Tahun 2025 dibuka dengan komitmen besar dari pemerintah Indonesia dalam upaya menyediakan tempat tinggal layak bagi masyarakat luas.Â
Melalui program pembangunan 3 juta unit hunian, negara ingin menanggulangi persoalan kekurangan pasokan rumah yang selama ini menghantui kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).Â
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun turut serta menunjukkan dukungannya terhadap program strategis ini, dengan membuka ruang lebih besar bagi peran lembaga keuangan dalam pembiayaan kepemilikan rumah.Â
Meski terlihat sebagai angin segar bagi banyak orang, kenyataannya, proses mendapatkan rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tidak semudah membalik telapak tangan.
Kendala utama dalam implementasi program ini bukan hanya terletak pada sisi penyediaan fisik rumah, tetapi juga pada akses masyarakat terhadap pembiayaan.Â
Skema KPR yang ditawarkan memang memberikan solusi pembiayaan jangka panjang, namun tetap mensyaratkan kelayakan kredit yang tidak semua orang mampu penuhi.Â
Prosedur pengajuan yang rumit, persyaratan administratif, hingga penilaian risiko yang ketat dari pihak bank membuat proses ini terasa jauh dari jangkauan masyarakat kelas bawah.Â
Di sinilah pentingnya pemahaman mendalam tentang proses dan strategi yang harus ditempuh calon debitur agar dapat menembus tantangan tersebut.
SLIK: Gerbang Awal Penilaian Kredit yang Tak Bisa Diabaikan
Bagi banyak orang, istilah SLIK atau Sistem Layanan Informasi Keuangan mungkin belum terlalu familiar.Â
Namun dalam dunia perbankan dan lembaga keuangan, SLIK adalah instrumen utama dalam menilai apakah seseorang layak diberikan kredit atau tidak.Â