Mohon tunggu...
Mitsui Fakhri
Mitsui Fakhri Mohon Tunggu... Freelancer - penulisbiru

hanya seorang pemuda yang ingin menulis dengan baik dan benar, tanpa ada intervensi, tekanan, ganguan dan semacamnya dari dunia luar yang tidak bisa menerima sebuah kenyataan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bola

22 Oktober 2018   11:47 Diperbarui: 22 Oktober 2018   12:13 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kala itu saya hanyalah seorang anak kelas 4 SD yang masih gemar bermain sepak bola hingga magrib tiba. Tepatnya pertengahan tahun 1998 dimana Piala Dunia di Prancis sedang berlangsung. Anak kecil yang selalu mengikuti perkembangan di Televisi. Bila sedang berlangsung pertandingan Badminton, pasti saya akan bermain Badminton setelah saya selesai menonton pertandingannya. 

Bersama dengan teman-teman sebaya di sekitar rumah. Ketika sedang asyik bermain sepak bola, seorang teman membawa majalah sepak bola milik abang kandungnya yang memang menyukai sepak bola juga. Yeah, Koran Bola. Begitu biasa kami menyebutnya. Bentuknya sangat gampang diingat, tulisan Bola warna putih yang berlatar merah. Sangat Indonesia sekali menurut saya dikala itu. Penggabungan warna Merah Putih, seperti bendera Indonesia.

Saat itu saya dan teman-teman bukanlah membaca berita-berita yang disuguhkan. Melainkan hanya melihat gambar-gambar pemain sepakbola yang melengkapi berita yang ditampilkan. Tentu saja yang dibahas adalah penampilannya. 

Bukan untuk membully, tapi lebih kepada mengganguminya seperti, kaos bolanya bagus ya, warna dan coraknya keren, Waw...Sepatu bolanya harga berapa ya? 

Pasti mahal. Hal-hal itulah yang kami sering komentari dan perdebatkan. Bukanlah berita dan rumor-rumor sepakbola yang berkembang. Karena pada zaman Piala Dunia kan tidak mungkin seorang Ronaldo Brazil pindah ke Italy, Ataupun seorang Zidane pindah ke Spanyol, dan Totti pindah menjadi pemain Belanda.

Perihal remeh temeh bagi sebagian orang, tapi meurut kami pada masa itu, Itu adalah saat yang bahagia. Begitu sederhana.

Beranjak agak gedean. Duduk di Bangku SMP sampai SMA saya mulai membeli koran Bola sendiri, tidak lagi meminjam atau membaca bersama dengan teman-teman. 

Bahkan kami saling bertukar membaca. Karena pada masa itu ada beberapa koran olahraga, seperti Soccer dan Go, yang terkadang memberi bonus poster pemain sepakbola. Terkadang di akhir tahun juga memberi bonus berupa kalender.

Setelah kuliah, saya masih mengikuti perkembangan sepakbola. Namun tidak sesemarak dahulu. Mengetahui setiap detail pertandingan, klasemen di liga-liga eropa. Juara di tiap liga dan Klub yang turun ataupun naik kasta. Rumor yang berkembang tentang transfer pemain. Sampai kepada tim-tim yang membangun stadion baru. Semua saya ikuti tanpa ada satu beritapun yang terlewatkan. Itu dahulu, sebelum tugas-tugas kuliah menyita waktu dan kebebasan untuk menonton pertandingan sepak bola.

Kini setelah saya sudah bekerja antusias itu semakin berkurang. Saya hanya mengikuti perkembangan melalui dunia maya. Hanya sekedar tahu dan Ohh...kalah atau Ohhh...menang. Itu saja, tidak kurang ataupun lebih.

Pada hari ini saya membaca berita bahwa Tabloid Bola akan tutup. Rasanya bukan hal yang mengejutkan. Ditengah berkembangnya teknologi dan informasi yang begitu pesat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun