COVID-19 ADALAH RACUN PALING AMPUH DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONALÂ
Dalam bidang perekonimian suatu bangsa dapat dikatakan sebagai bangsa yang maju dan menonjol di kalangan internasional jika mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat dengan laju eksponensial dan mengalami peningkatan nilai ekspor dari pada nilai impor. Sedangkan, yang memfasilitasi meningkatnya pertumbuhan ekonomi adalah perdagangan internasional. Perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan. [1]
Namun, saat ini perdagangan cukup terhambat oleh  adanya Pandemi Covid-19 yang tidak kunjung usai. Pandemi covid-19 ini merebah di seluruh penjuru dunia tidak ada satupun negara yang tidak terkena imbasnya dari Pandemi Covid-19 ini, sehingga pola perdagangan internasional mengalami perubahan yang sangat berdampak pada kegiatan ekspor dan impor.
 Tidak hanya itu, pertumbuhan ekonomi juga sangat terhambat hanya karena hal kecil yang seharusnya tidak begitu signifikan untuk menjadi alasan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara yaitu biaya logistik, karena Pandemi Covid-19 ini banyak negara menerapkan sistem lockdown sehingga pengiriman barang memerlukan durasi yang cukup lama dan diikuti dengan memakan biaya yang cukup mahal.[2] Hal ini seperti yang disampaikan oleh Menteri Perdagangan Agus Supramanto dalam diskusi virtual pada Rabu, 24 Juni 2020.
"Biaya pengiriman logistik bertambah karena pengiriman pun harus mengikuti protokol kesehatan," ujarnya.
Sebenarnya, peristiwa yang paling mendramatisir menurunnya pertumbuhan ekonomi Bangsa Indonesia dalam Perdagangan Internasional adalah kerjasama bilateral antara Indonesia dan Tiongkok (China) sebagai mitra dagang Indonesia yang paling menjajikan untuk pertumbuhan nilai ekspornya.
Permasalahan tersebut terjadi pada sektor pariwisata yang mengalami penurunan sangat drastis akibat pelarangan penerbangan sementara oleh Pemerintah Indonesia dari dan ke Tiongkok serta perdagangan ekspor dan impor IndonesiaChina terutama pada komoditas buah-buahan dan hewan.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Eksportir Sayur dan Buah Indonesia (AESBI), Hasan Johnny Widjaja, sejak ada kabar tentang Virus Corona, para pembeli di China langsung menghentikan pembelian. Para eksportir buah yang paling 'menangis' adalah mereka yang melakukan penjualan atau pengiriman barang dengan skema CNF (Cost and Freight/CFR) atau pembayaran yang dilakukan setelah barang tiba di pelabuhan tujuan ekspor. Bahkan ada yang sudah mengirim barang di kapal, namun di tengah perjalanan terjadi pembatalan.[3]
Keterangan serupa juga ditegaskan kembali oleh Menteri  Perdagangan, "Supply-demand yang terganggu, pelarangan ekspor-impor komoditas pangan dan kesehatan, perubahan pusat rantai pasok global dari China, AS dan Jerman," kata Agus dalam diskusi virtual, Rabu (24/6/2020).
Dia menambahkan, efek negatif dari Covid-19 pun juga berdampak kepada kerjasama perdagangan dengan beberapa negara lain tidak berjalan dengan baik. Apabila, masalah ini tidak diatasi secara baik, maka akan menimbulkan resesi ekonomi.
"Bahkan bisa mengancam kepada resesi ekonomi global," kata dia.
Dengan demikian, maka sudah menjadi keharusan bagi Pemerintah Indonesia untuk segera mengambil tindakan-tindakan alternative yang dapat mengobati luka-luka penghambat pertumbuhan ekonomi dan juga meskipun kendati hubungan kerjasama antara Indonesia dan China sedikit melemah karena menurunnya ekspor-impor antar keduanya, Pemerintah Indonesia harus tetap menjaga hubungan baiknya sehingga perlahan tapi pasti arus Perdagangan Internasional tetap terjaga hingga dapat kembali memulihkan pertumbuhan ekonomi Bangsa Indonesia, dan tidak hanya dengan China saja tetapi juga dengan Negara lainnya bahkan alangkah baiknya Pemerintah juga membangun kerja sama yang lebih luas lagi dengan mengekspor barang-barang atau bahan-bahan makanan yang dimiliki Indonesia dan tidak dimiliki bangsa lain bahkan bangsa lain sangat membutuhkannya.
Semoga Pandemi Covid-19 ini segera berakhir sehingga keadaan dapat membaik kembali seperti sedia kala.