volunteer atau relawan? Pejuang sosial? Social justice warrior (SJW)? Aktivis? Orang-orang yang peduli, punya empati yang berwujud aksi?
Apa yang terbersit di pikiran Anda saat mendenger kataYa, semua benar. Namun, tidak jarang stigma-stigma negatif juga melabeli relawan hanya sebagai aktivitas sampingan untuk mengisi waktu luang, pekerjaan sia-sia tanpa bayaran, hingga sekumpulan orang yang "sok peduli". Benar-benar kejam.
Padahal menjadi relawan itu tak mudah dan memerlukan pengorbanan. Bahkan, pengalaman menjadi relawan bisa sangat bermanfaat buat karier kita. Serius? Serius dong. Simak yuk alasannya kenapa.Â
CV lebih bernilai
Kandidat yang dicari human resources development (HRD) sudah pasti yang memiliki pendidikan, pekerjaan, achievement, dan skill mentereng. Namun tidak sebatas itu, sebab HRD juga ternyata mempertimbangkan aspek lain, seperti sifat yang peduli dan punya empati.
Pasalnya, orang dengan karakter demikian diyakini bisa memunculkan positive vibes di lingkungan kerja. Mereka tak akan segan-segan membantu rekan kerja yang kesulitan, berbagi pendangan untuk perkembangan yang lebih baik, dan antusias dalam pekerjaan.Â
Karena itu, tidak perlu ada ragu lagi di antara kita, eh maksudnya, mencantumkan pengalaman Anda menjadi seorang relawan di CV, ya.Â
Terbiasa kerja sepenuh hatiÂ
Relawan identik dengan kerja tanpa dibayar. Untuk melakukan hal ini tentu dibutuhkan sikap ikhlas. Sementara bagi Anda yang pernah menjadi relawan di bidang sosial, lingkungan, dan pendidikan, pasti setuju bahwa sikap empati adalah modal utamanya.
Menariknya, semua itu merupakan nilai-nilai yang dapat diaplikasikan di dunia kerja. Â Kerja ikhlas dan empati yang sudah terasah sejak saat menjadi relawan memungkinkan kita untuk mengerjakan tugas kantor dengan sepenuh hati, karena sudah terbiasa.Â
Bukankah pekerjaan yang dikerjakan dengan hati akan lebih baik hasilnya dibandingan pekerjaan yang dilakukan setengah hati?Â