Mohon tunggu...
Mira Miew
Mira Miew Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Purwakarta yang jatuh hati dengan dunia kepenulisan dan jalan-jalan

Menulis adalah panggilan hati yang Tuhan berikan. Caraku bermanfaat untuk orang banyak adalah melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Istri Bekerja, Suami Jangan Jadi Pemalas

16 Desember 2020   22:14 Diperbarui: 17 Desember 2020   06:40 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Artikel pilihan kali ini tentang Stigma pada suami tentang penghasilan. Sungguh topik yang menarik dan pernah dialami oleh salah satu teman baik saya.

Jadi teringat beberapa bulan lalu ketika teman baik saya memutuskan untuk memilih berpisah dengan suami (sekarang mantan) dan karena kapasitas teman saya sebagai PNS harus proses dulu ke tingkat dinas kabupaten dan harus melalui berbagai proses baru bisa ke pengadilan. Pada saat itu ternyata bukan teman saya saja yang memutuskan untuk berpisah, namun ada lebih dari lima PNS yang juga mengajukan proses perceraian.

Faktor terbesarnya ternyata sama karena masalah ekonomi. Bahkan di masa pandemi ini jumlah pasangan yang mendaftar ke Pengadilan Agama lebih banyak dibanding ketika masa sebelum pandemi.

Menurut teman saya yang bekerja di Pengadilan Agama mengatakan bahwa selama pandemi ini sudah lebih dari 500 pasangan dan itu terjadi di beberapa daerah. Rata-rata melakukan gugatan perceraian yang kebanyakan disebabkan karena faktor ekonomi, perselingkuhan, KDRT bahkan hutang piutang.

Tidak bisa dipungkiri, di masa pandemi kondisi perekonomian kita dalam tahap menurun sedangkan harga kebutuhan pokok semakin tinggi. Banyak perusahaan yang bangkrut dan membuat karyawannya di PHK. Sehingga mereka yang di PHK harus memutar balik mencari celah usaha agar dapur rumah tetap ngebul dan agar kebutuhan keluarga tetap tercukupi.

Proses perceraian karena ekonomi itu seharusnya tidak terjadi jika dari awal sudah ada komunikasi dan komitmen yang disepakati bersama sebelum menikah.

Kasus teman baik saya karena perkenalannya singkat dengan pasangannya dan karena faktor perjodohan jadi tidak sempat ada pembicaraan soal keuangan. Dia hanya tahu bahwa suaminya bekerja namun penghasilan suaminya yang hanya karyawan koperasi simpan pinjam lebih kecil dari penghasilannya sebagai PNS dan saat itu dia menerimanya yang penting pasangannya bekerja dan punya penghasilan.

Namun ada yang temanku lupa bahwa yang namanya bukan karyawan tetap, suatu waktu bisa diberhentikan pekerjannya dan itu terbukti ketika pandemi, suaminya di rumahkan tanpa pesangon sehingga semenjak pandemi tidak ada pemasukan dari suaminya apalagi setelah tahu bahwa ternyata suaminya tipikal pemalas dan ketergantungan keluarga.

Karena tidak ada komunikasi dan komitmen bersama soal penghasilan akhirnya kondisi keuangan tidak dapat terkontrol dan sering menimbulkan konflik.

Selain itu seharusnya seorang suami atau lelaki dalam keadaan apapun tetap harus bertanggung jawab pada pasangannya. Berusaha bekerja walaupun itu sebagai ojek online atau berjualan.

Jangan mentang-mentang istrinya bekerja dan punya penghasilan tetap dan bisa membiaya kebutuhan rumah tangga terus suami lepas tanggung jawab begitu saja. Bagaimanapun suami tetap harus bertanggung jawab karena dia adalah kepala rumah tangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun