Ramadan selalu menghadirkan kenangan tersendiri bagi setiap orang, terutama ketika masa kecil.Â
Bagi saya, Ramadan di tahun 1995 adalah masa yang penuh dengan kebersamaan, keceriaan, dan petualangan kecil di desa.Â
Saat itu, saya baru saja masuk sekolah dasar, masih tinggal di desa yang sepi dengan jarak antar rumah yang berjauhan.Â
Tanah lapang masih banyak, menjadi tempat bermain sepak bola dan bendengan bersama teman-teman.Â
Listrik pun sering padam, dan hanya sedikit orang yang memiliki televisi, sehingga kegiatan fisik dan permainan tradisional menjadi hiburan utama kami.
Suasana Desa Saat Ramadan
Desa tempat saya tinggal pada tahun 1995 masih sangat asri dan jauh dari hiruk-pikuk kota.Â
Rumah-rumah berjauhan, dikelilingi sawah dan pepohonan rindang. Jalanan di desa masih berupa tanah atau berbatu, dengan lampu penerangan yang terbatas.Â
Ketika malam tiba, suasana menjadi gelap gulita jika listrik mati, hanya ditemani cahaya rembulan dan lampu minyak di beberapa rumah.
Di bulan Ramadan, desa terasa lebih hidup. Setiap sore, anak-anak berlarian di jalanan menuju masjid atau mushola untuk mengikuti tadarus Al-Qur'an.Â
Para ibu sibuk menyiapkan hidangan berbuka puasa, sementara bapak-bapak mengobrol di serambi rumah atau surau sambil menunggu waktu maghrib.Â