Tuhan menciptakan manusia dengan aneka ciri khasnya. Dari kenampakan fisik hingga pribadi, tak ada manusia yang memiliki kesamaan yang persis sempurna dengan manusia lain. Begitu halnya dengan yang kulihat di sekelilingku. Apa yang salah bisa menjadi benar, apa yang benar bisa menjadi salah. Kau bisa salah, aku bisa salah. Hingga aku mulai bertanya: sebenarnya, siapa yang salah?
Aku merenungi ini sejak menduduki masa SMP. Kalau mengingat kembali saat itu, aku sedang mengalami kesulitan dalam berpikir jernih. Teman-temanku pun merasa demikian. Beberapa dari mereka mengaku kalau aku lebih banyak diam dan terkadang bisa secara tiba-tiba menangis tanpa sebab. Di sela itu juga, aku makin yakin bahwa aku terlambat dewasa sebab tidak ada teman di sekolah yang banyak diam, sepertiku. Itulah salah satu faktor yang menjadi alasan mengapa dulu temanku hanya bisa dihitung dengan jari.
Kurang lebih 2 tahun aku menghadapi masa aneh itu. Namun, kemudian ketika menginjak kelas 3 SMP, aku menemukan dunia psikologi dan filsafat. Yang singkat cerita, aku mendapat banyak pengetahuan baru dari sana. Sangat perlahan aku mulai paham bahwa diamku saat itu adalah justru karena aku sedang merenung dan menggunakan pikiranku. Dan ketika aku menangis, itu hanyalah satu dari sekian reaksi yang menandakan bahwa aku sudah berpikir sangat dalam terhadap sesuatu. Itu buruk? Ya. Juga ada baiknya. Kok bisa?Â
* * *
Ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum menentukan benar-salah, menurut versiku:
1. Mengapa menurutmu sesuatu bisa dikatakan benar/salah?Â
Aku yakin, pasti ada sesuatu yang membuatmu merasa demikian. Jangan terburu-buru, tetap amati sebelum beraksi. Ambil kesempatan ini untuk belajar menganalisa sesuatu secara teliti. Tuangkan semua isi pikiran dan perasaanmu di dalam sebuah catatan, bisa buku catatan atau note hp. Kamu bisa mengamati siapapun, terutama dirimu sendiri. Ini akan membantumu untuk memahami siapa dirimu sebenarnya.Â
2. Jika bukan kamu yang salah, lalu?Â
Lalu apa? Atau siapa? Sekali lagi, jika kamu sedang melewati tahap ini, sangat kusarankan untuk mencatat segala isi pikiran dan perasaanmu. Ketika kamu merasa bahwa suatu permasalahan bukanlah salahmu, melainkan salahnya (orang lain), kamu bisa lanjut menanyakan diri sendiri, sekali lagi: apakah memang dia yang salah atau hanya aku yang belum mengerti sepenuhnya motif dari tindakan yang dia lakukan?Â
3. Tanyakan