Mohon tunggu...
Misbah
Misbah Mohon Tunggu... Guru - Pribadi

Anak ilmu sosial yang tertarik dengan pertanian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menumbuhkan Bibit Petani di Generasi Muda

22 Mei 2019   16:30 Diperbarui: 22 Mei 2019   17:17 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Petani sedang membersihkan gulma

Sandang, pangan, dan papan itulah 3 kebutuhan pokok yang kita pelajari sejak Sekolah Dasar. Mari bicara salah satunya, yaitu pangan atau makanan. Kita setiap hari pasti butuh makan, mau banyak atau sedikit itu tergantung kebutuhan masing-masing. Makanan yang kita makan sehari-hari itu berasal dari hasil pertanian.

Pertanian tidak hanya budidaya tanaman, tetapi juga meliputi peternakan dan perikanan. Karenanya sektor usaha pertanian  yang  di indonesia merupakan salah satu penyerap tenaga kerja terbanyak. Banyaknya tenaga kerja yang ada di sektor pertanian, menunjukkan bahwa pertanian masih menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Maka perlu perhatian dari pemerintah agar sektor usaha ini tetap bisa bertahan dan memberi dampak bagi para pelakunya dan juga masyarakat sebagai konsumen hasil pertanian.

Salah satu hal yang perlu dibenahi dari sektor pertanian adalah masalah sumber daya manusia (SDM). Meskipun jumlahnya banyak yang bekerja di sektor pertanian, namun dari hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) Tahun 2018 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kebanyakan yang bekerja di sektor ini adalah orang-orang yang usianya tidak lagi muda. Bisa dilihat dari diagram di bawah ini.

Sumber: Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018, BPS
Sumber: Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018, BPS
Rumah Tangga Usaha Pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola usaha pertanian. Berdasar data di atas, kekurangan kita di sektor pertanian adalah regenerasi petani. Sumber daya manusia yang bekerja kebanyakan sudah berusia lebih dari 40 tahun. Sedangkan yang berusia muda yaitu kurang dari 35 tahun sebesar 3.185.093 jiwa dari 27.682.117 jiwa atau hanya 11,5%. Untuk beberapa tahun kedepan kalau permasalahan ini tidak segera ditangani akan berdampak pada pemenuhan kebutuhan pangan kita.

Sebenarnya minat anak muda pada sektor pertanian beberapa tahun belakangan meningkat sebagai contoh di Polbangtan Bogor, tahun 2017 yang mendaftar 7.000 orang yang diterima 1.000 orang, tahun 2018 yang mendaftar 13.000 orang yang diterima 1.300 orang. Namun ada beberapa masalah yang membuat lulusan pertanian akhirnya tidak bekerja di sektor pertanian, saya sampaikan beberapa diantaranya:

Pertama adalah masalah modal. Diakui atau tidak kalau kita mau usaha dibidang pertanian modal yang dibutuhkan itu banyak. Mulai dari kepemilikan lahan untuk bertani, penyiapan bibit, pupuk, perawatan, pemanenan, sampai pengolahan hasil pertanian itu membutuhkan uang yang banyak. Pinjam ke bank terkendala dengan jaminan. 

Pinjam ke keluarga atau teman kadang tidak dipercaya karena belum ada pembuktian kita bisa usaha di pertanian. Memang untuk memulai usaha pertanian bisa juga dengan modal yang kecil, namun agar hasil yang bisa dirasakan butuh waktu yang lama. Kalaupun tidak membuka usaha pertanian sendiri, para anak muda bisa bekerja di perusahaan yang telah ada. Namun tetap tidak bisa menyerap semua lulusan atau orang-orang yang mau bekerja di pertanian.

Kedua yaitu gengsi. Di zaman digital ini kita pasti sering menggunakan media sosial untuk tetap terhubung dengan orang yang kita kenal. Salah satu dampak dari menggunakan media sosial adalah kita senang membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita bisa iri dengan kesuksesan yang sudah didapat oleh teman, mereka bekerja ditempat yang bersih dan gedung yang bagus. 

Kalau ingin bekerja di pertanian hal tersebut sulit dicapai, kecuali kalau kita bosnya. Ada juga rasa malu sudah sekolah tinggi di universitas bergengsi, masa setelah lulus harus bekerja di sawah atau kebun. Walaupun sebenarnya dia kuliahnya di pertanian, belum tentu mau turun ke lapangan juga. Maka hal ini menyurutkan niat beberapa anak muda yang awalnya ingin bekerja di pertanian akhirnya banting setir ke pekerjaan lain yang dianggap lebih bisa dibanggakan.

Ketiga masalahnya adalah kurang menjanjikan. Banyak orang tua sekarang ingin anaknya bekerja di bidang selain pertanian. Bahkan yang orang tuanya petani juga ingin anaknya bekerja kantoran sampai menjual sawah atau hewan ternak untuk menyekolahkan anaknya dibidang selain pertanian. Karena mereka menganggap bekerja di pertanian itu tidak menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan hidup. 

Kalau di lihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Februari 2019 sebesar 102,94 turun dari bulan Januari 2019 yang sebesar 103,33 (Data BPS). Sulit bagi petani untuk bisa memenuhi kebutuhannya kalau bergantung hanya dari penjualan hasil pertanian. Bila harga hasil pertanian naik, misal cabai, belum tentu petani merasakan dampaknya, sebab yang memperoleh untung lebih banyak biasanya adalah pengepul hasil pertanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun