Mohon tunggu...
Mirza Ghulam Ahmad
Mirza Ghulam Ahmad Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Masih belajar dan akan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Wacana Kekuasaan dan Politik Covid-19

9 Mei 2020   17:18 Diperbarui: 9 Mei 2020   23:05 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Coronavirus disease 2019 atau COVID-19 telah masuk dan menyebar di Indonesia, saat ini tercatat lebih dari 10.000 orang telah terjangkit COVID-19. Pemerintah telah berupaya keras dengan mengeluarkan beberapa kebijakan atau wacana terkait penanganan COVID-19 serta melakukan langkah-langkah antisipasi agar virus yang belum ditemukan vaksinya ini tidak menyebar luas. Tentu pemerintah tidak bisa berjalan sendirian menangani kasus COVID-19, peran warga negara sangat diperlukan dalam situasi pandemi seperti sekarang ini.

Namun ada sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa kebijakan yang diterapkan pemerintah malah merugikan masyarakat. Ada alasan dan dasar tertentu mengapa pemerintah mengeluarkan beberapa wacana kekuasaan untuk menangani kasus COVID-19. 

Dalam situasi saat ini pemerintah dituntut untuk lebih cepat mengambil sikap dan menentukan arah berjalanya kebijakan yang harus membawa dampak positif dan tidak merugikan masyarakat. Tentu wacana kekuasaan yang diambil oleh pemerintah harus memiliki dasar yang kuat salah satunya adalah pemerintah harus menguasai ilmu pengetahuan tentang COVID-19.

Pemikiran Michel Foucault seorang filsuf asal Prancis pada teori wacana kekuasaan atau discourse of power pernah menyatakan dalam premisnya bahwa Siapapun yang mengontrol episteme, maka akan mengontrol realitas, episteme atau pengetahuan dihasilkan oleh individu-individu yang ada di dalam suatu periode zaman, individu-individu yang menghasilkan episteme inilah yang dapat mengontrol realitas yang sedang berjalan. Hal ini membuktikan bahwa adanya relasi antara pengetahuan dan kuasa, pengetahuan akan menghasilkan kuasa dan sebaliknya kuasa akan menghasilkan pengetahuan.

Jika pernyataan Foucault diuraikan dalam konteks kenegaraan pada situasi COVID-19 ini adalah masyarakat saat ini dikontrol tidak menggunakan kuasa yang bersifat fisik, tetepi tetap diatur dan dikontrol lewat wacana kekuasaan yang dikorelasikan dengan pengetahuan dan merupakan hasil dari individu-individu yang mereproduksi pengetahuan. 

Jadi individu-individu yang mereproduksi pengetahuan akan mempengaruhi individu-individu lain yang memiliki kuasa, dan sebaliknya individu-individu yang memiliki kuasa akan mempengaruhi individu yang memiliki pengetahuan dengan tujuan untuk menghasilkan wacana kekuasaan.

Pemerintah sebagai pemilik kuasa harus menguasai dan menggunakan pengetahuan tentang COVID-19 dari para ilmuan atau individu lain yang berada pada bidang kesehatan untuk membuat wacana kekuasaan atau kebijakan yang nantinya akan diaplikasikan kepada masyarakat. 

Salah satu contoh wacana kekuasaan yang sudah diterapkan di masyarakat adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota besar di Indonesia, hal ini diambil dari dasar pengetahuan COVID-19 akan menjangkiti seseorang dengan kontak fisik sehingga pembatasan sosisal perlu untuk diterapkan.

Politik COVID-19 di Indonesia tercipta saat adanya hubungan antar individu-individu pemegang kuasa dengan individu-individu yang mereproduksi pengetahuan tentang COVID-19, wacana kekuasaan merupakan produk yang dihasilkan dari Politik COVID-19. Wacana kekuasaan juga dapat berfungsi sebagai kontrol terhadap masyarkat dalam menghadapi situasi ini, di mana negara membatasi kegiatan warganya di ruang publik dengan tujuan mencegah penyebaran COVID-19.

Dalam meongontrol warganya negara dapat menggunakan sistem pengawasan panoptik di sebagian wacana kekuasaan yang telah disusun, sistem pengawasan panoptik juga merupakan pemikiran dari Michel Foucault. Sistem ini melakukan pengawasan secara discontinue tetapi berdampak secara continue tujuanya adalah menghasilkan ketaatan yang permanen dengan menggunakan sumber daya yang minim, sistem ini dianggap efektif dan ekonomis untuk mengontrol masyarakat.

Sistem ini mengawasi masyarakat secara tidak terus menerus tetapi akan berdampak secara terus menerus dengan menggunakan sumber daya yang tidak terlalu banyak dan menghasilkan ketaatan yang permanen. Salah satu contoh penerapan sistem ini adalah negara melalui perangkat keamananya yaitu aparat kepolisian melakukan sweeping membubarkan masyarakat yang masih nongkrong sampai larut malam karena tidak mematuhi wacana kekuasaan yang telah dibuat untuk mencegah COVID-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun