Pertama kali mengenal Al-Ma'tsurat itu bukan karena iseng cari di internet atau ikut-ikutan tren religi. Tapi karena memang dikenalkan langsung dari pondok pesantren modern tempat menimba ilmu semasa MA. Setiap pagi dan petang, para santri diajak duduk bareng, membuka buku kecil berisi kumpulan dzikir warisan Nabi, lalu membacanya bersama-sama. Awalnya terasa biasa saja. Tapi makin ke sini, makin terasa banget dampaknya.
Sekarang, setelah nggak lagi tinggal di pondok dan hidup di tengah hiruk-pikuk dunia yang penuh distraksi, Al-Ma'tsurat justru jadi pegangan yang makin kuat. Dzikir pagi dan petang itu bukan lagi sekadar rutinitas, tapi sudah jadi kebutuhan. Rasanya kalau belum baca Al-Ma'tsurat, ada yang kurang. Kayak belum "siap tempur" menghadapi hari, atau belum bisa benar-benar lepasin penat saat senja datang.
Banyak orang bilang, hidup sekarang makin chaos. Bangun tidur langsung buka HP, sorenya pulang kerja atau sekolah dengan pikiran penuh beban. Tapi coba deh ambil waktu sebentar buat duduk tenang dan baca Al-Ma'tsurat. Nggak sampai 15 menit, tapi efeknya luar biasa. Hati lebih tenang, pikiran lebih jernih, dan yang paling penting, ada rasa terlindungi.
Karena isi dari Al-Ma'tsurat bukan sembarang kata. Ada ayat-ayat Al-Qur'an, doa-doa dari Rasulullah, dan dzikir yang memang diajarkan sebagai benteng diri. Misalnya ayat Kursi, tiga surat terakhir Al-Qur'an (Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas), dan berbagai doa perlindungan dari hal-hal buruk. Kebayang kan, kalau itu semua dibaca rutin pagi dan petang, seperti membangun tameng spiritual setiap hari?
Ada satu hal menarik dari pengalaman membaca Al-Ma'tsurat sejak di pondok. Semakin rutin membacanya, semakin terasa "beda" harinya. Saat lagi rajin, biasanya suasana hati lebih stabil, lebih sabar menghadapi hal-hal kecil yang menyebalkan. Tapi kalau lagi lalai, kadang lebih gampang kesal, lebih cepat gelisah. Dari situ sadar, ternyata dzikir itu bukan cuma urusan pahala, tapi benar-benar berpengaruh ke keseharian.
Yang menarik lagi, Al-Ma'tsurat nggak ribet. Formatnya sudah disusun rapi. Ada versi kubra (lengkap) dan sughra (ringkas). Jadi bisa menyesuaikan dengan kondisi dan waktu. Misalnya pas pagi buru-buru, versi sughra bisa jadi pilihan. Tapi kalau lagi santai, bisa baca versi lengkap sambil merenung dan menikmati maknanya.
Banyak juga teman-teman yang awalnya nggak terlalu kenal sama Al-Ma'tsurat, tapi setelah coba rutin baca, malah keterusan. Beberapa bilang merasa lebih fokus dalam menjalani hari. Ada juga yang bilang lebih kuat menghadapi rasa takut atau cemas, terutama di masa-masa sulit. Dan memang, doa-doa dalam Al-Ma'tsurat sangat relevan untuk zaman sekarang. Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, punya "pegangan" spiritual seperti ini adalah berkah yang nggak bisa dianggap remeh.
Meskipun sekarang hidup sudah jauh dari suasana pondok, kebiasaan membaca Al-Ma'tsurat tetap terjaga. Kadang bacanya sambil duduk di teras rumah, kadang sambil nunggu waktu berangkat kerja. Yang penting tetap dibaca, karena sudah terbukti jadi semacam vitamin harian buat jiwa. Rasanya seperti ada yang menjaga, ada yang menguatkan.
Ada satu hal yang bikin Al-Ma'tsurat terasa lebih dari sekadar dzikir. Karena setiap kali membaca, terasa seperti sedang menyambung doa dengan masa lalu---masa di pondok, masa ketika hati lebih sederhana dan waktu terasa lebih lambat. Sekarang, meski zaman berubah, dzikir ini tetap sama. Tetap mengalirkan rasa damai yang khas.