Kalau meminjam istilah dari judul film Warkop DKI, posisi sandwich generation itu memang serba salah, maju kena, mundur pun kena.Â
Istilah "sandwich generation" sendiri merujuk pada generasi yang berada di tengah-tengah, menanggung beban tanggung jawab terhadap tiga generasi sekaligus: orang tua, diri sendiri, dan anak-anak.Â
Mereka menjadi semacam roti lapis, diapit oleh dua sisi tanggung jawab yang sama-sama berat.
Realitas ini tidak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga semakin terasa relevan di Indonesia, di mana nilai-nilai kekeluargaan yang kuat membuat anak merasa memiliki tanggung jawab moril dan finansial terhadap orang tua, meski mereka sendiri sedang membangun rumah tangga dan masa depan anak-anaknya.Â
Peran ini tentu tidak mudah. Selain menguras energi fisik dan mental, tantangan finansial menjadi salah satu beban terbesar yang harus dihadapi generasi ini.
Di tengah tekanan dari berbagai arah, pertanyaan besar muncul: mungkinkah sandwich generation mencapai kebebasan finansial? Jawabannya tidaklah hitam putih.Â
Namun, dengan pengelolaan keuangan yang cermat, kesadaran akan prioritas, dan komunikasi yang sehat dengan keluarga, peluang untuk meraih stabilitas bahkan kebebasan finansial tetap terbuka lebar.
Tantangan Finansial di Tengah Dua Kewajiban
Menjadi sandwich generation berarti harus membagi sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang terus bertambah.Â
Di satu sisi, ada orang tua yang semakin menua dan membutuhkan perhatian ekstra, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi. Di sisi lain, anak-anak membutuhkan dukungan penuh untuk pendidikan dan masa depan mereka.Â
Lalu di tengah-tengah, ada diri sendiri yang kadang luput dari perhatian, padahal juga sedang berjuang untuk bertahan dan berkembang.