Mohon tunggu...
mita cornila
mita cornila Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Bebas

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mempersiapkan Kegagalan

20 Oktober 2022   16:30 Diperbarui: 20 Oktober 2022   16:37 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Ulrike Mai dari Pixabay 

Masih ingat bagaimana saat itu guru saya menulis dua kata di papan tulis dengan huruf balok: KEGAGALAN & KESUKSESAN.

Lalu beliau berkata, "Dari kedua kata yang menggambarkan suatu keadaan ini, mana yang perlu disiapkan?"

"Kesuksesan," jawab dengan bisik teman-teman saya saat itu dengan nada yang masih mengisyaratkan tanda tanya. Sedang saya hanya terdiam, mencoba sedikit mengolah kedua kata itu.

"Saya tinggal sebentar dan kalian pikirkan jawaban sekaligus alasannya." Ya, beliau meninggalkan kami dengan pertanyaan yang sederhana dan harusnya lebih mudah ketimbang mengerjakan soal integral.

Belum sempat kami sekelas mencoba berunding, beliau sudah kembali lagi. "Bagaimana, apa yang perlu dipersiapkan?" sepertinya guru saya ini sungguh-sungguh untuk membahasnya. Padahal, saya rasa ini tidak akan ada hubungannya dengan materi pelajaran yang dibahas hari ini karena seharusnya beliau mengajar pelajaran agama Islam.

"Kesuksesan, Pak," jawab salah satu teman saya. "Mengapa kesuksesan? Karena seperti banyak kata-kata yang kita temukan, bahwa kita harus berjuang demi masa depan yang cerah."

"Ada yang mau menyanggah atau menambahkan?" tambahnya dan banyak diantara kami yang memilih diam.

"Berjuang demi masa depan yang cerah ... ada kata berjuang disitu, tapi apa kamu lupa bahwa usaha atau perjuangan itu dapat menghasilkan dua jawaban? Antara gagal dan berhasil bukan?

Kamu terlalu banyak dicekoki kata-kata motivasi yang terdengar manis, Nak ... yang seakan semuanya akan berakhir dengan berhasil, berakhir dengan sukses.

Ini yang bahaya, ketika kita hanya diberi tahu tentang keindahan tanpa diberitahu pahitnya perjuangan. Kalian pernah merasakan kegagalan? Atau sebuah kekecewaan? Coba kalian bandingkan ketika mendapat rasa bahagia dan rasa kecewa? Berat mana? Tentunya berat ketika kita mendapat rasa kecewa. Rasa kecewa, rasa gagal itu akan lebih membekas dalam diri kita ketimbang rasa bahagia, iya tidak?"

Kurang lebih seperti itulah diskusi kelas kami saat itu, tentang perbedaan rasa bahagia dan rasa kecewa. Namun sayangnya saya tidak menelisik lebih dalam mengenai mempersiapkan kegagalan. Hingga akhinya, saya merasakan sebuah kegagalan. Gagal masuk universitas impian dengan jurusan impian. Kegagalan yang, sebenarnya wajar dialami karena hal demikian banyak dirasakan oleh mereka para calon mahasiswa. Namun, kegagalan itu nyatanya sangat memengaruhi  hidup saya, yang membuat saya seakan terus marah dengan diri saya sendiri selama kira-kira dua tahun. Dari satu kegagalan itulah saya mengerti akan pentingya mempersiapkan kegagalan atau lebih tepatnya siap untuk gagal. 

Meski sekarang status saya yang juga menjadi mahasiswa, rasa gagal itu bahkan tetap menyelimuti diri saya dan gagal-gagal yang lain yang mungkin memang akan terjadi. Karena beberapa hal, saya cukup sadar akan posisi saya yang berada "di tempat yang tidak diinginkan." Entah bagiamana Tuhan membawa saya menjadi mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, sementara saya hanyalah anak lulusan SMA tanpa pengalaman mondok. Saat itu saya lupa cara menolak.

 Menyerah di tengah jalan, tidak lulus, tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai dan tidak-tidak yang lain, itu sempat dan bahkan sering terlintas dalam benak saya.  Saya sadar akan hal itu dan darinya, saya berusaha untuk menghindari list-list kegagalan tersebut, seperti dengan belajar lebih untuk mengejar ketertinggalan. Sisanya, saya menjalankan rencana lain yang mungkin dapat mengatasi dari rasa gagal yang mungkin terjadi, seperti mendalami hobi yang memiliki peluang dapat digunakan untuk survive di masa depan atau tetap menyambi mengejar mimpi yang telah dirancang di awal.  

Meski saat ini juga belum tahu hasilnya seperti apa.

Saya rasa, memang selain menuliskan impian-impian, kita mungkin juga perlu menuliskan kegagalan-kegagalan yang dapat terjadi. Menurut saya, ini berbeda dengan overthinking.  Dengan memahami kegagalan yang mungkin terjadi sekaligus dampak apa yang ditimbulkan olehnya, maka akan muncul dua rasa siap: siap berjuang demi menghindari kegagalan itu dan siap menerima kegagalan apabila tetap terjadi. Sehingga, perasaan akan menjadi terkontrol, tidak berlarut sedih dalam menerima kegagalan dan bahkan tidak berlarut senang ketika kebahagiaan atau kesuksesan itu tercapai.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun