Mohon tunggu...
Money

Pajak, Masihkah Haram?

9 Oktober 2017   12:10 Diperbarui: 18 Oktober 2017   14:37 10275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Akhir-akhir ini muncul kembali sebuah perbincangan di media sosial mengenai status halal dan haramnya pajak. Berawal dari unggahan mengenai kampanye gerakan "Pajak Bertiwalah" yang dilaksanakan serentak oleh ribuan pegawai Direktorat Jenderal Pajak di seluruh Indonesia beberapa waktu yang lalu, hingga gerakan tersebut mendapat respon positif maupun negatif dari beberapa pihak. Respon negatif datang berupa ke"nyinyir"an mengenai gerakan tersebut hingga merembet ke perdebatan tua mengenai halal haramnya Pajak. Mengapa tua? Karena perdebatan ini sudah berlangsung sejak lama dan masih berlangsung hingga sekarang.

Sebuah hadits sering ditembakkan oleh golongan antipajak untuk menjatuhkan mental para pegawai pajak maupun masyarakat yang sudah/belum menjadi Wajib Pajak. Hadits tersebut berbunyi "Sesungguhnya shohibul maks masuk neraka" (HR. Ahmad). Kata al maks pada hadits tersebut diterjemahkan secara "sak penak e dewe" menjadi kata Pajak oleh golongan antipajak sehingga hadits tersebut diterjemahkan menjadi "Sesungguhnya pemungut pajak masuk neraka".

Bagaimana pendapat ulama (yang lain) soal maks? Abu Abdurrahman Syamsul Haq Muhammad Syraf dalam bukunya yang berjudul Aunul Ma'bud mengartikan kata maks dengan kedzaliman. Hal ini berdasarkan pada kondisi jaman jahiliyah dahulu terdapat orang/kumpulan orang yang melakukan pungutan secara liar dari para pedagang dan menyebut perbuatan demikian sebagai kedzaliman. Pendapat yang senada juga dilontarkan oleh Imam Nawawi bahwa maks merupakan pungutan yang dilakukan secara ilegal. Bahkan, Al Haitsami dalam kitabnya berjudul Mu'jamuz Zawaid menyebutkan bahwa Shohibul Maks sendiri bisa pula diartikan petugas yang mengumpulkan zakat kemudian menyelewengkannya dengan cara memungut zakat melebihi kewajiban pembayar zakat atau mengurangi hak penerima zakat.

Bagaimana pendapat ulama yang lain? 

Imam al Ghazali menyatakan bahwa memungut uang selain Zakat adalah diperbolehkan apabila diperlukan sedangkan kas pada negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan negara. Senada dengan Al Ghazali, Al Qurtubi mengatakan bahwa ulama sepakat atas bolehnya menarik pungutan selain zakat berdasarkan Firman Allah Wa atal maala ala hubbihi (Al Baqoroh : 177). Pendapat mereka sangat masuk akal mengingat sasaran penggunaan Zakat sangat terbatas peruntukannya (sesuai syariah) dan tidak diperuntukkan untuk membiayai kebutuhan negara (di luar keperluan sosial).

Oleh Ibnu Taimiyah pajak yang dipungut dari orang kaya dianggap merupakan sebuah bentuk jihad harta. Selain ulama-ulama klasik tersebut, ulama kontemporer seperti Rashid Ridha, Mahmud Syaltut, Abu Zahrah dan Yusuf Qardhawi juga berijtihad bahwa Pajak diperbolehkan dengan berbagai argumen yang disampaikan di kitab-kitab tulisannya dan sepakat bahwa kata maks dalam hadits di atas tidak bisa diterjemahkan secara saklek sebagai Paiak.

Bagaimana Pajak menjadi kewajiban bagi kaum muslim? 

Allah SWT berfirman dalam beberapa ayat mengenai jihad dalam bentuk harta antara lain:

"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. At-Taubah ayat 41)

"kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya." (Ash-Shaff: 11)

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Al Hujuraat: 15)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun