Mohon tunggu...
Mj Jafar Shodiq
Mj Jafar Shodiq Mohon Tunggu... Dosen - Koordinator Nasional Kaukus Muda PPP

Direktur PT Mukti Lintas Media Owner Nuslembabershop Owner Majapahit Rental Owner Avra Pimpinan Redaksi Hidayatuna.com Direktur Lembaga Tunas Muda Cendekia Pendiri ITHLA (Organisasi Persatuan Mahasiswa Bahasa Arab Se Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fenomena Gelombang Post-Islamisme Masyarakat Iran

14 April 2021   11:40 Diperbarui: 14 April 2021   12:11 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ide-ide yang dikemukakan oleh degarandishan (pemikir alternatif) ini, sebagaimana mereka disebut di Iran, disebarkan melalui ceramah, simposium, konferensi internasional, buku, artikel, dan khususnya, Kiyan bulanan. Tentu saja, pemikiran serupa dapat ditemukan di kalangan modernis Islam seperti Muhammad Arkoun, Hasan Hanafi atau bahkan Nasr Abou Zeid sekuler di Mesir. Namun, orisinalitas bukanlah masalah di sini, melainkan bahwa ide-ide ini telah mendapatkan popularitas di bawah negara Islam sendiri.

Ketiga, menguatnya feminisme Islam. Tren gerakan ini muncul bersamaan dengan menguatnya Gerakan Pemikiran Alternatif. Dimana para aktivis, yang akrab dengan debat feminis barat dan ajaran Alquran, berjuang dalam wacana Islam untuk mencabut undang-undang dan praktik anti-perempuan yang dikatakan memiliki justifikasi agama.

Dengan slogan "Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan dalam Islam" gerakan ini telah membuat terobosan besar dalam upayanya untuk memberdayakan perempuan dalam domain pekerjaan, pendidikan dan hukum keluarga.

Seiring menguatnya wacana feminisme Islam, mendorong banyak perempuan kelas bawah yang dulunya tinggal di rumah sekarang dimobilisasi dan memainkan peran sosial di lingkungan dan lembaga keagamaan. Meskipun demikian, perempuan kelas menengah modern yang tidak menyukai cadar paksa tidak tetap pasif, dan akibatnya, banyak perempuan perkotaan yang mengenakan jilbab dengan sangat longgar.

Selain itu, kesempatan perempuan untuk mengenyam pendidikan yang setara dengan laki-laki terus meningkat. Selain itu poligami secara serius telah dibatasi, hak sepihak laki-laki untuk bercerai telah dibatasi, dan perkawinan mut'ah yang direstui secara agama dianggap sebagai perlakuan tidak adil. Demikian juga tentang hak asuh anak, yang dalam hukum Islam berpihak pada ayah mulai diperdebatkan. Bahkan perjuangan perempuan untuk menjadi hakim terus disuarakan.

Lantas mengapa ketiga tren di atas menguat dan apa penyebab post-Islamisme lahir? Asef Bayat mengungkapkan bahwa penyebab post-Islamisme ini muncul karena terdapat kontradiksi pengalaman Islamis di Iran. Beberapa pemimpin khawatir kekurangan ini justru dapat merusak Islam sebagai legitimasi republik Islam.

Pertama-tama, struktur politik pasca-revolusi mengecualikan banyak kelompok dari partisipasi. Meskipun faqih, ahli hukum tertinggi, memerintah bersama dengan parlemen yang dipilih secara demokratis, pembatasan pembentukan partai politik, dan diskualifikasi calon anggota Dewan Wali untuk pemilihan meminggirkan berbagai kecenderungan politik. Bahkan beberapa pendukung kuat sistem menjadi terdemoralisasi oleh ekses pemerintah dalam kontrol politik dan pertikaian antar faksi.

Selain itu, ekonomi Islam dinilai tidak mampu menghasilkan sebanyak yang diharapkan. Meskipun distribusi pendapatan membaik dibandingkan dengan situasi sebelum revolusi, namun pendapatan nasional secara umum turun menjadi setengahnya pada akhir tahun 1970-an. Faktor lainnya karena blokade ekonomi, perang dengan Irak dan penurunan besar harga minyak internasional merupakan faktor penting dalam penurunan ini, tetapi salah urus ekonomi dan kurangnya keamanan ekonomi juga merupakan faktor yang signifikan.

Ekonomi yang lesu mengubah ekspektasi mereka. Batasan moral, sebagai tambahan, menekan ekspresi keinginan masa muda mereka. Ini memang skenario yang akrab juga di Mesir, di mana, dengan tidak adanya alternatif lain yang dapat dipercaya, kelompok yang marah secara moral ini beralih ke politik Islam.

Namun, di Iran, pertanyaannya adalah kecenderungan ideologis mana yang akan dikejar oleh para pemuda ini jika mereka telah mengalami Islamisme? Dalam fase baru post-Islamisme ini, kaum muda berada dalam kekosongan ideologis, dalam situasi di mana mereka telah mengalami banyak ideologi tetapi belum mendapatkan banyak.

Dengan latar belakang umum inilah post-Islamisme muncul sebagai jalan keluar, sebagai pandangan dunia untuk mengintegrasikan keterasingan tersebut dan segmen yang terpinggirkan. Di luar pemikiran alternatif, keaslian sekuler --- dalam bentuk seni, musik, dan sains modern --- ditawarkan oleh beberapa pemimpin yang tercerahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun