Mohon tunggu...
Mira Marsellia
Mira Marsellia Mohon Tunggu... Administrasi - penulis kala senggang dan waktu sedang luang

You could find me at: http://miramarsellia.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mudik Lebaran, Sengsara Membawa Nikmat

17 Agustus 2012   03:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:38 3021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_200712" align="aligncenter" width="600" caption="Kampung nan Hijau. Dok Pribadi"][/caption] Hampir tiap tahun kami sekeluarga mudik ke Ciamis. Karena ayah dan ibu saya keduanya asli penduduk desa di sebuah lereng gunung yang indah permai dengan banyak sungai disana. Hanya dua atau tiga kali saja barangkali, kami sekeluarga tidak pergi mudik. Bahkan suami saya yang tadinya penduduk ibu kota, memilih ikut berlibur cuti lebaran  di kampung saya. Tentunya setelah kami sungkem dulu pada orangtua kedua belah pihak. Ketagihan. Mungkin itu yang bisa kami simpulkan tentang mudik. Mudik banyak orang bilang, penuh kesengsaraan di jalan. Macet, kecopetan, mobil mogok, kelelahan, susah cari tempat buang air, dan sebagainya adalah cerita duka banyak orang selama mudik. Bahkan ada yang berpendapat ngapain susah-susah mudik, mending tinggal saja di kota, enak kota jadi sepi tanpa kemacetan yang biasa. Pendapat ini juga tidak saya salahkan. Namun, beberapa kali kami tinggal di kota dan tidak mudik, rasanya ada yang menyesak di dada. Terbayang sedihnya almarhumah nenek kami yang renta apabila kami tidak pulang menemaninya berlebaran. Lalu kami kehilangan momen merayakan Lebaran di kampung. Buat kami, perayaan di kampung suasananya tidak bisa terbeli dan tergantikan. Dari kenangan masa kecil saya, seingat saya lebaran di kampung rasanya sangat spektakuler sekaligus sederhana. Aneh ya penggambarannya, sesuatu yang spektakuler tapi sederhana. Itulah, hanya suasana itu yang bisa didapatkan di lebaran kampung. Seluruh manusia saat malam takbiran tampak begitu bahagia, lampu-lampu minyak dinyalakan di bumbung bambu, namanya oncor. Sepanjang jalan desa menjadi begitu ceria dan penuh suasana kemeriahan. Makanan yang tersedia di kampung, standar makanan khas lebaran. Opor ayam, ketupat, acar mentimun, dan sambal goreng ati campur petai. Kue-kue bukan seperti kue di kota, tapi adalah kue papais, sagon, cuhcur, tengteng, opak (manis dan asin), kue semprit, dan kue bolu nanas panggang. Beberapa tahun ini makanan itu makin tergeserkan oleh kue-kue seperti kaastengel, nastar, dan rainbow cake. [caption id="attachment_200715" align="aligncenter" width="300" caption="Ayah di kuburan nenek. Dok Pribadi"]

13451731041155806040
13451731041155806040
[/caption] Beberapa hari sebelum lebaran, banyak orang datang ke makam keluarga untuk membersihkan dan merapikan makam-makam tersebut. Rumput liar dicabuti, batu-batu yang terserak disusun kembali. Disiapkan dan dibersihkan untuk dikunjungi keluarga setelah selesai shalat Ied dan bersalam-salaman. Liburan sehabis hari Lebaran pun tak kurang menyenangkan. Karena banyak kolam ikan disana, dan sungai-sungai bersih masih mengalir dengan jernih, maka orang tua maupun anak-anak senang bermain disana. Memancing ikan lalu membakar ikan hasil tangkapan bagi orang dewasa, atau bermain di sungai dan selokan jernih bagi anak-anak. Plus bonus memanjat-manjat pohon dan mendaki bukit yang merupakan kegiatan menyenangkan untuk anak-anak. Memanjat pohon bagi orang dewasa tidak dilarang, namun tidak disarankan mengingat kelenturan tubuh yang tidak sebaik anak-anak. Perjalanan Tiga Jam menjadi Duabelas Jam Namun kebahagiaan berlebaran di kampung ini butuh pengorbanan perjalanan yang pendek menjadi panjang. Beberapa kali di tahun-tahun lalu, kami mengalami kemacetan antara sepuluh sampai dengan duabelas jam. Butuh mental yang kuat dan tekad baja memang untuk berdesak-desakan di jalanan dengan segala macam antrian kendaraan. Belum lagi tahun kemarin, spion mobil kami sempat hancur tercium ekor bis yang tidak sadar body. Sudah gede tapi didesak-desakkan terus untuk mendapat jalan. [caption id="attachment_200720" align="aligncenter" width="600" caption="antrian Mudik. Dok Pribadi"]
1345173422694370508
1345173422694370508
[/caption] Biasanya selain kesiapan mental, kamipun menyiapkan makanan dan minuman untuk berbuka, untuk berjaga-jaga apabila tidak sampai tepat pada waktu berbuka. Mesjid dan Pompa Bensin adalah tempat favorit untuk rehat dan menunaikan ibadah shalat. Sepanjang jalan pemandangan orang yang sama-sama mudik bersama kami selain biasanya menjadi objek yang kami komentari (misalnya kendaraan bak terbuka dengan beban manusia yang kelebihan muatan), juga menjadi objek jepretan kamera saya, suami, dan saudara ipar kami yang sama-sama senang memotret. Perjalanan mudik yang berat kadang menjadi bahan cerita sesama pemudik yang beristirahat, bahkan berkenalan dan bertukar makanan. Ini nyata, keluarga kami pernah melakukannya dengan sebuah keluarga yang berasal dari Jombang. Mudik yang Selalu Dinanti Empat tahun lalu nenek tiada. Namun kami masih pulang ke kampung setiap lebaran menemui sanak saudara disana. Tidak hanya karena Hari Raya Idul Fitri atau lebaran, makna lebaran adalah dalam dan suci, bahkan tanpa harus mudik. Namun acara mudik lebaran ini menurut saya adalah sebuah pesta rakyat, sebuah simbol kebersamaan, kesengsaraan yang membawa nikmat. Mudik bahkan bukan hanya milik kaum Muslim. Sehingga mudik dapat mengikat persaudaraan kita dalam semangat persatuan dan kesatuan, ternyata tidak hanya dengan bahasa Indonesia saja, namun dalam perjalanan menempuh ratusan bahkan ribuan kilometer dari kota ke desa, dari kota ke kota lain, antar pulau, bahkan antar negara. [caption id="attachment_200722" align="aligncenter" width="500" caption="Bukan Foke. Dok Pribadi"]
1345173807586883927
1345173807586883927
[/caption] [caption id="attachment_200726" align="aligncenter" width="500" caption="Mudik ya Nak?. Dok Pribadi"]
1345174579641752221
1345174579641752221
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun