Mohon tunggu...
Travel Story

Air Terjun Parangloe, Surga yang Tersembunyi di Gowa Sul-Sel

23 November 2015   22:00 Diperbarui: 23 November 2015   22:14 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siang itu di Air Terjun Parang Loe, kami jatuh cinta pada eksotisnya batu-batu yang seolah sengaja ditata rapi di dasar sungai yang mengalir di bawah air terjun. Jatuh cinta pada tebing batu yang seolah dibuat dari lempengan-lempengan batu alam, dilekatkan pada dinding yang menyerupai tebing bercelah dan bertingkat, sehingga mempercantik aliran air yang jatuh dari atasnya

“Ah, Tuhan pasti sedang tersenyum ketika menciptakan air terjun ini”.
Air Terjun Parang Loe terletak di Desa Parangloe, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan. Air Terjun ini berada di dalam kawasan Perhutani. Jaraknya sekitar 40km dari kota Makassar dan membutuhkan waktu 2 jam dengan berkendara. Rutenya mengikuti Jalan Poros – Gowa – Malino, dan berhenti di Kantor Perhutani yang ada di desa Parangloe.

Dari titik inilah kita harus berjalan kaki sejauh kurang lebih sejauh 2 KM, melewati jalan berbatu di dalam kawasan hutan untuk sampai ke Air Terjun Parang Loe. Para pengunjung juga diwajibkan melapor ke kantor Perhutani jika sebelum memasuki kawasa hutan untuk menuju air terjun. Sepanjang perjalanan di dalam kawasan hutan menuju air terjun, kita akan menemukan banyak sekali papan peringatan. Disana tertulis agar kita waspada pada air bah yang bisa saja terjadi secara tiba-tiba saat debit air tinggi. Air bah ini bisa saja menelan korban jiwa, terbukti dengan adanya beberapa prasati yang menandai bahwa di lokasi tersebut seseorang telah meninggal dunia karena air bah.

Dibandingkan dengan air terjun Bantimurung di Maros, air terjun Bissappu di Bantaeng dan air terjun Takapala di Malino, air terjun Parangloe adalah air terjun terindah di Sulawesi Selatan. Air terjun Parangloe memiliki struktur bebatuan yang bertingkat dan relief yang unik. Airnya pun sangat jernih dan ditambah lagi dengan pemandangan sekitarnya yang hijau alami. Sungguh paduan alam yang sangat indah. Sudah menjadi hukum alam bahwa sesuatu yang indah butuh perjuangan untuk mencapainya. Tidak jauh dari kompleks Dinas Kehutanan, kami berbelok ke jalan kecil sebelah kiri. Jalanannya tidak semulus yang kami bayangkan, cukup membuat kami mabuk darat dan sakit kepala di atas motor. Semakin masuk ke dalam, jalanan yang dilalui semakin berbatu, menanjak, kemudian menurun.

Air terjun Parangloe ternyata tidak bisa dicapai dengan kendaraan. Kami harus memarkir kendaraan di rumah penduduk sebelum melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sekira 1.5 km. Jalan kaki mungkin biasa, yang tak biasa adalah medan yang harus dilalui. Jalanan kadang menanjak dan tak rata dengan batu-batu di sekujur jalanan yang lebarnya tak lebih dari 3 m. Di kanan-kiri beragam pohon tinggi menjulang, membuat suasana terasa nyaman dan teduh meski harus berjalan kaki di tengah matahari menjelang jam 12 siang.

Hampir setengah jam lamanya kami berjalan kaki sebelum akhirnya suara air terdengar sayup-sayup. Sebuah tugu kecil dengan tulisan sebuah nama terpancang di jalan. Rupanya itu adalah tugu peringatan, suatu waktu ada seorang pengunjung yang terpaksa kehilangan nyawanya di area air terjun itu. Dari cerita yang kami dengar, air terjun Parangloe memang ganas di musim hujan. Air terjun itu adalah pertemuan dua arus sungai sehingga ketika musim hujan tiba debit airnya bisa sangat besar. Sudah ada beberapa orang yang harus kehilangan nyawa di tempat itu.

Dari tempat kami berdiri air terjun Parangloe sudah terlihat di kejauhan, tapi untuk bisa sampai ke sana kami harus menuruni punggung bukit yang licin karena daun kering. Terbayang bagaimana susahnya kalau musim hujan datang. Terpeleset sedikit kita bisa menggelinding sampai ke bawah yang jaraknya pasti lebih dari 30 meter.

Setelah bersusah payah menuruni punggung bukit dengan hati-hati akhirnya air terjun itu terpampang jelas di depan mata. Debit airnya tidak terlalu besar sehingga tidak semua bagian air terjun terkena air. Hanya di beberapa bagian saja air mengalir deras dari atas, sisanya hanya batuan berwarna kuning keemasan dan coklat tua.

Dan betul..air terjun ini sangat indah. Tidak seperti kebanyakan air terjun, tempat ini sangat sepi. Suara deru air satu satunya yang memecah keheningan. Airnya lumayan deras dikala musim hujan. Namun, di waktu musim kemarau debit airnya sedikit sehingga bebatuannya lebih kelihatan menonjol. Bisa juga memanjat tebingnya sampai ke lantai tiga (lantai paling atas). Jika ingin berenang, ada semacam kolam di tingkat paling bawah yang entah berapa meter kedalamannya. Kalau musim hujan agak berbahaya berenang di kolam tersebut karena airnya sangat deras.

Berjam-jam kami menikmati air terjun Parangloe. Akhirnya rasa penasaran kami terpenuhi juga. Air terjun itu memang seperti yang kami duga. Dia terlihat tenang tapi sesungguhnya menyimpan keganasan dan misteri yang bisa merenggut nyawa. Dia seperti kesepian di sana karena untuk menjangkaunya memang tidak mudah. Menatap air terjun Parangloe rasanya seperti menatap kekuatan alam yang kadang terasa melenakan tapi bisa saja tiba-tiba berubah ganas.

Wisata alam yang satu ini tidak diperhatikan oleh pemerintah daerah setempat. Terbukti dengan tidak adanya informasi yang memadai mengenai akses menuju ke tempat ini dan ditambah lagi air terjun ini belum dimasukkan ke dalam salah satu wisata alam yang layak dikunjungi di Kabupaten Gowa. Kami mencoba membuka website resmi Dinas Pariwisata Gowa dan kami tidak menemukan Air Terjun Parangloe di search engine-nya. Yang hanya masuk dalam kategori wisata alam Gowa yakni air terjun Tombolo Pao, Air Terjun Ketemu Jodoh, air terjun Takapala dan tentu saja Malino. Air terjun Parangloe belum masuk dalam kategori.Meskipun air terjun ini bisa saja dikatakan sebagai surga yang tersembunyi, namun tempat ini belum cocok untuk dijadikan sebagai tempat wisata keluarga. Karena aksesnya yang sulit, dan ancaman bahaya yang bisa saja mengintai, terutama saat musim penghujan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun