Belakangan ini, istilah work life balance makin sering kita dengar. Ia muncul dalam berbagai konten motivasi, jadi topik diskusi anak muda, bahkan dijadikan acuan gaya hidup sehat mental.Â
Tapi, apakah konsep ini memang cocok untuk semua orang---terutama untuk kita yang masih di usia 20-an?
Usia 20-an seharusnya bukan tentang mencari keseimbangan. Tapi tentang membangun pondasi.Â
Fase ini bukan saatnya kita tenang-tenang, melainkan momen penting untuk bergerak cepat, mencoba sebanyak mungkin, dan membangun kapasitas diri.Â
Tapi kini, banyak dari kita yang baru menginjak umur 22 atau 23 sudah merasa butuh jeda, seolah hidup sudah terlalu berat dijalani. Padahal, ini baru awal perjalanan.
Waktu Terbaik untuk Gagal dan Belajar Bangkit
Kalau kita mau jujur, di usia ini, sebagian besar dari kita belum punya apa-apa. Belum punya rumah, belum punya bisnis, belum punya tabungan yang cukup, bahkan belum punya tanggungan besar.Â
Dan itu sangat wajar. Justru karena itu, usia muda adalah masa terbaik untuk bereksperimen. Kita bisa salah, jatuh, dan gagal tanpa menanggung konsekuensi besar seperti saat sudah berkeluarga atau menanggung cicilan rumah.
Sayangnya, ketika terlalu cepat merasa cukup atau buru-buru mencari zona nyaman, kita justru sedang menghambat pertumbuhan diri.Â
Kita menunda proses pembentukan karakter dan kapasitas. Lebih buruk lagi, kita sedang mencuri masa depan diri kita sendiri.
Kegagalan adalah bagian penting dari pembangunan pondasi hidup. Mereka yang hari ini sukses bukan orang-orang yang hidupnya dulu seimbang.Â