Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Fadillah
Muhammad Irfan Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Trust the process

Nama: Muhammad Irfan Fadillah NPM: 1912011303 Mahasiswa Fakultas Universitas Lampung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukuman Pidana bagi Pelaku Tindak Pidana Anak dalam Pidana Khusus Narkotika

8 April 2022   19:25 Diperbarui: 8 April 2022   19:28 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hukuman Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Anak Dalam Pidana Khusus Narkotika

Mengingat eksistensi anak menjadi generasi penerus usaha bangsa serta sebagai kandidat-kandidat pimpinan masa depan, maka kedudukan anak di negara ini menjadi cukup krusial, sebab orientasinya menunjuk kepada pembangunan bangsa di era reformasi dan  globalisasi yang semakin tak tentu arah tersebut serta tak mengenal adanya kompromi, semakin sempitnya insting manusia pada sikap kebangsaan dan  menipisnya jiwa kepahlawanan. Oleh sebab itu anak-anak perlu memperoleh perhatian yang cukup berfokus bukan saja menyangkut ilmu pengetahuan serta teknologi, namun perlu juga pertimbangan agama, hukum, serta sosiologis yang mendudukkan pengertian anak semakin rasional serta aktual dalam segala matra serta bidang. Khusus dalam kawasan hukum anak memang dilihat sebagai subjek hukum,dimana pada peletakan anak sebagai subjek hukum tadi lahir dari proses sosialisasi banyak sekali nilai ke dalam insiden hukum secara substansial yang mencakup pada peristiwa hukum maupun korelasi hukum yang mempunyai andil dalam ruang lingkup hukum perdata juga aturan publik, khususnya hukumpidana. tetapi Jika ditelusuri lebih jauh lagi bahwa sebenarnya, berlakunya manusia sebagai pembawa hak, mulai berasal ketika ia dilahirkan dan  berakhir pada waktu iameninggal dunia, malah seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya bisa disebut sebagai pembawa hak (dianggap sudah lahir) bila hal dibutuhkan unuk sesuatu tertentu.

Sesuai Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang angka 11 tahun 2012 perihal Sistem Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum merupakan anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan  saksi tindak pidana. menurut Pasal 1 ayat tiga Undang 11 Tahun 2012 wacana Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) menyatakan bahwa Anak yang berhadapan dengan aturan ialah anak yang telah mencapai usia 12 (dua belas) tahun namun belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun. Sebelum lahirnya Undang-Undang angka 23 Tahun 2002 wacana proteksi Anak, pada dasarnya anak-anak yg bermasalah mengkategorikan dalam istilah kenakalan anak, yg mengacu di Undang-Undang nomor  tiga Tahun 1997 perihal Pengadilan Anak. Sesudah diundangkannya Undang-Undang perlindungan Anak, maka kata tersebut berubah menjadi anak yg berhadapan dengan hukum (ABH), dan  ketika ini Undang-Undang angka 11 tahun 2012 mengnai Sistem Peradilan Pidana Anak pun memakai kata anak yang berkonflik dengan hukum.

Proteksi Terhadap Anak Pelaku

Pasal 1 ayat 3 UU No. 11 Tahun 2012 menyampaikan batasan usia terhadap anak yg berhadapan dengan hukum. Batasan usia anak yg berhadapan menggunakan hukum ialah anak yang telah berumur 12 (2 belas) tahun, serta namun belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Lalu dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang nomor  11 Tahun 2012 ihwal Sistem Peradilan Anak mencantumkan dengan tegas apa saja yang menjadi hak-hak anak pada peradilan pidana. Di ketika proses peradilan pidana anak hak-hak anak wajib  mendapatkan proteksi asal setiap strata, perlindungan tadi diberikan sebagai salah  satu bentuk penghormatan hak asasi anak. proteksi terhadap anak yg berkonflik dengan aturan ini mengalami perubahan yg fundamental yakni pengaturan secara tegas tentang buat menghindari serta menjauhkan anak asal proses peradilan, sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap yang dihadapi anak dengan demikian proteksi terhadap anak yg berkonflik menggunakan hukum yang lebih mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. anak yg berkonflik menggunakan aturan. dalam ketentuan Pasal 5 Undang-Undang angka 11 Tahun 2012 perihal Sistem Peradilan Anak mencantumkan menggunakan tegas bahwa

1) Sistem Peradilan Pidana Anak harus mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.

2) Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. penyidikan serta penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sinkron menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali dipengaruhi lain pada Undang-Undang ini;

b. persidangan Anak yang dilakukan sang pengadilan pada lingkungan peradilan awam; dan

c.pelatihan, pembimbingan, supervisi,serta/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan serta setelah menjalani pidana atau tindakan.

3) pada Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud di ayat (dua) huruf a serta huruf  b harus diupayakan Diversi.

Pasal 6 Undang-Undang angka 11 Tahun 2012 wacana Sistem Peradilan Anak diversi bertujuan:

a. mencapai perdamaian antara korban dan  Anak;

b. menuntaskan masalah Anak di luar proses peradilan;

c. menghindarkan Anak asal perampasan kemerdekaan;

d. mendorong warga  buat berpartisipasi; dan

e. menanamkan rasa tanggung jawab pada Anak. pada melakukan perlindungan Anak yg berhadapan menggunakan aturan, proses solusinya diharuskan melibatkan semua pihak yang meliputi kiprah orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, lembaga negara lainnya yang berkewajiban serta bertanggungjawab pada peningkatan kesejahteraan anak, serta perlindungan spesifik terhadap anak yg bersangkutan. pada konsep keadilan restoratif yang dikenal adanya proses diversi. pada proses diversi yaitu seluruh pihak yang terkait pada suatu tindak pidana eksklusif bersama-sama mengatasi masalah dan  membentuk suatu kewajiban buat membentuk segala sesuatunya menjadi lebih baik menggunakan melibatkan korban, anak, warga  serta pihak terkait buat mencari solusi yg terbaik bagi anak tanpa terdapat unsur pembalasan. dalam penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan aturan yg menggunakan pendekatan keadilan restorative justice penyelesaian yg melibatkan semua pihak dan  secara beserta-sama mengatasi perkara serta mencari solusi yg terbaik terhadap perkara.

Kemudian penyelesaian terhadap kasus satu orang anak dibawah umur menjadi pengedar narkoba di Samarinda, KalTim. Pelaku ditangkap saat menunggu pelanggannya. Dari pelaku petugas mengamankan 48 poket sabu-sabu siap edar seberat 14,48 gram bruto atau 5,85 gram neto. Pelaku berinisial ILO (16) mengaku mendapat barang tersebut dari orang berinisial BG. Setelah selesai pemeriksaan pelaku mengaku bisa menjual 100 poket. Pelaku menjual sabu perpoket dengan harga Rp 150 ribu sampai dengan Rp 300 ribu. Pelaku bisa mendapatkan untuk Rp 10 Ribu dari setiap poketnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan pelaku telah menjadi pengedar sejak awal 2020 lalu dan memiliki banyak pelanggan.

Akan tetapi, sayangnya pada hal pertanggungjawaban anak sebagai kurir narkotika sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Narkotika yg ternyata tak adanya ketentuan mengenai batasan umur dalam tindak pidana narkotika, sehingga kiprah anak menjadi kurir narkotika masih saja bisa dihukum pidana sinkron dengan ketentuan dalam UU Narkotika. seseorang anak yg tertangkap tangan sedang melakukan pengantaran barang/narkotika tentu akan dikenakan Pasal 114  Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal 114 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan Pasal 114 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Tetapi karena dikasus ini pelaku utamanya ialah anak dibawah umur, maka anak tersebut hanya bisa dijatuhi pidana setengah dari asal hukuman orang dewasa, maka asal itu pada hal pertanggungjawaban pidana anak dibawah umur yg menjadi kurir Narkotika, si anak hanya mampu dijatuhi pidana setengah dari hukuman yg berlaku, selain itu hukuman pidana setengah yg dijatuhkan pada anak, tak hanya berlaku bagi eksekusi maksimum tetapi buat eksekusi minimum pun itu belaku bagi penjatuhan pidana terhadap si anak. Jadi pelaku dikasus tersebut yang berinisial ILO (16) akan dijatuhi sanksi pidana setengah dari sanksi pidana yang berlaku untuk orang dewasa.

Daftar Pustaka

Undang-undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

UUD 1945

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun