Mohon tunggu...
mitha nurhikmah
mitha nurhikmah Mohon Tunggu... Administrasi - Pelajar

Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ternyata Lalat Bisa Atasi Masalah Sampah, Yuk, Cari Tahu!

10 Agustus 2019   13:44 Diperbarui: 10 Agustus 2019   13:52 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membahas soal penanganan sampah sampai saat ini nampaknya belum juga tuntas. Ditambah lagi dengan munculnya budaya konsumerisme membuat msyarakat memiliki gaya hidup yang  konsumtif tanpa mempertimbangkan  dampak kedepannya. Salah satu dampak tersebut adalah perilaku.

Perilaku merupakan bentuk kepribadian seseorang, walau bentuknya abstrak namun dapat diterapkan dengan diri sendiri dan dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Perilaku masyarakat dapat dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dibentuk oleh sosialisasi primer melalui didikan keluarga. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Dalam hal ini terkait dengan pola hidup yang konsumerisme, dapat ditemukan perilaku masyarakat yang tidak peduli lingkungan, khususnya pada sampah.

Zaman sekarang banyak masyarakat meginginkan hidup yang praktis dan simpel namun semasa hidupnya menjadi tidak produktif. Masyarakat beranggapan bahwa  sampah merupakan barang yang sudah terpakai dan tidak berharga lagi, lalu membuangnya dan membiarkan menumpuk di suatu tempat. Padahal jika hal ini terus dibiarkan akan menjadi suatu masalah bagi lingkungan, kehidupan masyarakat serta merugikan negara.

Masalah sampah merupakan masalah bersama, bukan hanya pemerintah yang harus andil dalam menyelesaikan masalah sampah, tapi kita semua.

Pemerintah selalu berusaha mencari solusi terbaik untuk menangani sampah yang semakin marak di berbagai daerah di Indonesia. Di Banyumas misalnya. Di daerah ini masalah sampah sangat memprihatinkan. Setiap hari, truk-truk mengangkut sampah ke TPA (Tempat Pembuangan Sampah) Kaliori. Sampah menumpuk tak bisa dikendalikan lagi. Bau yang menyengat, membuat warga setempat resah. Beberapa kali, mereka berdemo dan melarang truk-truk sampah itu masuk ke dalam TPA. Tapi hasilnya nihil.

Portal resmi Kabupaten Banyumas, banyumaskab.go.id pada 27 Desember 2018 mencatat, setiap harinya terdapat 40 truk yang masuk TPA. Sementara warga meminta kepada pengelola sampah agar truk yang diperbolehkan masuk hanya 15 truk saja. Secara akumulatif, jumlah sampah di Kabupaten Banyumas mencapai 600 ton per hari. Atas dasar asumsi per orang menghasilkan 0. 3 kg sampah per hari, dengan dua juga penduduk. Dari jumlah tersebut, hanya 45 % atau sekitar 270 ton sampah per hari yang dapat diangkut oleh Dinas Lingkungan Hidup untuk dibuang ke TPA. Selebihnya, ada yang masuk ke industri daur ulang, pengepul, bank sampah, TPST, dan masyarakat langsung (15% atau 60 ton), menjadi kompos (5% atau 30 ton), dan 35% lainnya atau sekitar 200 ton tidak terkelola.

Melihat kondisi tersebut, Sampah kian menjadi daya tarik perhatian pemerintah Banyumas. Pemerintah berinisiatif untuk merubah sistem pengelolaan sampah yang awalnya berbasis pelayanan oleh pemerintah daerah dengan pola titik kumpul, angkut dan buang ke TPA menjadi pengelolaan berbasis masyarakat dengan pola pilah sampah memanfaatkan dan memusnahkan sisanya.

Perubahan sistem telah tertuang di dalam surat edaran pemerintah Banyumas yang keluar pada tanggal 2 januari 2019. Yang dimaksud dengan pengelolaan sampah dari sumbernya ialah pengelolaan sampahnya dari sumber penghasil sampah dilakukan pemilahan sampah, pemanfaatan dan pemusnahan sampah di lokasi setempat. Jika sumber penghasil sampah tidak dapat mengelolanya, maka dapat bekerjasama dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pengelola sampah di wilayah terdekat masing-masing, dengan membayar iuran yang besarnya sesuai kesepakatan dengan KSM setempat.

Pelaksanaan ini terdapat di TPS 3R Purwokerto Wetan yang dibantu dengan KSM. Pengelolaan sampah di TPS 3R Purwokerto Wetan yaitu dengan memanfaatkan sampah organik untuk diproses menjadi pupuk kompos. Hal ini ditujukan untuk mengurangi volume sampah baik di TPS maupun di TPA. Sebagian masyarakat di sana telah mengaplikasikan dengan memilah sampah organik dan anorganik lalu dikumpulkan di tempat KSM dan membayar retribusi sebagai kompensasi untuk petugas KSM. Namun tidak sedikit juga masyarakat yang mengabaikannya, dengan membuang sampah ke sungai atau menumpuk di suatu tempat kemudian dibakar.

Seiring berjalannya waktu ditemukan beberapa kendala yang terjadi selama pelaksanaan yakni masyarakat terlibat penuh dalam proses pengolahan sampah mulai dari masyarakat harus memilah sampah, lalu mereka harus berurusan dengan KSM, dan pada penyerahan sampah masyarakat juga harus membayar retribusi dengan 10 kali lipat lebih besar dibanding dengan sistem pengolahan sampah yang berbasis pelayanan pemerintah daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun