Mohon tunggu...
Mira Miew
Mira Miew Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Purwakarta yang jatuh hati dengan dunia kepenulisan dan jalan-jalan

Menulis adalah panggilan hati yang Tuhan berikan. Caraku bermanfaat untuk orang banyak adalah melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Belajar Sabar di Hari Kemenangan

12 Mei 2021   22:12 Diperbarui: 12 Mei 2021   22:16 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : popbela.com

Bulan puasa tahun ini tidak hanya menahan sabar dari hawa nafsu maupun menahan sabar dari godaan orang-orang makan ketika beli masakan buat buka di warung nasi. Namun sabar yang utama bagi saya di Ramadan tahun ini adalah sabar untuk tidak mudik lagi untuk kedua kalinya. Sabar untuk menerima kenyataan bahwa dua tahun berturut-turut tidak merayakan lebaran bareng keluarga besar.

Saya adalah satu dari sekian ratus ribu bahkan jutaan masyarakat yang tidak bisa mudik di tahun ini karena adanya larangan untuk tidak mudik demi memutusnya rantai penyebaran virus Corona.

Sebagai anak bungsu yang paling lama tinggal bareng orang tua, ketika orang tua masih hidup saya tidak pernah merasakan moment mudik ke kampung halaman. Biasanya kakak-kakak saya yang tinggal di luar kota lah yang berkunjung untuk berkumpul di rumah pada saat lebaran. Rumah orang tua saya memiliki empat kamar dan hanya dihuni oleh kedua orang tua saya dan saya. Sehingga banyak kamar kosong dan rumah terasa luas. Namun ketika kakak-kakak saya dan keponakan kumpul di hari lebaran, semua kamar terisi penuh bahkan kami sering tidur rame-rame di ruang keluarga. Jumlah keluarga saya kalau kumpul lebih dari 12 orang.

Namun ketika tiga tahun lalu bapak saya dipanggil selama-lamanya menyusul mama yang meninggalkan kami dua tahun sebelum bapak meninggal. Otomatis kehilangan kedua orang tua saya membuat saya tinggal sendirian di kota tempat saya tinggal. Ingin pindah dan kumpul bareng kakak di kota mereka namun tidak bisa karena alasan pekerjaan yang tidak bisa pindah tugas begitu saja.

Dua tahun lalu Bapak meninggalkan saya dan kakak-kakak selamanya tepat beberapa hari sebelum bulan puasa dan pada saat lebaran saya memutuskan untuk berlebaran bareng sahabat saya di Bekasi setelah itu setelah shalat Id saya pergi ke Bogor kota tempat kakak-kakak saya tinggal.

moment lebaran dua tahun lalu. foto : dokumentasi pribadi
moment lebaran dua tahun lalu. foto : dokumentasi pribadi
Saat itulah saya merasakan namanya mudik pertama kali meski sebatas ke Bekasi dan juga Bogor. Bisa menikmati serunya kemacetan bersama pemudik yang lain dan bisa melihat kebahagiaan sesama penumpang bus yang memang akan pulang untuk berkumpul dengan keluarganya.

Sayangnya moment mudik  dan kebersamaan lebaran bareng keluarga itu hanya bisa saya rasakan di dua tahun lalu karena setahun lalu dan tahun ini ada larangan untuk mudik demi pencegahan virus Corona. Untuk tahun lalu saya masih bisa menerima keadaan bahwa kita tidak boleh mudik karena saat itu pandemi Virus Corona belum lama terjadi di Indonesia. Untungnya saat itu saya tidak sendirian karena sudah punya seseorang yang mau menemani saya agar saya tidak kesepian selama lebaran.

Namun tahun ini akhirnya saya benar-benar merasakan lebaran sendirian.

Rencana berlebaran bareng keluarga pupus sudah karena larangan mudik bagi masyarakat. Apalagi khusus ASN jika melakukan mudik akan terkena sanksi di pekerjaan.

Sedih pasti karena ini pertama kalinya saya berlebaran sendirian. Ada rasa kecewa juga terhadap aturan ini apalagi jika melihat  hanya moment mudik yang dilarang sementara berkerumun di tempat perbelanjaan dan tempat wisata tidak ada larangan. Bahkan pekerja asing bisa datang ke negara kita tanpa ada larangan meskipun itu sebatas urusan pekerjaan.

Saya sendiri selama ini termasuk yang manut untuk tidak berpergian ke luar kota selama pandemi kecuali dalam keadaaan yang mendesak. Dari awal pandemi sampai lebaran tahun ini baru tiga kali saya berpergian ke luar kota. Kalaupun akhirnya saya bisa ke luar kota kembali itu setelah saya melewati masa vaksin ke-2 yang harus nunggu 28 hari untuk melihat reaksi dari vaksin kedua tersebut.

Lebaran ini akhirnya jadi moment saya belajar untuk sabar.

Melihat di sekeliling saya di hari raya berkumpul dengan keluarganya. Sedangkan saya harus menikmati lebaran itu sendirian. Sabar menahan bahwa moment kebersamaan bersama keluarga  itu harus disimpan dulu dalam hati dan direalisasikan setelah larangan mudik berakhir. Meskipun masih bisa bersilaturahmi lewat video call namun tetap saja suasananya berbeda dibanding moment berkumpul langsung.

Saya juga harus sabar untuk tidak bisa menikmati masakan lebaran buatan keluarga saya meskipun ada orang baik yang mengirimkan masakan lebaran apalagi karena saya tinggal sendirian saya memutuskan untuk tidak masak makanan lebaran.

Di malam saya membuat tulisan ini pun, air mata tak henti mengalir. Betapa berlebaran sendirian itu tidak nyaman apalagi di sekeliling tempat saya tinggal semuanya berlebaran bersama keluarganya. Bahwa berkumpul bersama keluarga dan orang yang kita sayang adalah hal terbaik yang memang menjadi moment paling ditunggu saat hari raya apalagi untuk keluarga yang memang hanya bisa bertemu dua atau tiga kali dalam setahun salah satunya di moment hari raya.

Di tahun ini pun jadi paham betapa pentingnya mudik dan berkumpul bersama keluarga di hari raya karena momentnya hanya setahun sekali. Mengapa masyarakat begitu nekad untuk mudik meski dilarang. Karena berlebaran bukan di kampung halaman dan tidak bersama keluarga itu memang terasa menyedihkan.

Semoga pemerintah bisa mencari solusi terbaik bagi masyarakat. Jangan sampai tembang pilih pada masyarakatnya sendiri. Bukankah salah satu imun terbaik itu adalah ketika hati bahagia. Dan hati bahagia itu salah satunya ketika bisa merayakan hari raya bersama keluarga tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan selama berkumpul.

Dan semoga tahun depan saya bisa berlebaran dengan keluarga maupun dengan orang-orang yang saya sayang. Tidak berlebaran lagi sendirian.

Selamat berkumpul bersama keluarga di hari raya. Manfaatkan moment itu sebelum tidak bisa merasakan kembali indahnya berkumpul dengan keluarga di hari raya. Tetaplah lakukan protokol kesehatan selama berkumpul  dengan keluarga demi kebaikan bersama. 

Maaf lahir batin juga untuk semua pembaca Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun