Mohon tunggu...
denbagusesumitro
denbagusesumitro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tukang Bangunan

den bagus bagi kalangan masyarakat jawa bisa bermakna ganda yaitu tuan muda atau "tikus wirok" tikus besar dan hitam plus jelek. maka jika mungkin setiap tulisan saya mungkin akan menjadi sindiran baik dan buruknya manusia dan dunia.......piss karena saya bisa jadi manusia ataupun tikus wirok

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memangkas Budaya Bisu dan Bohong

29 Maret 2018   19:42 Diperbarui: 29 Maret 2018   19:53 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir -akhir ini dalam tayangan televisi semakin banyak menampilkan drama politik yang semakin seru. Mulai drama sedih hingga drama riang. Ada drama yang menampilkan sang tokoh yang seolah teraniaya atau bahkan tampil layaknya kurawa dan pandawa yang sedang berseteru. Selayaknya televisi cannelnya pun dapat diganti-ganti sesuka hati. Baik siaran nasional maupun daerah. Tokohnya pun semakin beragam. tokoh baru bermunculan layaknya sengkuni dan tokoh lama pun berpolah seperti teraniaya

Tidak berhenti disana saja, akhir-akhir ini muncul drama baru bertajuk "Gempita Bisnis Tanah Suci" Ibadah dijadikan kedok mengeruk keuntungan pribadi demi prestis dan gaya hidup hedonis yg ingin menunjukan existensi diri. Apakah ini layak dianggap sebagai penista agama atau sebaliknya? seribu pertanyaan dalam kepala penulis. Atau akan menjadi ironi saat hal ini hanya dianggap sebagai bentuk kriminal saja? menelantarkan jemaah yang akan mengunjungi rumah Tuhan adalah bentuk pencideraan pada Tuhan sendiri dan manusia yg akan berbakti pada Tuhanya, ataukah ini memang sengaja di blowup untuk menghilangkan berita yang lebih besar di negeri ini sehingga publik lupa dan dijadikan kekuatan untuk mangkir dari hukum bagi penghianat bangsa.

Bohong dan bisu seolah menjadi senjata bagi para penghianat bangsa ini untuk mangkir dari hukum. Jika dulu sakit menjadi sejata ampuh untuk menghindari hukum, apakah jaman ini masih efektif digunakan? Lalu bohong seolah mati agar publik merasa kasihan. kemudian lupa menjadi senjata berikutnya. Masih belum mempan lagi jurus terampuh berikutnya adalah makan kawan sendiri. 

Jika jurus ini tak mempan maka jurus terakhir adalah mohon pengampunan pada penguasa terpilih. Jijik rasanya saat penghianat memohon pengampunan mengingat penghianatanya telah menghancurkan generasi bangsa ini hingga akhirnya di masa datang bangsa ini akan menjadi bangsa yang tersisih karena kualitas hidup generasinya semakin tak bermutu.

Kita perlu mengulas masa lalu untuk mengetahui bagaimana bangsa ini begitu besar dan disegani bangsa lain. Saat itu bangsa Indonesia berani menolak bantuan bangsa lain hanya demi agar bangsa ini dihargi kedaulatanya oleh bangsa lain. Saat bangsa ini merasa ketinggalan dengan bangsa lain bangsa ini berani mengejar ketertinggalan dengan memfasilitasi orang muda untuk belajar keluar negeri demi mengejar ketertinggalan itu. 

Bahkan rakyat patungan hanya demi bangsa ini memiliki sebuah pesawat dakota. Kenyataan ini tercatat dalam sejarah bangsa ini yang memiliki gengsi dan rasa nasionalime yang tinggi. Namun saat ini arus jaman mulai menggeser nilai-nilai luhur bangsa ini yg akhirnya menjadikan bangsa ini hanyut dalam arus jaman, dan hampir menjadi budak budaya bangsa lain.

Lebih miris lagi secara ekonomi bangsa ini menjadi pasar berbagai produksi bangsa lain dan masyarakat lebih rela menjadi pengkonsumsi daripada menjadi kreator atau produsen. Ini berakibat pada habitus masyarakat menjadi masayarakat konsumeris sehingga akhirnya negara ini hanya menjadi pasar tanpa mampu menguasai pasar.

Hal inilah yang dilihat dan dianalisa penulis, dengan metode pengamatan sederhana pada berita dan media yang ada, bahwa munculnya gelombang masalah politik, korupsi dan penurunan nasionalisme bangsa ini adalah karena masyarakat yang konsumeris yang lebih mementingkan belanja daripada mencipta. Yang lebih bangsa sebagai penguna daripada memproduksi. 

Maka situasi itu membuat bangsa ini menjadi haus akan uang untuk memenuhi keinginan itu dan akhirnya pendapatan yang halal kurang cukup untuk memenuhinya yang ujungnya adalah pendapatan tak halal di halal-halalkan untuk pemenuhanya. Inilah awal bencana bangsa ini jika tidak ada niat atau minat mengubah hidup mulai diri masing-masing.

Maka perjuangan sebenarnya bukan berperang pada korupsi atau lawan politik melainkan perang dengan diri sendiri. Kembali pada semangat pancasila sebenarnya untuk melawan pancasial. Kembali pada tujuan semula berbangsa dan bernegara. Dan memerangi nafsu pribadi untuk menjadi exsis dengan cara menghalalkan hal-hal yang tidak halal dan memerangi keinginan diri untuk menjadi pahlawan tanpa perang. Hal inilah yang akan menyelamatkan bangsa ini. Bukan berbagai lembaga yg dibuat yang akhirnya justru menjadi sarang atau tempat mengasah nafsu untuk berbuat curang. Buang budaya bisu dan bohong untuk memankas budaya konsumeris dan memangkas negara ini menjadi obyek tujuan pasar bangsa lain karena kita mampu menciptakan apa yang kita butuhkan sesuai dengan budaya kita sendiri. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun