Aku pulang setelah menilai semua tulisan peserta. Ada yang membuatku meneteskan mata. Ada pula yang membuatku bingung tak karuan. Bingung karena aku tak menangkap isi tulisannya. Mungkin peserta itu baru belajar menulis. Begitu pikirku.
Huh, aku lelah. Sampai nya di rumah. Aku sangat kesal. Meja, piring dan toples di rumah berantakan. Se-isi rumah berantakan. Tidak tau siapa yang melakukannya. Aku sangat kesal. Inginnya sampai di rumah hanya istirahat. Bukannya malah beres-beres. Bibi di rumah juga tidak tau siapa pelakunya. Aku heran. Aku mencari anakku Baim. Aku menemukannya sedang bermain dengan kucing. Padahal aku tak mengizinkannya memelihara kucing.
Aku benar-benar kesal dan marah. Melihat Baim dengan baju yang sangat kotor. Juga melihat kucing liar di rumah. Astaga, kucing itu juga BAB di rumahku. Bau sekali.
"Baim...kamu ngapain disitu? Ayo masuk kamar. Bersihkan dirimu! ". Begitu bentakku ke Baim. Â "Baim kenapa ruang tamu dan ruang makan berantakan? Siapa yang habis main?".
"Tadi Baim main sama pusi mah. Dia ngejar-ngejar Baim sampai di taman nih. Maaf ya mah", katanya memelas.
Kemudian aku berkata dengan perasaan marah, "Mamah kan sudah pernah bilang. Tidak mengizinkan memelihara kucing. Karena dia suka pup sembarangan dan bikin rumah berantakan. Kalau misalnya Baim tetap mau pelihara kucing. Silahkan tinggal di luar. Karena mamah gak mau ada kucing di rumah. Dan Baim gak akan dapat uang jajan!"
"Mamah capek banget nih im. Pokoknya ini terakhir kalinya kamu masukin kucing. Kalau mamah lihat lagi, akan mamah buang kucingnya dan Baim gak akan dapat uang jajan semingggu! Titik".
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Keesokan harinya, aku dibuatnya marah lagi. Bener-bener nih si Baim. Gak bisa dikasih tau. Keras kepala mirip sekali dengan Ayahnya. "Oh, masih pelihara kucing juga? Gak denger peringatan mamah kemarin ya?"
"Mah, plis dong. Pusi tuh lucu banget. Terus temen-temenku juga melihara kucing di rumahnya. Masa aku doang yang gak pelihara kucing? Boleh ya? Baim jamin dia pup di kamar mandi kok", pintanya dengan suara memelas.
Aku tetap tidak membolehkan, "Gak boleh! Sekali gak boleh ya gak boleh! Jangan nego ya! Anak zaman now nih, bisa aja ngelesnya. Ngasih alasan. Ntar kalau udah kejadian, Mamah juga yang repot".