir Islam akan hancur karena tindakan orang membuka warung di siang hari," kata Kliwon.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun