Mohon tunggu...
Misbah Murad
Misbah Murad Mohon Tunggu... O - "Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

"Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Keberanian Mengatakan Cinta (Episode 10)

9 Mei 2019   18:20 Diperbarui: 9 Mei 2019   18:47 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Saya belum pernah jatuh cinta, dulu waktu SMA pernah dekat dengan seorang teman sekelas, tapi saya belum berani untuk mengutarakan bahwa saya menyukainya, saat kuliah ada seorang adik tingkat yang saya sukai, tapi keburu di ambil teman karena saya memang takut untuk memulai, begitu lamunan Catur akan masa lalunya tentang kedekatan dengan wanita.

Saat ini usia Catur sudah 31 tahun, usia yang sudah pantas untuk berumah tangga, pekerjaan sudah ada, penghasilan tetap sudah ada, tapi pendamping hidup yang belum dimiliki. Catur tidak memiliki keberanian untuk mengutarakan perasaannya terhadap wanita, ia sepertinya tipe penunggu, menunggu wanita yang mengatakan "Catur Aku Cinta kamu"

Kali ini dia ingin berbicara dengan seorang "Janda" yang tadi siang di temuinya di butik, dia masih menimbang-nimbang apakah Dessy juga punya perasaan yang sama seperti dia rasakan. Catur beranggapan kalau ngomong di tilpun dia tidak perlu menggunakan Bahasa tubuh atau kontak mata seperti sedang mengobrol secara bertatap muka. 

Catur berfikiran inilah waktu yang tepat untuk menelpon Dessy, Catur ingin mengutarakan niat hatinya, walau Catur menyadari mereka baru beberapa kali bertemu, bahkan belum mengenal sifat satu sama lain, ini adalah waktu dan tempat yang tepat untuk mengutarakan isi hatinya, bertempat di kamar tidurnya, dan waktu baru menunjukan pukul 20.00.

"Assalamulaikum."

"Waalaikum Salam." Sahutan dari seberang sana

"Maaf malam-malam, mudahan tidak mengganggu."

"Ngak ini masih di butik lagi siap-siap mau tutup."

"Oh,...ya udah siap-siap tutup aja dulu, nanti di telpun lagi."

"Sekitar 15 menit lagi, ya."

"Kalau 15 menit ngak bisa," kata Catur

"Ya, udah nanti terserah asal jangan lewat jam 10." Kata Dessy

"Ngak saya ngak bisa kalau 15 menit, gimana kalau 14 menit, satu menit sangat berarti buat saya." Canda Catur

"Ya udah, kalau gitu 12 menit kedepan saya tunggu." Kali ini Dessy yang candain, sambil dia mengucapkan "Assalamualaikum."

Waktu lima belas menit bagi Catur adalah waktu yang sangat lama dan panjang, sebuah penantian yang sangat melelahkan, berbagai fikiran dibenaknya, mau memulai bagaimana nanti pembicaraanya, dia juga tidak ingin dibilang, hanya cinta sesaat, atau terlalu cepat jatuh cinta, waktu lima belas menit waktu yang sangat panjang malam ini.

Tanpa membuang waktu lebih lama, begitu jarum jam menunjukan angka 20.15, secepat kilat Catur memencet nomor yang sudah hafal di luar kepalanya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikum salam, anda terlambat 3 menit dan 3 detik." Suara di seberang sana

"Ha....ha....ha....," Catur tertawa

"Waktu 3 menit dan 3 detik, waktu yang sangat berharga bagi saya." Lanjut Dessy

"Sudah tutup butiknya ?"

"Sudah, barusan."

"Ini di mana ?"

"Masih di butik, di meja sambil menikmati coklat panas, dan kacang mente."

"Azka dimana ?"

"Tadi tertidur di ruang keluarga, di depan TV."

"Sudah makan ?" tanya Catur

"Sudah, makan yang tadi siang di panasin sama bibi."

"Tadi, makanya enak, pengen nambah tapi malu." Kata Catur

"Lha, pakai malu-malu."

"Catur sudah makan ?" Tanya Dessy

"Sudah, tadi sekalian pulang kantor, beli nasi goreng di bungkus."

"Catur emang tinggal dimana ?"

"Bogor Park Residence."

"Bogor Park itu deket mana dengan BNR ?" Tanya Dessy

"Deket, kalau mau lewat belakang deket, lewat belakang Hotel Aston, nanti keluar jalan besar, ambil kanan sekitar 500 meter dari situ, perumahannya ada di sebelah kanan." Jelas Catur.

"Sepertinya pernah kesitu deh, dah lama dulu waktu masih ada mendiang bapaknya Azka, waktu mau ke duren Warso."

"Ya, betul kalau mau ke Warso lewat sini."

"Dessy, ngak jalan-jalan keluar habis butik tutup."

"Setelah ayahnya Azka ngak ada, di rumah aja, kalau dulu biasanya minimal satu minggu satu kali jalan, kadang nonton, setelah berdua saja sama Azka, ya di rumah aja."

"Maaf, kalau boleh tahu Azka usia berapa dalam kandungan saat ayahnya meninggal ?"

"Usia kandungan tujuh bulan saat ayahnya meninggal."

"Mau nanya lagi tapi, ngak enak bikin suasana jadi sedih." Kata Catur

"Ya ngak apa, nanya aja mumpung ngak bayar."

