Mohon tunggu...
Paijo Panduprodjo
Paijo Panduprodjo Mohon Tunggu... Konsultan - jangan bosan untuk berbuat baik

Pernah mengajar di Universitas Jember, pernah menjadi konsultan Proyek SEQIP (Science Education Quality Improvement Project) dan DAPS (Disaster Awareness in Primary School). Peduli pada pengembangan IPA melalui pembelajaran yang berbasis pada fakta dan konsep serta tidak berdasarkan pada hafalan semata. Metode pembelajaran IPA yang berbasis pada NGAJARI dan bukan NGABARI akan lebih membuat anak-anak kita menjadi cerdas dan lebih dekat dengan Tuhan karena dalam setiap pembelajaran IPA konsep apapun selalu bisa menyertakan keagungan Tuhan dalam setiap penyampaiannya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beda Belajar dengan Sekolah

10 Agustus 2015   22:22 Diperbarui: 10 Agustus 2015   22:22 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama ini kita menganggap bahwa sekolah dan belajar adalah sama karena disekolah kita belajar. Kalau sedemikian halnya maka semestinya setiap orang yang sudah lulus dari sekolah seharusnya memiliki kemampuan yang sama baik hardskill maupun softskill. Namun kita seringkali dihadapkan pada kenyataan bahwa meskipun nilainya hampir sama namun kemampuan para lulusan ini tidaklah sama. Ternyata ada perbedaan antara sekolah dengan belajar.

Berdasarkan hasil diskusi selama mengikuti pelatihan konsultan untuk SEQIP di Tretes Jawa Timur akhirnya ditemukan benang merah perbedaan antara sekolah dengan belajar. Perbedaan inilah yang menyebabkan lulusan kita memiliki perbedaan dalam hal kompetensi dan semakin nampak ketika mereka berebut untuk mendapatkan sekolah yang lebih tinggi maupun dalam bersaing mendapatkan pekerjaan. Perbedaan mendasar antara sekolah dengan belajar pertama ada pada keteraturannya. Sekolah memiliki keteraturan yang lebih tinggi dibanding belajar. Misalnya, tempat sudah tertentu, guru sudah tertentu, waktu sudah tertentu, topik yang dipelajaripun juga sudah tertentu. Berbeda dengan belajar dimana masalah tempat bisa dimana saja, guru bisa dengan siapa saja, waktu bisa kapan saja, topik yang dipelajari bisa apa saja. Jadi sekolah terikat oleh tempat, guru, waktu, topik yang sudah tertentu, sedangkan belajar tidak ada batas ruang dan waktu. Benang merah yang kedua adalah hasil, sekolah ditunjukkan dengan naik atau tidak naik, lulus atau tidak lulus sedangkan belajar  pada adanya perubahan pola pikir dan perilaku yang sifatnya permanen. Jadi dengan sangat mudah kita menilai siswa kita masih sekedar sekolah atau sudah belajar di sekolah dengan melihat hasil yang dicapai.

Melihat hal tersebut, kita perlu melakukan perubahan-perubahan dalam penyelenggaraan sekolah agar para siswa kita bisa belajar di sekolah. Sekolah tidak hanya menjalankan target kurikulum namun lebih pada pembentukan pola pikir dan perilaku agar siswa kita menjadi insan yang cerdas dan berperilaku baik. Evaluasi untuk menilai keberhasilan sekolah perlu ditambah dengan melihat pola pikir dan perilaku lulusannya. Apabila pola pikir dan perilaku lulusan kita baik maka bisa dipastikan mereka telah melewati proses belajar di sekolah. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk membuat sekolah kita menjadi tempat belajar yang baik, antara lain:

1. Sekalah harus menjadi tempat yang menyenangkan bagi siswa untuk belajar. Pengertian menyenangkan disini tidak terbatas pada tawa mereka namun tidak ada perasaan tertekan dari siswa selama mengikuti pelajaran di sekolah. Ciri suasana pelajaran yang menyenangkan adalah para siswa merasa merdeka dalam menyampaikan pendapat dan menyampaikan pemikirannya.

2. Guru perlu melengkapi diri dengan softskill mengajar yang baik (kompeten) tidak sekedar berkualifikasi S1, S2 atau S3 namun yang utama justru bisa mengajari anak kita untuk menjadi insan yang cerdas yang inovatif dan kreatif  dan berperilaku baik. Siswa harus dilibatkan dalam proses sebanyak mungkin, sehingga mereka terasah baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotornya. Hal paling mendasar dalam pembentukan anak yang cerdas adalah melatih mereka dengan melakukan pengamatan untuk kemudian dimintai pendapat tentang apa yang sudah diamatinya. 

3. Guru harus bisa menjadi contoh yang baik bagi siswa dalam hal apa saja. Para siswa akan meniru apapun yang dilakukan guru selama proses belajar berlangsung

4. Kualitas hasil belajar yang baik tidak dilihat dari kedalaman materi yang dipelajari namun lebih pada kesempatan bagi siswa untuk mengendapkan konsep yang dipelajari kemudian melakukan rekonstruksi dan belajar menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi siswa bukan seperti ember kosong yang siap dimasuki semua pengetahuan yang dimiliki guru. Peran guru lebh banyak pada membantu mereka mempelajari konsep dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari

5. Sekolah memfasilitasi siswa untuk bisa belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing, sehingga istilah siswa bodoh adalah tidak ada, yang ada adalah siswa belajar dengan kecepatan yang berbeda satu dengan yang lain.

Daya serap siswa dalam menerima pelajaran dapat diprediksi dari cara belajarnya. Tabel di bawah ini bisa dijadikan acuan untuk bahan evaluasi proses pembelajaran yang sudah kita lakukan. Daya serap bisa dikuantifikasikan melalui nilai yang dicapai siswa dalam ujian/ulangan yang kita lakukan. Daya serap siswa terhadap pelajaran yang diikuti adalah sebagai berikut:

Sumber: Bahan Pelatihan IPA SEQIP GTZ

Bila kita menggunakan data tersebut maka diakui atau tidak, sebagian besar siswa kita belajar dengan cara mendengar dan melihat sehingga para guru sampai bingung melihat hasil belajar siswa yang tidak memuaskan. Untuk itu perlu dipikirkan untuk mengubah cara mengajar yang lebih melibatkan siswa untuk meningkatkan daya serap terhadap pelajaran yang kita lakukan. Pilihan ada pada para guru. Pada postingan saya terdahulu mengenai penggalian konsep sudah saya sampaikan bagaimana mengajarkan topik-topik menggunakan sistim ngajari dan bukan ngabari. Kurikulum 2013 sangat mengharapkan kita mengajar menggunakan metode ilmiah yang notabene untuk mengubah cara belajar siswa yang semula hanya mendengar dan melihat menjadi beraktifitas sehingga bisa meningkatkan hasil belajar mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun