Menurut sebuah studi longitudinal selama 15 tahun, individu yang menunjukkan kecenderungan narsistik dan psikopatik mencapai tingkat pencapaian keuangan yang lebih tinggi dan lebih mungkin mencapai posisi puncak jika mereka berada dalam sebuah organisasi, perusahaan, apalagi dalam partai politik.
Penelitian lain yang dilakukan oleh psikolog forensik Nathan Brooks dari Bond University menemukan bahwa 21% dari para profesional senior atau CEO di Amerika Serikat memiliki sifat psychopathic yang signifikan secara klinis. Mereka lebih ambisius mengejar posisi puncak, meski mereka hanya 1% dari populasi (narcissist lebih banyak lagi, yaitu 5% dari populasi)..
Riset lain menemukan bahwa individu yang narsistik cenderung mendapatkan gaji yang lebih tinggi, sementara orang-orang yang memiliki sifat Machiavellian cenderung lebih maju dan merasa puas dalam karir mereka.
Mengapa orang jahat bahkan bisa di atas mereka yang baik? Atau mengapa kejahatan mengalahkan kebaikan?
Ternyata, ada sisi "positif" dari sifat-sifat gelap ini sebagaimana disebut oleh satu studi pada mereka dengan ciri dark triad: harga diri yang tinggi (lebih ke arogan), berani mengambil risiko besar, dan berani menjalani konsep baru, berani tanpa ragu mengeksploitasi orang lain untuk mencapai tujuan mereka, sehingga menjadi sebuah keahlian yang jarang dimiliki oleh orang normal. Mereka juga cenderung kompetitif, bahkan mereka melakukannya dengan cara menghambat kerja atau peluang orang lain, termasuk mencuri hak orang lain.
Penutup
Tentu masih dibutuhkan lebih banyak lagi kajian pada dark triad personality ini di Indonesia. Terutama tentang dampak buruk mereka jika berada di posisi strategis di perusahaan, organisasi, apalagi jika di institusi pemerintah dan lembaga negara yang penting seperti di yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Jika dampak buruknya menjadi jelas, lebih mudah bagi kita untuk mendisain berbagai cara untuk mencegah dampak buruknya, atau sekaligus mencegah mereka menduduki posisi strategis.
M. Jojo Rahardjo
Menulis ratusan artikel & video seputar neuroscience sejak 2015