"Ayahnya Azka meninggal sakit atau apa ?"

Dessy menarik nafas panjang mendengar pertanyaan Catur, walaupun dia memperbolehkan Catur untuk bertanya, dan sudah dia perkirakan Catur akan menanyakan ini, namun saat ditanya hal ini, ia jadi sedikit sedih juga.

"Kalau memberatkan, jangan dijawab sekarang." Kata Catur karena dia mendengar tarikan panjang nafas Dessy.

"Ayahnya meninggal, kecelakaan pesawat beberapa tahun lalu, sampai sekarang kami pun belum menemukan jasad ayahnya Azka." Lanjut Dessy

"Kasian Azka, dia masih belum mengerti." Kata Dessy

Pembicaraan terhenti sejenak, Catur bingung harus memulai dari mana lagi agar suasana tidak larut dalam kesedihan, sementara dia ingin pedetake ke Dessy.

"Dessy sudah lama buka butik ?"

"Baru, tidak lama setelah ayahnya Azka meninggal, tadinya saya kerja di Perusahaan Swasta."

"Ini modal butik dari penerbangan yang jatuh itu memberikan, sebagai santunan untuk ahli waris, saya fikir biar deket dengan Azka ada baiknya saya buka butik, jadi ngurus butik dan Azka aja."

"Jadi ngelantur kemana-mana omongnya." Lanjutnya

"Catur ada apa telpun, ntar pacarnya tahu, ribut, lho !!

"Belum punya pacar Des, ngak ada yang mau."

"Gombal."

"Emang usia Catur berapa ?"

"Tiga puluh satu, bulan depan."

"Wah, Dessy manggilnya adek dong, Dessy bulan kemarin tiga puluh dua." Lanjut Dessy.

"Ngak keliatan tiga puluh dua, malah seperti dua puluh limaan." Kata Catur

"Gombalnya, dik Catur ini." Dessy sengaja menekankan kata dik menunggu reaksi Catur sepertinya.

"Apa ngak mau mencari pengganti ayah Azka." Pancing Catur

"Mana ada yang mau sama janda, anak satu."

"Kalau ada yang mau gimana ?" Tanya Catur

"Saya tidak mikir untuk saya, saya hanya fokus untuk Azka."

"Gimana kalau ada yang mau dan dia sayang sama Azka." Kata Catur

Dessy diam, dia tidak menjawabnya, sementara Catur membiarkan dulu, menunggu jawaban apa yang akan diberikan Dessy atas pernyataannya.

"Heeemmm." Dessy hanya mendesah

"Atau ada syarat yang harus di penuhi ?" Tanya Catur

"Ngak juga sih, tapi sementara ini saya belum mikir kesana."

"Kalau saya menawarkan diri menjadi pengganti ayahnya Azka gimana ?" entah dari mana keberanian Catur muncul, tiba-tiba dia berani mengucapkan kalimat ini, dan dia yakin andai bertatap muka langsung, tidak akan keluar kalimat ini.

"Ha...Ha...!!!

Dessy tertawa dari seberang sana

"Kita ketemu aja belum satu bulan, sudah ngomong gini." Tawa Dessy

"Sungguh, aku serius Des."

"Catur tadi selain makan nasi goring makan apa ?"

"Salah makan sepertinya." Lanjut Dessy

"Sungguh Des, aku serius."

"Ijinkan aku, untuk lebih mengenal Dessy dan Azka."

"Aku belum ada fikiran kesana, Cat."

"Ijinkan aku, untuk mengenal Dessy dan Azka." Kata Catur memohon sekali lagi.

"Selebihnya nanti terserah Dessy, cocok atau tidak."

"Andai cocok, beri kesempatan aku menjadi ayah Azka dan suamimu, andai nanti Dessy anggap tidak cocok, biarlah kita berteman seperti ini." Lanjut Catur

Dessy diam, Catur diam, mereka berdua diam untuk beberapa saat, Catur melihat jam dinding di kamarnya waktu menunjukan tepat pukul 21.00

"Sudah malam." Kata Catur

"Ia." Kata Dessy

Ada getaran aneh dari jawaban Ia dari Dessy, dan Catur merasakan getaran itu, walau mereka baru berkenalan.

"Terima kasih, sudah mendengarkan isi hatiku." Kata Catur

"Mohon dimaafkan kalau ini dianggap terlalu cepat dan terlalu lancang." Lanjutnya

"Tapi aku harus sampaikan ini, ijinkan aku mencintai Dessy sama Azka, beri kesempatan aku untuk lakukan itu, selamat tidur......mimpi indah ya......Assalamualaikum."

Dessy diam tidak menjawab salam Catur, mungkin ia jawab dalam hati, tapi handphone nya tetap hidup tidak dimatikan, Catur pun demikian

"Des......"

"Eh......ia...."

"Waalaikum Salam."

Bersamaan dengan salam, terdengar sambungan yang diputus, entah apa yang dilakukan Dessy setelah itu, Catur pun merasa lega sudah mengucapkan isi hatinya, ia rebahkan dirinya di Kasur, sambil menghayal mengharap jawaban seperti yang dia inginkan, ia tertidur dalam kesenangan maksimal.

Edten, 09052019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun