Gagasan Dedi Mulyadi, yang lebih sering dipanggil KDM, tentang mendidik anak nakal di barak militer kurang ditanggapi secara konstruktif, baik oleh para ahli anak, psikolog, psikiater, ahli pendidikan, apalagi oleh politisi dan pemimpin daerah.
Sayangnya cukup banyak yang "menyerang" gagasan KDM ini, tanpa meminta KDM menjelaskan terlebih dahulu. Bahkan mereka hanya berhenti pada serangan, tidak berlanjut ke ajakan diskusi atau pembahasan lebih lanjut bersama KDM.
Memang mudah diasumsikan, bahwa KDM tidak memiliki kapasitas dalam soal pendidikan anak, namun KDM terindikasi memiliki karakter pro sosial, atau sering disebut juga pro rakyat, pro kemanusiaan. KDM tidak terindikasi memiliki karakter anti sosial yang merugikan atau mengancam masyarakat. KDM justru terlihat memiliki empathy yang besar atau altruism. Karakter pro sosial ini yang justru jarang terlihat pada pemimpin daerah, anggota dewan, hingga politisi di seantero Indonesia.
Serangan pada KDM ini cukup memprihatinkan, karena sebelumnya mungkin belum ada terdengar gagasan untuk menangani anak nakal secara serius. Gubernur Jawa Tengah mewakili kebanyakan pemimpin daerah dalam soal mendidik anak nakal ini. Baginya persoalan anak nakal cukup diserahkan ke proses hukum, seperti dimasukkan ke penjara anak nakal atau dikembalikan kepada orangtuanya. Tentu itu solusi yang sangat kuno, meski tidak terbukti efektif karena berbagai hal. Bahkan ini solusi yang tidak menggambarkan adanya empathy atau karakter pro sosial (klik di sini untuk membaca artikel seputar Guber Jateng itu).
Ada beberapa poin yang saya kedepankan seputar gagasan KDM ini:
1. Berdasarkan sains, anak nakal itu rumit. Dibutuhkan ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk menentukan pendekatan yang tepat.
2. Langkah Dedi Mulyadi akan tepat, jika anak nakal dididik di barak militer dengan melibatkan para ahli dari berbagai bidang.
3. Sangsi berupa 'hukuman penjara untuk anak nakal' adalah solusi kuno yang tidak terbukti efektif. Harus dihindari.
4. Jika anak nakal dikembalikan kepada orangtua, maka tidak semua orangtua mengerti parenting, apalagi parenting yang khusus untuk menangani anak nakal. Atau akses kepada layanan untuk menangani anak nakal belum disediakan pemerintah.
5. Satu contoh saja: di negeri lain sudah ada program untuk menurunkan angka kenakalan siswa sekolah dengan mengenalkan meditasi di sekolah atau aktivitas 'acts of kindness'.