BOJONG GEDE - Baru-baru ini (7/2/2019), Kementerian Perdagangan melalui Surat Menteri Perdagangan No. 82/M-DAG/SD/1/2019 memutuskan untuk menaikkan harga eceran tertinggi (HET) telur dan daging ayam. Keputusan ini diambil untuk mengatasi dampak kenaikan harga jagung yang memengaruhi pakan ternak.
Harga yang ditetapkan pemerintah untuk daging dan telur ayam yaitu berkisar pada Rp 20.000/kg hingga Rp 22.000/kg. Sedangkan untuk harga daging dan telur di tingkat konsumen yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar Rp 35.000/kg untuk daging dan Rp 25.000/kg untuk telur ayam.
Dua minggu setelah penetapan keputusan tersebut, salah satu pedagang telur dan daging ayam di Pasar Bojong Gede mengaku saat ini harga sudah cenderung stabil.Â
Taufik, salah satu pedagang telur yang telah berjualan selama hampir 2 tahun di Pasar Bojong Gede menyebutkan jika kenaikan harga telur memang sering kali tidak menentu.Â
Dalam seminggu ia bisa mengantongi keuntungan kotor sebesar 700 ribu hingga 1 juta rupiah, tergantung dari stabil atau tidak stabilnya harga. Kenaikan maupun penurunan harga pun bisa tiba-tiba saja terjadi tanpa bisa diprediksi. Hal ini tentunya membuat ia harus terbiasa untuk menghadapi pertanyaan pembeli langganannya juga mempersiapkan cara agar tidak mengalami kerugian.
"Biasanya kenaikan harga itu terjadi keesokkan harinya pada sore atau malam hari, makanya kita pedagang saat pagi hari kasih tau kepada pembeli bahwa besok harga akan naik," begitu ujarnya. Taufik juga mengatakan bahwa ketidak stabilan harga telur ini berasal dari harga pakan ternak yang tinggi. Selain itu juga pakan berupa konsentrat yang masih impor menjadi salah satu penyebab naik turunnya harga telur di pasaran.
Tak hanya Taufik, seorang pedagang daging ayam bernama Romlah mengatakan bahwa naik turunnya harga telur juga memengaruhi penjualannya. Ia menyebutkan bahwa jika harga sedang naik, orang akan menghindari membeli daging ayam yang berimbas pada tidak habisnya stok dagangannya dihari itu.
Tidak stabilnya harga telur menjadi masalah yang dikhawatirkan banyak warga, khususnya ibu-ibu. Menurut Reni, salah satu warga yang sering berbelanja di Pasar Bojong Gede, telur biasa menjadi lauk pengganti daging.Â
"Kalau semua bahan pokok naik, bahkan telur juga naik, bisa merugikan uang dapur. Niatnya kita mau hemat, malah ngga bisa," tuturnya. Pemerintah diharapkan dapat lebih konsen mengkaji penyebab ketidaksabilan harga telur di pasaran.
(Mita Def)