Mohon tunggu...
Unpam
Unpam Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

Suka menulis article Dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Financial

Fenomena Flexing Marketing Demi Peningkatan Nilai Bisnis

1 Februari 2023   09:25 Diperbarui: 1 Februari 2023   09:30 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu terakhir, tren flexing marak bersliweran di media sosial. Jika diperhatikan, Fenomena flexing di media sosial dalam beberapa tahun belakangan ini justru menjadi genre baru dan bahkan sangat populer. Kondisi ini bahkan sudah sangat sering ditemui oleh masyarakat melalui media sosial, banyak orang membuat konten dengan memamerkan kekayaan mereka seperti mobil mewah seharga miliaran rupiah.

Beberapa pakar kemudian ikut buka suara soal istilah flexing ini. Lantas apa saja faktor yang menyebabkan seseorang suka pamer kekayaan di media sosial? Simak penjelasannya berikut. Dalam bahasa Inggris, flexing berarti ‘pamer’. Cambridge Dictionary menjelaskan lebih detail bahwa flexing merujuk pada suatu sikap yang ingin menunjukkan suatu kepemilikan atau pencapaian dengan berlebihan.

Medio 2014 kata flex kembali populer berkat lagu berjudul; ‘No Flex Zone’ yang ditulis dan dibawakan oleh Rae Sremmurd. Dalam lagu ini, kata flex merujuk pada orang-orang yang bersikap santai seperti dirinya sendiri dan tidak pamer atau menjadi seorang yang berbeda dengan pura-pura.

Munculnya flexing dalam masyarakat seharusnya dihindari, utamanya dalam dunia bisnis yang menarik orang untuk melakukan investasi. Asal mula munculnya istilah ini pada dasarnya merupakan sebuah bahasa gaul dari masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat. Namun sebenarnya bukan merujuk pada arti pamer kekayaan membuat orang lain kesal. 

Jika dahulu flexing adalah digunakan untuk menunjukkan rasa berani dan memberontak dari sebuah kelompok, kini tujuan dilakukannya flexing sangat berbeda. Meskipun sama-sama menarik perhatian orang lain, namun di masa sekarang dan saat ini flexing hanya digunakan sebagai strategi marketing suatu produk dan jasa demi menarik perhatian konsumen. kasus paling terbaru adalah dua afiliator trading, Indra Kenz dan Doni Salmanan yang bahkan sebelumnya dilabeli Crazy Rich oleh masyarakat serta banyak media di Indonesia. Kedua orang ini pun sekarang sudah menjalani pemeriksaan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penipuan menggunakan status mereka sebagai afiliator.

Flexing juga dapat digunakan sebagai strategi marketing. Hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian publik yang mungkin saja nantinya akan menjadi calon konsumennya. Secara umum para tokoh di sosial media seperti selebgram,tiktokers memiliki pengikut atau followers yang banyak, dan biasanya mereka cenderung untuk memposting setiap kegiatan sehari-harinya termasuk pula harta kekayaannya. Bagi seseorang yang mungkin sebelumnya bukan siapa-siapa atau bukan tokoh publik ini dapat digunakan sebagai branding diri, usaha, maupun ajang untuk dapat menarik perhatian dan menjadi viral. Hal ini dikarenakan kecenderungan nitizen atau masyarakat Indonesia yang menyukai hal-hal yang bersifat mewah.

Tidak ada larangan menjadi super kaya. Namun secara etika, tetaplah selalu rendah hati dan membumi, karena harta kekayaan hanyalah titipan.Demikian penjelasan mengenai flexing, asal-usulnya dan yang terpenting bagaimana cara mengatasinya. Memiliki kepribadian diri yang baik dan menggunakan otak sebijak mungkin dalam berpikir

Krisnaldy

Dosen Prodi Manajemen

UniversitasPamulang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun