Mohon tunggu...
Miqdad Husein
Miqdad Husein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aktivis Keagamaan

Sangat menyukai joke-joke segar

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengawal dan Menuntut Janji Anies-Sandi

19 April 2017   17:53 Diperbarui: 19 April 2017   21:57 2711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kandidat calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 3, Anies Baswedan-Sandiaga Uno memberi sambutan di Kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta Selatan, Rabu (19/4/2017). Hasil sementara penghitungan cepat Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran kedua, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno menang atas pasangan Basuki Tjahaja Purnama- Djarot Saiful Hidayat. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO

Pasangan Anies-Sandi hampir bisa dipastikan akan memenangkan Pilkada Jakarta. Sebuah Pilkada yang tergolong sangat mahal bila mencermati keterlibatan masyarakat Jakarta, bahkan termasuk dari daerah lainnya. Emosi, ketegangan, konflik, fitnah, pelintiran, amarah seperti tumpah ruah. Terbelahnya kelompok masyarakat bisa jadi merupakan cost paling mahal yang harus dibayar dari Pilkada Jakarta.

Lalu, apa pasca Pilkada Jakarta? Bagi Anies-Sandi tugas moral pertama bagaimana mengembalikan kebersamaan, kesatuan, dan kesantunan masyarakat agar kembali normal. Bagaimana berbagai sumpah serapah segera cair berubah menjadi persaudaraan sebagaimana jati diri bangsa ini. Kembali terpapar keramahan khas masyarakat Indonesia yang multikultural ini. 

Bagi masyarakat Jakarta terkait kepemimpinan Anies-Sandi sudah pasti perlu pengawalan dan tuntutan pada janji-janji selama kampanye. Ini penting diingatkan karena ada kebiasaan masyarakat negeri ini yang asyik dalam euforia Pilkada tapi lupa mengawal dan menuntut janji-janji pemimpin terpilih. Sering gairah pada semua kalangan tampak hanya saat menjelang kampanye. Lalu pascakampanye dan pemilihan, suasana bergairah turun drastis. Semua berubah berjalan datar. Seakan persoalan kepemimpinan selesai.

Jika suasana sejuk berkembang sebagai wujud kesediaan sikap menerima hasil pemilihan, tentu sangat baik. Artinya, masyarakat bersikap dewasa menerima hasil apa pun dari pelaksanaan kompetisi yang sebelumnya berlangsung bergairah itu. Masyarakat menerima siapa pun yang terpilih lalu melupakan suasana panas yang berkembang sebelum pelaksanaan pemilihan.

Namun, masalahnya penurunan kegairahan melepaskan perhatian pada persoalan kepemimpinan. Sikap itu sama saja membiarkan mandat kepemimpinan berjalan tanpa semangat mengawasi pemimpin terpilih. Sebuah ruang terbuka kemungkinan penyalahgunaan kepemimpinan secara tak langsung dibiarkan melebar. Pemimpin dibiarkan berjalan sendiri tanpa diawasi, diingatkan, dan diluruskan.

Pemilih di sini merasa tugasnya sudah selesai lalu sepenuhnya pada tahap berikut menjadi tanggung jawab orang-orang yang terpilih atau para pemimpin yang sudah mendapat kepercayaan. Masyarakat seakan tak memiliki lagi tanggung jajwab apa dan bagaimana kinerja pemimpin yang dipilih ketika menjalankan tugas kepemimpinannya.

Alih-alih pengawasan bahkan kadang para pemilih sama sekali tak memiliki ikatan dengan pemimpin yang dipilih itu. Masyarakat pemilih dan pemimpin terpilih seperti membiarkan membentangkan jarak pasca proses pemilihan. Rakyat lupa apa yang dijanjikan pemimpin, para pemimpin pun lupa memenuhi janjinya yang diteriakkan saat kampanye.

Inilah bibit pertama mengapa banyak terjadi pengkhianatan kepemimpinan di negeri ini. Para pemimpin tidak hanya melupakan kepentingan rakyat, bahkan asyik memuaskan nafsu kepentingan dirinya dengan berbagai tindakan merugikan kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat tidak diurus, diabaikan, hak-hak rakyat dijarah, dimanipulai, dikorupsi untuk kepentingan dirinya. 

Tak usah heran jika proses pemilihan kepemimpinan di negeri ini seperti sama sekali jauh dari meninggalkan jejak memberikan manfaat, perubahan pada nasib rakyat. Satu-satunya yang berubah adalah nasib dan hidup pemimpin terpilih yang karena mendapatkan fasilitas serta perilaku korup kehidupan ekonomi menjadi jauh lebih baik. Nasib dan hidup pemimpinlah yang menjadi lebih baik. Sementara rakyat tak mengalami perubahan bahkan kalau toh berubah justru makin nestapa.  

Langgam Baru

Dengan proses hubungan kepemimpinan memiliki jarak lebar antara pemimpin dan rakyat sulit berharap ada dinamika perbaikan kehidupan rakyat secara keseluruhan. Tak ada bangunan konsistensi komitmen serta mekanisme memberikan tekanan kepada seorang pemimpin untuk sungguh-sungguh bekerja demi kepentingan rakyat. Yang terjadi justru ruang-ruang terbuka pengkhianatan kepemimpinan, sebagaimana banyak terjadi di negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun