Mohon tunggu...
Paramita Asri Widyastuti
Paramita Asri Widyastuti Mohon Tunggu... Lainnya - history junkie

Thought has no gender

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Iran dan Arab Saudi, Perang Dingin di Kawasan Timur Tengah

15 Juni 2020   15:17 Diperbarui: 15 Juni 2020   15:13 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Tahun- tahun selanjutnya, perang- perang proxy ini terjadi di hampir seluruh wilayah Timur Tengah. Ditambah dengan terjadinya Arab Spring di tahun 2011, serangkaian demonstrasi yang menuntut reformasi pemerintahan agar beralih pada sistem demokrasi, dan menolak otoritarianisme yang selama ini mengakar. Adapun, dukungan yang diberikan akan selalu sama, Iran akan mendukung kelompok syiah, dan sebaliknya, Arab Saudi akan mendukung pasukan sunni.

Lalu bagaimana Iran dapat dikatakan menjadi emerging power? Salah satunya juga tak lepas dari peran Qasim Soleimani menjalin hubungan erat dengan banyak militan- militan syiah di Timur Tengah. 

Iran yang mulanya seakan- akan dimusuhi oleh negara- negara sekitarnya (selain karena tidak memiliki backing seperti negara lainnya, Iran juga merupakan negara pertama yang pemerintahannya dipegang oleh kelompok syiah), mulai pelan- pelan mengorkestrasi dan ikut menjaga kendali gerakan bawah tanah oposisi pemerintah pada regional Timur Tengah lewat pasukan Quds.

Ketika Irak dilanda vacuum of power setelah Saddam Hussein ditangkap oleh Amerika Serikat pada tahun 2003, Soleimani bergerak cepat untuk menancapkan pengaruhnya di wilayah Irak, menjalin hubungan dengan kelompok syiah yang hendak mengambil alih pemerintahan Irak dan menyingkirkan Amerika Serikat. 

Tak hanya Irak, Iran juga memberikan bantuan bagi pemerintah Suriah (yang saat itu dipegang oleh kelompok syiah) untuk mempertahankan Bashar Al-Assad dari ancaman untuk digulingkan. Bahkan, Iran (dibawah komando Soleimani) turut meminta bantuan dari hizbullah Lebanon, dan kelompok syiah Irak untuk dapat mempertahankan kekuasaan Bashar Al- Assad. 

Terakhir, meskipun Soleimani sudah tiada, yang sampai saat ini masih berhembus adalah dugaan bahwa Iran memberikan dukungan terhadap kelompok pemberontak Houthi pada Perang Saudara Yaman.

Posisi Iran saat ini dapat disimpulkan dari rekam jejak kemenangannya mendukung pasukan syiah dan pemberontaknya. Di Lebanon, pasukan hizbullah yang disokong oleh persenjataan Iran, berhasil mendapatkan jatah kursi di jajaran pemerintahan pada pemilu 2016, kemudian diikuti oleh naiknya Michael Aoun (yang notabene berasal dari kelompok hizbullah) ke kursi kepresidenan.

Sedangkan di Suriah, kekuatan yang dikerahkan untuk melindungi Bashar Al-Assad tidak sia- sia, Al-Assad tetap duduk di kursi pemerintahan tertinggi Suriah. 

Sisanya, wilayah lain seperti Yaman masih menjadi medan perang dan berkecamuk dalam perang sipil dengan pasukan houthi tanpa henti yang sampai saat ini membunuh sebagian besar populasinya dan menghancurkan Yaman.

Iran juga, secara parsial, menarik diri dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau kesepakatan nuklir Iran, menyusul keputusan senada dari Amerika Serikat.  

Sebelumnya, Amerika Serikat memutuskan untuk menarik diri dari JCPOA dan kembali memberikan sanksi baik ekonomi maupun sanksi terhadap aktor politik Iran yang dianggap telah mengacaukan kondisi regional. Penarikan diri ini disinyalir merupakan dampak dari serangan Amerika Serikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun