Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik

FPI Akan Mengikut Jejak NU dan Muhammadiyah?

16 Februari 2017   10:09 Diperbarui: 16 Februari 2017   10:20 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita lupakan sejenak hasil-hasil Pilkada DKI Jakarta.  Yang jelas, rakyat DKI  Jakarta telah memilih Ahok dan Anies untuk maju pada putaran kedua.. Mereka berdua sudah berjanji akan membangun Jakarta. Pada era keterbukaan informasi ini, janji setiap paslon akan diingat, dicatat dan direkam. Jika mereka melenceng dari janji  kampanyenya, maka media akan berteriak-teriak.

Ada berita yang menarik. Pemimpin FPI, Habib Rizieq Shihab (HRS) akan mengubah strategi perjuangannya dengan mengikuti jejak langkah NU dan Muhammadiyah.  Yang dia maksud adalah akan memperjuangkan diberlakukannya hukum-hukum Islam secara konstitusional.  Dengan demikian hukum Islam menjadi hukum positif,  yang termaktub dalam undang-undang, dan diberlakukan secara nasional, di seluruh wilayah Indonesia, khususnya bagi rakyat Indonesia yang beragama Islam.

Rizieq mengatakan bahwa sebenarnya hukum Islam itu jauh lebih murah. Negara tidak perlu mengeluarkan dana triliunan rupiah untuk membangun penjara  membayar gaji sipir, listrik, makan dan minum para narapidana. Hukum Islam untuk pencuri adalah potong tangan dan hukum qisas bagi pembunuh, setelah itu selesai. Tetapi yang penting dengan diterapkannya hukum itu, akan timbul efek jera. Orang takut mencuri, takut korupsi, dan takut membunuh. 

Saya setuju dengan pendapat itu. Mungkin ada kesepakatan, tentang jumlah uang yang dicuri atau dikorupsi, yang dihukum dengan potong tangan, dan di atas jumlah itu akan dijatuhi hukuman mati. MIsalnya pencurian, penipuan dan korupsi dengan nilai kerugian  di bawah Rp 1 milyar dihukum dengan hukuman potong tangan. Sedangkan di atas Rp 1 milyar dijatuhi hukuman mati. Jadi Irman Gusman yang terima suap Rp 100 juta akan dijatuhi hukum potong tangan, yaitu  dari salah satu pergelangan tangannya. Sedangkan Patrialis Akbar yang terima suap senilai lebih dari Rp 2 milyar, terkena hukuman mati, di dor depan regu tembak. Cukup keras dan terasa sangat kejam. Tapi efek jeranya itu. Orang menjadi takut melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

Dengan diberlakukannya hukum Islam itu, jutaan pencuri, penipu dan pejabat yang selama ini memperkaya diri dengan korupsi akan menghentikan perbuatan mereka. Mungkin akan ada seratus orang pencuri dan koruptor yang dipotong tangan mereka atau dihukum mati. Tetapi setelah itu,  para profesional pencuri, penipu dan koruptor akan jera. Mereka takut dipotong tangannya. Mereka takut dihukum mati.

Hukuman mati bagi koruptor masih diberlakukan di Cina. Hasilnya luar biasa. Para pejabat dan aparat takut melakukan korupsi. Sekarang ada ribuan koruptor yang antri untuk dihukum mati. Maka Cina yang berpenduduk terbesar di dunia termasuk dalam daftar negara yang rendah dalam angka korupsinya.

Jika hukum Islam tentang potong tangan dan hukuman mati diterapkan, maka Indonesia juga akan tercatat sebagai negara yang terendah dalam angka korupsinya. Bahkan lembaga hukum seperti KPK tidak diperlukan lagi. Cukuplah kasus-kasus korupsi ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan saja.

Begitu juga hukum Islam tentang pembunuhan.  Hukum Islam yang diberlakukan adalah qishas, nyawa di bayar nyawa, kecuali ada maaf dari ahli warisnya. Pengecualian mungkin diberikan kepada pembunuhan yang tidak disengaja, atau terpaksa dilakukan untuk membela diri.  Jadi setiap pembunuhan yang disengaja atau terencana akan diganjar hukuman mati bagi pembunuhnya,bukannya 15 tahun atau bahkan hanya 5 tahun penjara.

Maka para perampok yang biasanya tidak menghargai korbannya akan mikir-mikir untuk meneruskan profesinya sebagai perampok sekaligus pembunuh korbannya. Mereka terpaksa ganti profesi, mencari pekerjaan yang halal. Setiap orang akan takut melakukan pembunuhan, karena ganjarannya pastilah hukuman mati, digantung, di tembak atau di kursi listrik.

Hukuman  mati  bagi para pembunuh  masih diberlakukan di banyak negara, termasuk di Indonesia. Sementara itu banyak pula negara yang sudah menghapus hukuman mati, sebagai hasil perjuangan para aktifis HAM di negara itu. Hukum Islam tentang hukuman mati sebenarnya bersifat seimbang, mempertimbangkan bukannya HAM yang dimiliki pelaku, tetapi juga  hak hidup  dari korban yan dicabut nyawanya oleh para pembunuhya.

Oleh sebab itu, jika ormas Islam FPI  memperjuangan tegaknya hukuman qisas, maka sebenarnya dimaksudkan  untuk memperkuat pelaksanaan hukumam mati. Banyak hakim mempermudah dan memperingannya menjadi hukuman penjara 15 tahun atau hanya 5 tahun. Akibatnya nyawa manusia di Indonesia dihargai sangat murah, di mana-mana terjadi pembunuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun